Tuesday, May 5, 2009

Elegi Konferensi Kebenaran

Oleh Marsigit

Kebenaran:
Tidaklah mudah menyampaikan kebenaran. Aku telah menyaksikan para logos bertengkar memperebutkan kebenaran. Tetapi kelihatannya, tidak hanya para logos saja yang memperebutkan kebenaran, para mitos juga tidak kalah seru dalam memperebutkan kebenaran. Sedangkan aku masih menyaksikan bahwa para hati pun ternyata saling memperebutkan kebenaran. Maka aku berketetapan akan memanggil mereka semua untuk menyampaikan pikirannya masing-masing. Wahai para mitos, logos, dan hati, dengan ini aku mengundangmu semua untuk hadir pada acara konferensi kebenaran yang akan segera aku laksanakan. Silahkan masing-masing darimu menyampaikan kebenaranmu masing-masing.

Mitos:
Wahai kebenaran, janganlah engkau berlagak paling benar di hadapanku. Ketahuilah bahwa aku adalah mitos yang ada dan yang mungkin ada. Macam dan jumlahku adalah banyak tak terhingga. Aku meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka pada saatnya satu atau beberapa dari kami juga akan datang menemuimu. Aku selalu berusaha menghalangi para logos menemukan kebenaran. Aku tidak ikhlas jika para logos itu menemukan kebenaran yang sebenarnya. Maka aku berusaha agar para logos itu berhenti dalam usahanya itu. Karena jika para logos masih berusaha mencari kebenaran itu maka mereka akan tetap menjadi logos. Aku ingin agar mereka pada akhirnya juga menjadi mitos-mitos sepertiku. Itulah sebenar-benar benar bagiku. Bagiku benar adalah jika para logos itu telah menjadi mitos. Sahabatku adalah para fatamorgana.

Logos:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku menyadari bahwa diriku itu banyak dan bermacam-macam. Aku meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka pada saatnya satu atau beberapa dari kami juga akan datang menemuimu. Aku selalu berusaha menghindari bertemu dengan mitos. Aku benar-benar takut dengan perilaku mitos. Maka aku selalu berusaha agar aku bisa menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Jika aku berhenti berusaha, maka para mitos telah mengancamku akan memangsaku semua. Itulah sebenar-benar benar bagiku. Bagiku benar adalah jika aku tetap berusaha mencari kebenaran.

Hati:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah satu. Di dalam diriku yang satu itulah terdapat banyak. Maka aku meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka pada saatnya satu atau beberapa dari kami juga akan datang menemuimu. Aku selalu berusaha membersihkan hatiku. Aku benar-benar takut dengan penyakitku. Penyakitku adalah kotoran-kotoranku. Aku selalu berusaha membersihkan kotoran-kotoran atau penyakit hatiku. Tetapi aku menyadari bahwa penyakit hatiku itu sangatlah banyak. Penyakit hatiku itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Salah satu penyakit hatiku adalah godaan seekor syaitan. Padahal aku juga tahu bahwa syaitan itu banyak sekali. Syaitan itu juga meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Tiadalah daya dan upayaku mengusir para syaitan itu dari hatiku, kecuali atas bantuan tuhanku Allah SWT. Amien. Itulah sebenar-benar benar bagiku, yaitu bagaimana aku atas pertolongan Tuhan ku, aku bisa selalu membersihkan hatiku dari penyakit-penyakit hatiku.

Korespondensi:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran fakta. Fungsiku adalah menghubungkan pikiran dengan dunia fakta. Aku dikatakan benar jika pikiranku sesuai faktanya. Bagiku dunia itu adalah kenyataan. Dia adalah fakta. Bagiku 2+3 adalah 5. Itu adalah sebenar-benar kebenaran korespondensi karena aku dapat mengambil 2 batu kemudian mengambil 3 lagi batu, kemudian aku menghitung banyaknya perolehan batuku itu. Maka aku menemukan fakta bahwa 2+3 sama dengan 5. Maka kebenaran adalah fakta. Padalah aku tahu fakta itu banyak sekali. Mereka itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka mereka dapat mengetahui kebenaranku dengan pengelihatannya, pendengarannya, dan panca inderanya. Maka para logos itu adalah teman-temanku.

Koherensi:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran koherensi. Aku berdomisili di dalam pikiran manusia. Fungsiku adalah menjaga konsistensi atau komitmen atau janji-jani atau kesepakatan. Bagiku benar adalah konsisten atau komit atau menjaga kesepakatan. Aku tidak harus sesuai dengan faktanya. Bagiku 2+ 3 adalah 5. Itu adalah kebenaran koherensi karena aku dapat membuktikannya. Aku juga dapat dikatak sebagai kebenaran logika atau kebenaran matematika. Maka kebenaran adalah konsisten atau komit atau menjaga kesepakatan. Maka aku itu meliputi semua konsistensi atau komitmen atau janji-jani atau kesepakatan dari yang ada dan yang mungkin ada. Mereka dapat mengetahui kebenaranku dengan menggunakan akal pikirannya dan logikanya. Maka para logos itu adalah teman-temanku.

Relatif:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran relatif. Fungsiku adalah melayani individu-individu atau kelompok-kelompok. Maka kebenaran relatif itu dapat berupa kebenaran individu atau kebenaran kelompok. Aku juga boleh engkau katakan sebagai kebenaran subyektif. Kebenaranku tergantung pada individu-individu, kelompok ataupun konteks-konteksnya. Aku tahu bahwa dirimu itu sangatlah banyak. Yang relatif itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka kebenaran relatif itu tergantung orang, pikirannya, persepsinya, perasaannya, tujuannya, budayanya, kebiasaanya, ..dst.

Absolut:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran absolut. Orang dapat mengatakan aku juga sebagai kebenaran keyakinan. Maka tempat tinggalku adalah dalam hatiku. Kebenaran absolut itu banyaknya adalah satu. Maka kebenaran absolut itu adalah satu untuk semua yang ada dan yang mungkin ada. Kebenaran absolut itulah kebenaran Allah SWT. Aku dapat menggapai kebenaran absolut itu hanya dengan hatiku atas pertolongan Nya.

Manfaat:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran manfaat. Aku tahu bahwa aku kurang dikenal dan aku juga tahu bahwa aku tidaklah populer. Tetapi sebagian orang telah menggunakanku. Aku juga di sebut sebagai kebenaran pragmatis atau utilitarian. Benar bagiku adalah jika membawa manfaat bagiku. Padahal aku tahu bahwa diriku itu sangat banyak. Maka benar begiku adalah manfaat dari yang ada dan yang mungkin ada.

Persepsi:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran persepsi. Sesuatu itu benar jika sesuai dengan persepsiku. Aku melihat hijau maka yang benar adalah hijau. Aku tahu bahwa diriku itu banyak sekali. Persepsiku itu meliputi persepsi tentang yang ada dan yang mungkin ada.

KUASA:
Wahai kebenaran, terimakasih engkau telah memberi kesempatan kepadaku. Aku adalah salah satu dari sekian banyak sifatmu. Aku adalah kebenaran kuasa. Sesuatu itu benar jika sesuai dengan kekuasaanku. Jika tidaklah sesuai dengan kuasaku maka sesuatu itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar. Padahal engkau tahu bahwa kuasaku itu bisa tentang yang ada dan yang mungkin ada. Maka kebenaran kekuasaan jumlahnya ada banyak sekali. Teman-temanku adalah kuasa-kuasa yang lain yang berada dibawah kekuasaanku. Barang siapa tidak sesuai dengan kuasaku maka tidaklah benar dia bagi diriku.

19 comments:

Ika Septiana said...

Ada banyak macam dan sifat kebenaran. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat kebenaran. Bahkan mitos pun menganggap dirinya benar ketika logos tak menemukan kebenarannya. Masing - masing dari kita mungkin sering menganggap dirinya paling benar seperti percakapan pada elegi ini. Sehingga kebenaran hanya dipandang dari satu sisi dan obyektif(benar jika sesuai dengan persepsi kita). Namun demikian hanya ada satu kebenaran yang mutlak (absolut) yaitu kebenaran dari Allah SWT.

Apiep Atul said...
This comment has been removed by the author.
Apiep Atul said...

Seperti yang telah ditulis oleh saudari Ika septiana, kebenaran kadang dipandang obyektif saja,

Disini, saya pun demikian. Contohnya saat keinginan hati saya bertolak belakang dengan suatu kebenaran yang hakiki, ingin sekali rasanya membenarkan apa yang menjadi keinginan hati saya, padahal saya tahu betul bahwa yang saya ingini itu tidaklah benar. Dan tak jarang pula saya terjebak dalam mitos,secara sadar...


Afifatul Muslikhah
06301241038
P mat reg 06

Apiep Atul said...
This comment has been removed by the author.
erma said...

Dalam hidupnya manusia selalu mencari kebenaran. Akan tetapi pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran setiap orang berbeda dan cenderung bersifat subyektif. Perlu kita ketahui bahwa kebenaran tidak cukup hanya diukur dengan rasio, kemauan individu, manfaat,dll.
karena kebenaran yang berasal dari pikiran manusia itu bersifat terbatas dan bisa berubah-rubah sesuai ruang dan waktu.Hanya kebenaran ALLahlah yang bersifat mutlak. Jadi, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia,termasuk kebenaran.

haris fadilah said...

mitos dalam diri kita banyak tak terhingga bersemayam di hati,pikiran dan seluruh sel-sel di badan kita.Mungkin satu mitos bisa kita tundukkan,tapi mitos2 yang lain akan bermunculan dengan slogan-slogan dan propoganda ampuh mereka mempengaruhi kita untuk melakukan sesuatu sesuai yang mitos inginkan.Kebenaran datang di hati kita,tapi itu tidak cukup.Kebenaran relatif tergantung dari sudut mana kita melihat.Mungkin mitos bisa manjadi sebuah kebenaran mungkin juga kebenaran bisa menjadi mitos.Di sini hati nurani kita yang akan berperan untuk memilah-milahnya.Mungkin orang lain,bahkan diri kita sendiri bisa tertipu.Tapi mampukah kita menipu hati kecil kita sendiri?tidak akan ada yang mampu.Dan suatu kebenaran yang mutlak adalah kebenaran dari TUHAN YME

nurwastiyana said...

assalamualikum...

Kebenaran yang paling mutlak di dunia ini adalah kebenaran dari Allah swt.
Selama ini kita sering menganggap benar akan banyak hal dan menyakininya.
apakah kebenaran yang selama ini kita yakini selain keyakinan kita kepada Allah adalah suatu kebenaran relatif dan dapat menjelma menjadi sebuah mitos jika kita terus meyakini hal tersebut?
mohon penjelasannya.
terimakasih.

Nurwastiyana
P.matR06
06301241043

yanuar pmr'06 said...

asssalamualaikum Pak...
AMAZING...
saya hanya ingin membatasi sebagai olah pikir, bukan sebagai kebenaran mutlak, karena kebenaran mutlak jelas dan tak dapat diragukan karena hanya dimiliki oleh Sang Khalik yaitu Allah SWt dan Rosulnya yang di tulis dalam alquran...
di dunia ini jelas tidak ada yang sempurna jika di tinjau dari segi keeksistansinya. Apapun. bahkan olah pikirpun demikian, itu artinya kita hanya bisa berusaha menggapai kesempurnaan itu, demikian halnya dengan masalah kebenaran,maka kta hanya bisa berusaha menggapai kebenaran tersebut. kebenaran ilmu pengetahuanpun demikian. ilmu pengetahuan disusun dari pengetahuan dengan menggunakan apa yang dinamakan metode ilmiah,jika kita lihat metode ilmiahpun perlu dibuktikan,kenapa harus menggunakn metode ilmiah?apakah diluar sana masih ada metode lain yang lebih akurat?suatu gagasan yang bijak dari filsuf Imanuel Kant yaitu dengan kombinasi pendekatan deduktif dan induktif(metode ilmiah)dalam memutuskan suatu keputusan melalui penyimpulan-penyimpulan premisnya yang pada akhirnya untuk mencapai kebenaranpun masih di ragukan dan di buktikan,mengingat adanya pertentangan2x yang terjadi.kaum empiris manganggap kebenaran yang diperoleh secara intuitif masih diragukan karena tidak dapat di buktikan secara ilmiah, demikian pula kaum rasionalis yang menganggap kebenaran yang diperoleh melalui pengalaman belum tentu benar, mengingat indra manusia bisa melakukan kesalahan misalnya sebuah tongkat kayu lurus yang dimasukkan dalam air akan terlihat bengkok,apakah dapat dipertanggungjawabkan?jadi menurut saya kebenaran ilmu pengetahuan tidaklah sebagai absolut..hanya berdasarkan keputusan bersama..jadi apakah ada usaha menggapai kebenaran yang lebih akuratsecara ilmiah? jka ada mungkinkah dibuktikan? sekali lagi ini hanya olah pikir,bukan sebagai kebenaran mutlak karena kebenaran mutlak hanya dari Sang Khalik...inilah batas pikiranku..
yanuar hardi

Rossa Kristiana said...

Yang saya yakini kebenaran yang hakiki yaitu kebenaran akan adanya Allah s.w.t
Tapi mengapa saya sering merasa sebuah kontradiksi akan suatu kebenaran itu sendiri karena terkadang jika kita memandang dari salah satu sisi itu benar tepi bagaiman jika kebenaran tersebut dihadapkan pada sudut pandang yang berbeda dan mungkin menurut sudut pandang tersebut bernilai salah, lalu apa pendapat Bapak?

ERVINTA DEWI said...

asalamualaikum..

sebenarnya saya tidak berani berpendapat mengennai kebenaran karena saya sendiri masih berupaya menggapai benar...

Tapi buat teman-teman yang mau belajar sedikit tentang contoh nyata belajar klebenaran, persepsi sederhana silakan kunjungi blog saya meski sudah saya postingkan bulan maret lalu dengan judul "Belajar kebenaran dari Logika Matematika sederhana". tetapi perlu dicatat, bahwa sebenarnya hal tersebut sungguh sederhana dan mungkin rekan sekalian dapat membuatnya, hanya saja mungkin tidak sempat terpikirkan karena kesibukan keseharian. Terimakasih...

ERVINTA DEWI said...

Asalamualaikum...

Saya cukup tertarik membaca tulisan ini. Sempat saya jadi terinspirasi menceritakan pengalaman saya baik secara langsung maupun yang dialami teman saya untuk sekadar contoh kecil yang sederhana.

Dari sini dan sedikit pengalaman yang telah membawa saya untuk memahami elegi ini, saya hanya dapat menyampaikan bahwa sebenarnya untuk menggapai kebenaran kita memerlukan kesadaran dan pemahan yang berimbang antara mitos,logos,hati, korespondensi, koherensi, relatif, absolut, manfaat, persepsi, kuasa dan Iman (Batasan Agama yang kita yakini sebagai kebenaran tertinggi). Karena untuk mengatakan kebenaran seutuhnya tidaklah mudah. Maka sementara ini yang ada di dunia ini tentang kebenaran ilmu adalah kebenaran yang dianggap benar dengan adanya kesepakatan melalui pembuktian yang dilakukan secara sistematis oleh para ahli yang sejauh ini belum terbantahkan berarti dianggap benar bukan? Bukankah dulunya rumusan Darwin tentang evolusi, teori Mark tentang asal mula makhluk hidup juga dianggap benar pada zamannya? Namun seiring dengan bertambah majuny iptek dan kemampuan berpikir manusia yang berlandaskan Agama sebagai kebenaran sejati teori-teori tersebut akhirnya terbantahkan?? beberapa Prostulat Euclid (dalam sejarah matematika dan Sistem-sistem Geometri)bukankah sudah dapat dibuktikan dan terbantahkan oleh perkembangan ilmu yang baru?? seperti itulah gambaran singkat kebenaran sederhana yang dapat saya sampaikan..

Kemudian... Bukankah kalau kita mengikuti logos terus menerus yang tidak selalu puas dan mencari kebenaran-kebenaran tanpa ujung sampai melampaui batas pemikiran manusia dan mempertanyakan atau menyangsikan "Agama" itulah juga BUKAN KEBENARAN?? JAdi berhati-hatilah, jangan juga sampai termakan logos, tapi kalau kita stagnat terhadap mitos itu juga akan membuat kita tumpul, kalau berpegang dengan hati, kita sebagai manusia bukan makhluk suci yang bisa benar-benar bersih hatinya tanpa kuasa dan bantuan Tuhan YME. Relatif, bukannya dalam fisika hukum relatifitas itu juga berlaku dan itu benar kan?? banyak sudut pandang dalam sebuah hal itu, dan selanjutnya mungkin teman-teman juga sebenarnya sudah paham. Makanya Kesemuanya tadi harus kita pahami dan kita berusaha menggapai kebenaran dengan menjaga keseimbangan kesemuanya dan beracu pada kebenaran Tertinggi yang absolut yaitu Tuhan YME sebagai batasan arah pemikiran kita seperti Alquran yang dalam kandungan dan isinya tidak termakan zaman dan selalu sesuai dengan perkembangan zaman.

ehm... tetapi kebenaran itu juga sesuatu yang 5tidak dapat didefinisikan dengan mudahnya dengan "kebenaran adalah..." kalau bisa demikian itulah kebenaran dalam bahasa saja, tetapi kebenaran yang sejati itulah yang harus kita gapai...kita renungkan kembali dan tidak apa juga sekali kita belajar dari pengalaman beberapa kesalahpahaman kita dengan teman atu orang dulu sebagai bahan instropeksi sederhana...

Terima kasih....

ARIF MU'NANDA'R said...

apapun itu.kebenaran tetaplah sebuah kebenaran.ada yang dapat dibuktikan, namum tak jarang hanya patut kita percayai saja. kebenaran adalah suatu nilai. sedangkan kebenaran yang dinilai manusia hampir selalu relatif. ini pun sebuah persepsi mengenai kebenaran

Anonymous said...

Assalamu'alaikum
Maaf pak selama ini kurang berpartisipasi dalam perbincangan pola pikir dalam blog bapak.
Memang begitulah salah satu tugas manusia di dunia ini, memutuskan kebenaran suatu pernyataan. Dalam memutuskan kebenaran tersebut dapat ditempuh dengan beberapa aspek yang telah bapak Marsigit tuliskan. Entah keputusan itu ditarik dengan mitos, logos, hati, korespondensi,dan sebagainya atau bahkan dengan beberapa aspek yang mungkin belum pak Marsigit sebutkan. Semakin banyak aspek yang dipertimbangkan semakin banyak pula kemungkinan keputusan itu benar.
Walaupun sebenar-benarnya tidak ada kebenaran yang mutlak. Kebenaran yang mutlak hanya milik-NYA semata.
Wassalam...

Betty Wijayanti
Pend. Matematika R '06 (06301241034)

Dini Wirianti, S.Pd::Graduate student::LTA::09706251003 said...

Manusia tidak memiliki benar yang sebenar-benarnya, sebab kebenaran yang absolut hanyalah milik Tuhan. Setinggi-tingginya logika, kebenaran tertinggi tetap ada pada Allah sang Pencipta manusia. Dengan hati manusia dan bantuan petunjuk dari Tuhan, maka manusia dapat meraba kebenaran itu.

vivin riyani (lt kls a) said...

Vivin Riyani
PPS LT A (09706251017)
Elegi konferensi kebenaran
Ass. Kebenaran adalah fakta dan dapat dibuktikan kebenarannya, kita dapat mengatakan kebenaran sesuai dengan fakta yang kita lihat dengan panca indera. sesungguhnya kebenaran itu ada karena ada kesalahan, tanpa ada kesalahan tidak ada kebenaran. Sedangkan untuk mencari kebenaran tidak berarti menghindari yang salah. Maka hendaklah kepada kita untuk selalu ada dijalan kebenaran yaitu di jalan ALLAH SWT dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya agar selalu dilimpahkan Rahmat dan KarunianNya Amie.....

Anonymous said...

Assalamualaikum,

Sungguh sangat seru ya konferensi kebenaran yang sedang berlangsung.smua menginginkan menjadi benar,smua tidak ada yang tidak mau tidak benar,smua pingin benar.
Berbicara soal benar...kita tidak bisa mengklaim diri kita benar dan orang lain salah.karena kebenaran didunia bersifat sementara.kebenaran didunia bisa kita ukur berapa beratnya?berapa harganya?berapa jumlahnya?berapa prosentasenya?namun kebenaran di akhirat cukup 1 jawabannya yaitu selamanya.
Kita tidak perlu mengukur kebenaran kita dan kebenaran oranglain,namun tetaplah teguh pada mencari kebenaran yang hakiki,kebenaran yang bersumber pada ALLAH.Kebenaran ALLAH itu yang sebenar benarnya.mari kita jalani hidup ini dijalan yg benar,menuju arah yang benar dan mendapatkan hasil yang benar yaitu ALLAH Penciptaku.semoga kita menjadi manusia yg benar dihadapan ALLOH.amin...
Smua itu hanya pandangan saya Pak,menurut Bapak bagaimana?
Wasalamualaikum,

KRISDIYANTO (04410134) Jur.Pend.matematika
univ.PGRI Yogyakarta

jemiro said...

sebuah kebenaran, sesuatu yang tidak dapat dijustify satu! berbeda dalam satu sudut pandang dengan sudut pandang yang lain :D

Unknown said...

Assalamu'alikum guru pikiranku:
Komentar:
Hakekat:
Kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan Penguasa Jagat Raya, Dialah yang memiliki kebenaran yang hakiki. Dalam perkembangannya kebenaran yang diilhamkan pada manusia berkat akal, pikiran yang dianugerahkan Allah kepada manusia munculkan sekte-sekte kebenaran berdasarkan kemampuan logosnya untuk memahami percikan kebenaran yang diturunkan. Lahirlah kebenaran yang mengagungkan fakta/kenyataan, lahirlah kebenaran yang mengagungkan kesepakatan bersama, lahirlah kebenaran yang mengagungkan perasaan jika ada manfaat bagi dirinya itulah yang dianggap benar, lahirlah kebenaran berdasarkan persepsi kelompok atau perorangan, lahirlah kebenaran berdasarkan kekuasaan, semua itu benar jika kajiannya berdasarkan secuil logos yang diterima sesuai takaran pikirannya, manusia yang sadar tetap akan selalu member rasa hormat pada tuannya yaitu kebenaran hakiki (absolute) yang bersumber dari yang menciptakan kebenaran itu yaitu Allah SWT, bagaimanapun kebenaran yang diakui yang tidak berpatokan pada kebenaran Tuhan bagaikan orang buta yang bercerita tentang gajah, pada saat yang sama beberapa orang buta dilepas di kandang gajah hanya diberi waktu “sekejap” untuk menceritakan tentang gajah, sebagian ada yang percaya diri kembali ke posisi semula dengan bahasa yang meyakinkan dan dalil-dalil ilmiah dia bercerita, aku yakin gajah itu seperti ular karena dia pegang ekornya, aku yakin gajah seperti pohon kelapa karena dia pegang kakinya, …..sampai bahkan aku yakin gajah seperti rambut karena dia menyentuh bulu-bulunya, dan aku yakin gajah sangat bau karena dia terjatuh tersungkur di atas kotoran gajah. Begitulah manusia memandang kebenaran, apa yang disampaikan itu memang benar tapi baru bagian terkecil dari kebenaran yang sesungguhnya, itulah kebenaran Allah SWT.
Metode;
Perlu wawasan yang luas untuk memahami kebenaran, perlu sabar, ikhlas dan tulus mengakui ada kebenaran lain dari kebenaran yang kita yakini. Tanamkan keyakinan bahwa kebenaran yang kita yakini hanyalah bagian terkecil dari kebenaran yang ada. Perlu sadar bahwa kita bukanlah yang paling benar sehingga lambat laun kita juga bisa menghormati kebenaran lain. Dan hanya kebenaran Tuhan yang tidak pernah berubah.

Manfaat:
Kita akan selalu sadar sehingga setiap tutur kata, perilaku selalu tertata, terjaga dari kesombongan karena kita selalu merasa bagian dari kebenaran Tuhan. Selama itu bersumber dari kebenaran Tuhan, kita tetap harus mengakui karena kebenaran lain mungkin menggunakan cara pandang lain memahami kebenaran yang sebenarnya (Tuhan).

Unknown said...

Assalamu'alikum Guru Pikiranku
Komentar:
Hakekat:
Kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan Penguasa Jagat Raya, Dialah yang memiliki kebenaran yang hakiki. Dalam perkembangannya kebenaran yang diilhamkan pada manusia berkat akal, pikiran yang dianugerahkan Allah kepada manusia munculkan sekte-sekte kebenaran berdasarkan kemampuan logosnya untuk memahami percikan kebenaran yang diturunkan. Lahirlah kebenaran yang mengagungkan fakta/kenyataan, lahirlah kebenaran yang mengagungkan kesepakatan bersama, lahirlah kebenaran yang mengagungkan perasaan jika ada manfaat bagi dirinya itulah yang dianggap benar, lahirlah kebenaran berdasarkan persepsi kelompok atau perorangan, lahirlah kebenaran berdasarkan kekuasaan, semua itu benar jika kajiannya berdasarkan secuil logos yang diterima sesuai takaran pikirannya, manusia yang sadar tetap akan selalu member rasa hormat pada tuannya yaitu kebenaran hakiki (absolute) yang bersumber dari yang menciptakan kebenaran itu yaitu Allah SWT, bagaimanapun kebenaran yang diakui yang tidak berpatokan pada kebenaran Tuhan bagaikan orang buta yang bercerita tentang gajah, pada saat yang sama beberapa orang buta dilepas di kandang gajah hanya diberi waktu “sekejap” untuk menceritakan tentang gajah, sebagian ada yang percaya diri kembali ke posisi semula dengan bahasa yang meyakinkan dan dalil-dalil ilmiah dia bercerita, aku yakin gajah itu seperti ular karena dia pegang ekornya, aku yakin gajah seperti pohon kelapa karena dia pegang kakinya, …..sampai bahkan aku yakin gajah seperti rambut karena dia menyentuh bulu-bulunya, dan aku yakin gajah sangat bau karena dia terjatuh tersungkur di atas kotoran gajah. Begitulah manusia memandang kebenaran, apa yang disampaikan itu memang benar tapi baru bagian terkecil dari kebenaran yang sesungguhnya, itulah kebenaran Allah SWT.
Metode;
Perlu wawasan yang luas untuk memahami kebenaran, perlu sabar, ikhlas dan tulus mengakui ada kebenaran lain dari kebenaran yang kita yakini. Tanamkan keyakinan bahwa kebenaran yang kita yakini hanyalah bagian terkecil dari kebenaran yang ada. Perlu sadar bahwa kita bukanlah yang paling benar sehingga lambat laun kita juga bisa menghormati kebenaran lain. Dan hanya kebenaran Tuhan yang tidak pernah berubah.

Manfaat:
Kita akan selalu sadar sehingga setiap tutur kata, perilaku selalu tertata, terjaga dari kesombongan karena kita selalu merasa bagian dari kebenaran Tuhan. Selama itu bersumber dari kebenaran Tuhan, kita tetap harus mengakui karena kebenaran lain mungkin menggunakan cara pandang lain memahami kebenaran yang sebenarnya (Tuhan).