Thursday, May 21, 2009

Jargon Pengakuan Subyek Belajar Filsafat

Berikut saya tampilkan sebuah jargon pengakuan Meina Berlianti, seorang subyek belajar filsafat. Semoga contoh ini akan membuka wacana kita mengungkap jargon.

Perjalananku Mempelajari Filsafat:
(Oleh Meina Berlianti)

Awalnya aku tak menyangka aku akan belajar filsafat di bangku kuliah. Padahal jurusan yang aku ambil sama sekali tak berhubungan dengan dunia filsafat. Tapi ternyata perkiraanku salah. Ternyata di matematika aku menemukan sebuah filsafat, dan di filsafat aku menemukan matematika. Bukan hanya matematika yang ada di dunia filsafat, masih banyak lagi ilmu l;ain yang ada didalamnya.

Tak aku pungkiri, butuh penyesuaian diri yang cukup lama dalam belajar filsafat. Kata-katanya yang cukup membingungkan, kalimatnya yang memusingkan dan bahasanya yang sulit aku pahami membutuhkan waktu yang lebih untuk mempelajarinya. Tapi akhirnya aku sadar filsafat bukanlah hal yang memusingkan pikiranku jika aku mampu menanamkannya dalam diriku karena sebenarnya filsafat itu adalah diriku, filsafat ada pada diriku.

Di tengah perjalananku dalam mempelajari filsafat aku mendapatkan sebuah kekuatan magic yang mendorongku untuk belajar filsafat. Aku masih ingat dengan kata-kata seorang ahli filsafat di kampusku, siapa lagi kalau bukan Dr. Marsigit, dosen matematika yang ahli berfilsafat. Hampir di setiap perkuliahan Beliau selalu berpesan pada kami bahwa filsafat adalah sebuah olah pikir, setiap orang yang berfilsafat tak pernah salah karena filsafat adalah olah bahasa dan olah pikir dari seseorang. Kata-kata itulah yang membuatku menjadi bersemangat dan yakin aku pasti bisa. Yah kini aku mulai sadar apa itu filsafat……

Sejauh aku belajar filsafat aku menjadi tahu buah dari filsafat itu. Karena filsafatlah aku mencoba berfikir kritis kan sesuatu. Berkat filsafatlah aku melatih diriku untuk menuangkan isi otakku dalam sebuah tulisan-tulisan. Berkat filsafatlah aku belajar memahami dan mengerti pikiran orang lain. Berkat filsafatlah aku mencoba menghargai dan menghargai pendapat orang lain. Berkat filsafatlah aku belajar membuat sebuah elegy. Berkat filsafatlah aku mulai tahu siapa diriku sebenarnya, ternyata selama ini aku terlalu sering termakan oleh mitos yang membuatku seperti mayat hidup. Berkat filsafatlah aku sadar betul betapa berharganya hidup ini.

Ternyata filsafat bukan hanya sekedar membaca elegi, fisafat bukanlah sekedar menghafal tokoh-tokoh,. Filsafat bukanlah sekedar mata kuliah yang harus aku tempuh di bangku kuliah. Filsafat adalah sebuah pelajaran hidup karena filsafat mampu menjadi guru di dalam hidupku.

Di setiap segi kehidupan pasti ada filsafat karena hidup adalah berfilsafat. Di dalam filsafat pasti ada kehidupan karena filsafat adalah hidup. Di setiap nafas dan kehidupanku pasti ada sebuah filsafat hidup. Walaupun tinggal beberapa minggu lagi aku belajar filsafat di kampusku tetapi aku masih bisa menemukan DIA di setiap sisi kehidupanku. Setiap saat aku masih bisa berfilsafat.

13 comments:

ARIF MU'NANDA'R said...

terjadi kekacauan sudut pandang, antara matematika yang tidak ada hudungannya dengan filsafat,padahal sangat erat kaitannya.
(mungkin) entah bagaimana tanggapan yang lain ...

Dr. Marsigit, M.A said...

Hebat engkau Arif Munandar...engkau telah menemukan jargon itu. Tetapi jika aku memikirkan jargon dalam arti sedalam dalamnya dan seluas luasnya, maka menurutku semua kata-kata dari Meina Berlianti itu adalah jargon bagi orang lain yang belum memahaminya. Itulah bahayanya seperti apa yang engkau lakukan. Padahal engkau telah melakukannya yang terbaik. Kebenaran dan kepastian akan kata-katamu itu adalah untuk dirimu sendiri. Padahal bagi orang lain bisa saja kata-kata itu adalah jargon. Lebih bahaya lagi jika engkau memaksakan kata-kata yang engkau anggap jelas kemudian digunakan sebagai kebijakanmu menentukan sifat atau nasib orang lain. Maka renungkanlah bahwa aku telah melakukan ekstensi makna jargon. Maka aku dapat mengatakan dan menemukan bahwa ternyata diriku, dirimu, dan diri subyek-subyek adalah jargon bagi para obyeknya. Maka renungkanlah. Ikutilah jargon-jargon selanjutnya agar kita saling asah. asih dan asuh. Amien.

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Arif Munandar...apa yang telah engkau lakukan dengan menemukan jargon itu menurutku adalah kagiatan lazim atau umum dilakukan orang-orang pada umumnya. Maka aku ingin mengajakmu memperoleh kedudukan istimewa sebagai orang yang telah lama belajar filsafat denganku. Maka apa yang aku sampaikan kepadamu terdahulu itu tidaklah lazim. Itulah menurutku bedanya filsafat dengan yang biasa. Dan memang salah satu ciri filsafat adalah radix (tuntas). Maka bisa direnungkan.

Yunanti_Nice said...

satu lagi kita hidup tak lepas dari filsafat…Jadi ingat apa yang dikatakan oleh Pak Marsigit bahwa..Jika seorang muslim berfilsafat pastilah dia akan menjadi muslim yang baik…seorang mahasiswa berfilsafat nantinya akan menjadi mahasiswa yang sukses, sukses dunia dan akhirat…amin. InsyaAllah

Yunanti_Nice said...

matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibandingkan ilmu2 lainnya. alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak eksperimentalis, tidak seperti biologi, kimia atau yang lain dan hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.

Yunanti_Nice said...

satu lagi kita hidup tak lepas dari filsafat…Jadi ingat apa yang dikatakan oleh Pak Marsigit bahwa..Jika seorang muslim berfilsafat pastilah dia akan menjadi muslim yang baik…seorang mahasiswa berfilsafat nantinya akan menjadi mahasiswa yang sukses, sukses dunia dan akhirat…amin. InsyaAllah

Yunanti_Nice said...

matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibandingkan ilmu2 lainnya. alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak eksperimentalis, tidak seperti biologi, kimia atau yang lain dan hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.

Anonymous said...

assalam...
pengakuan terhadap jargon merupakan hasil dari suatu usaha dalam menyelami dan meresapi sesuatu dengan istikomah dan bersungguh-sungguh. tanpa adanya sikap tersebut saya rasa seseorang tidak akan menyadari adanya jargon dalam dirinya.
wassalam...

betty wijayanti (06301241034)

Marsigit said...

Betty Wijayanti...aku terharu mendengar kesaksianmu yang terakhir. Karena kesaksianmu yang terakhir itu juga pertanda engkau sedang menyelami dan meresapi sesuatu dengan istikomah dan bersungguh-sungguh.

ERVINTA DEWI said...

assalamualaikum...

Kalau dapat dikatakan: Kebenaran dan kepastian akan kata-kata kita itu adalah untuk diri kita sendiri. Padahal bagi orang lain bisa saja kata-kata itu adalah jargon. Lebih bahaya lagi jika engkau memaksakan kata-kata yang engkau anggap jelas kemudian digunakan sebagai kebijakanmu menentukan sifat atau nasib orang lain. Lalu bagaimana dan dengan pendekatan seperti apa agar kita tidak memaksakan pemikiran kita, dan kebenaran yang kita maksud dalam pikiran kita bisa diterima orang lain? Bagaimana cara penyampaian kita pada beragamnya pemikiran? Kenapa ya pak rasanya setelah diamati keburukan sekali seseorang tidak bisa terbalas/tergantikan dengan sekali kebaikan juga? Bagaimana kita menyikapi kalau usaha kita memperbaiki diri dengan sungguh-sungguh, dengan niat tulus dan diiringi doa, tetapi justru kekurangan-kekurangan kita yang selalu diungkit-ungkit oleh orang-orang disekitar kita?

Marsigit said...

Ervinta..caranya adalah dengan MENTERJEMAHKAN DAN DITERJEMAHKAN.
Bacalah jawabanku terhadap pertanyaanmu yang lain. Bacalah jargon-jargon beserta jawaban saya pada yang lainnya. Semoga lekas memahami. Amien

Marsigit said...

Untuk Ervinta...jawabanku yang panjang lebar terhadap pertanyaanmu itu ada pada Selamat Datang Jargon, bacalah.

Luthfiana Fatmawati said...

Sama halnya seperti Meina, saya juga sependapat bahwa dalam belajar filsafat memang dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Setiap kata-katanya yang tersusun menjadi kalimat tidak selalu mudah untuk dipahami. Yang saya ingat dari apa yang telah disampaikan Bapak Marsigit dalam perkuliahan adalah bahwa "Bacalah elegi-elegi itu berkali-kali...karena membaca satu kali saja belum tentu langsung paham."