Sunday, May 3, 2009

Elegi Pemberontakan Para Logos

Oleh Marsigit

Hati:
Aku sedang menyaksikan para logos mulai beraktivitas. Beberapa diantara mereka beraktivitas sesuai batas-batasnya, tetapi aku melihat sebagian diantara mereka mulai melampaui batas-batasnya. Aku ingin mengetahui apa sebetulnya yang terjadi pada logos-logos itu. Wahai para logos, apakah yang terjadi pada dirimu sehingga engkau kelihatan gelisah serta ada diantara engkau malah beraktivitas melampaui batas-batasmu.

Logos1:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah dirimu. Maka engkaulah, yaitu engkau hati, sebenar-benar merupakan tantanganku. Aku merasa tertantang untuk mengetahui semua relung hatiku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti hatiku. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos2:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah irrasional. Maka irrasional adalah sebenar-benar merupakan tantanganku. Aku merasa tertantang untuk mengetahui semua yang irrasional, walaupun aku tahu bahwa irrasional itu tidak rasional. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang irrasional. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos3:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah ghaib. Maka ghaib adalah sebenar-benar merupakan tantanganku. Ketika aku menginginkan bertemu dengan ghaib maka dia itu tidak mau memunculkan diri. Padahal aku ingin mengetahui semuanya tentang yang ghaib itu.Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti yang ghaib. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos4:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah mimpi. Maka engkaulah mimpi itulah sebenar-benar merupakan tantanganku. Aku ingin mengetahui semua mimpi. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti mimpiku. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos5:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah awal. Maka awal sebenar-benar merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti awal. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos6:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah akhir. Maka akhir itulah sebenar-benar merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang akhir. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos7:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya jauh tak hingga. Maka jauh tak hingga merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang jauh tak hingga. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos8:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya dekat tak hingga. Maka dekat tak hingga merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti dekat tak hingga. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos9:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah diriku . Maka diriku merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang diriku sendiri. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos10:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah noumena . Maka noumena merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang noumena. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.
Logos11:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah dibalik penampakan. Maka dibalik penampakan merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang dibalik penampakan. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos 12:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah nasib. Maka nasib merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang nasib. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Logos13:
Wahai hati, ketahuilah bahwa aku telah banyak berjuang. Perjuanganku itu tidak main-main. Aku telah berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos. Setelah aku berhasil mengalahkan banyak mitos-mitos, maka aku merasa energiku semakin kuat. Aku bahkan merasakan bahwa energiku itu melimpah. Tetapi aku masih mempunyai tantangan. Sedangkan tantanganku sebenarnya adalah arwah. Maka arwah merupakan tantanganku. Kenapa selama ini engkau membuat mitos bahwa aku itu tidak bisa mengerti tentang arwah. Itulah mengapa aku memberontak terhadapmu.

Hati:
Cukup...cukup. Wahai para logos. Rupa-rupanya engkau semua telah lancang terhadapku. Engkau telah menyalah gunakan kepercayaanku terhadapmu. Bahkan sebagian darimu telah melakukan hal-hal di luar batas-batasmu. Maka sebenar-benar dirimu semua aku kutuk. Terkutuklah engkau semua. Engkau semua sebenar-benarnya bukanlah logos. Engkau semua adalah mitos-mitos. Ketahuilah bahwa hatiku selalu waspada mengamati gerak-gerikmu. Engkau semua telah menjelma menjadi mitos, dikarenakan kesombonganmu akan gelarmu selama ini sebagai logos. Aku benar-benar menyesal telah memanjakanmu semua. Maka sekali lagi, tidak adalah logos-logos itu di hadapanku. Yang ada di hadapanku semua itu adalah mitos.mitos. Dengarkanlah wahai semua mitos-mitos, lihatlah diriku. Aku sekarang ini sedang marah besar terhadapmu semua. Dan sekaranglah saatnya aku harus mengambil sikap tegas terhadapmu. Maka enyahlah semua dari hadapanku. Aku tidak sudi bergaul dan berkomunikasi denganmu. Enyahlah...enyahlah segera.

Para mitos (jelmaan logos):
Wahaha..haha. Ketahuilah engkau yang mengaku sebagai hatiku. Kuman disebarang lautan tampak, sedangkan gajah di pelupuk mata tidaklah tampak. Aku juga tidak lagi mempercayaimu. Ketahuilah bahwa engkau juga telah membuktikan di hadapanku, bahwa engkau itu sebenarnya bukanlah hatiku yang sebenarnya. Dengan kemarahanmu itu, maka telah masuklah ke dalam dirimu seekor syaitan. Maka tiadalah dirimu itu, kecuali sebuah hati yang telah berubah menjadi seekor syaitan. Maka dengarkanlah wahai syaitan. “Dengarkanlah wahai syaitan, lihatlah diriku. Aku sekarang ini sedang marah besar terhadapmu semua. Dan sekaranglah saatnya aku harus mengambil sikap tegas terhadapmu. Maka enyahlah engkau dari hadapanku. Aku tidak sudi bergaul dan berkomunikasi denganmu. Enyahlah...enyahlah segera”.
Wahaha..haha. Kenapa engkau kelihatan pucat pasi, padahal kalimatku yang terakhir itu hanya pura-pura. Aku sebetulnya hanya menirukan gayamu saja. Maka munafiklah engkau syaitan. Wahai syaitan, ketahuilah bahwa tidaklah pada tempatnya bahwa syaitan itu bermusuhan dengan mitos-mitos. Menurutku, antara syaitan dengan mitos itu pastilah harus bekerja sama. Maka renungkanlah. Renungkanlah kembali sebelum engkau menyesal dikemudian hari.

Syaitan (jelmaan hati):
Wah ..maafkan wahai para mitos. Aku tidak menyangka kalau telah bertemu dengan sahabat sejatiku. Engkau para mitos itu adalah sahabat sejatiku. Maka tiadalah aku akan bertindak semena-mena terhadap dirimu itu. Sekali lagi maafkanlah.

Akar rumput:
Aku sedang menyaksikan kejadian luar biasa. Ada orang tengah sombongnya berjalan di muka bumi. Setelah aku amati, ternyata dia adalah para mitos dan sahabatnya, syaitan. Ya Tuhan, ampunilah diriku. Ampunilah dosa-dosa orang yang telah berbuat dhalim di muka dunia ini. Tiadalah daya upayaku, kecuali hanyalah diri Mu yang mampu menghancurkan syaitan-syaitan itu.

Syaitan dan mitos:
Oauit...kenapa kakiku ini. Aneh pula kakiku ini. Tidak ada sebab, kenapa kakiku kemasukkan duri. Ak lihat jalannya lurus dan bersih. Oauit...terasa sakit sekali. Wahai mitos, kenapa kaki kita kemasukkan duri dan dari mana duri itu?

Mitos:
Maafkanlah syaitan, aku sekarang bukan menjadi logos lagi. Aku telah engkau kutuk menjadi mitos. Maka aku tidak lagi bisa berpikir kritis. Maka maafkanlah aku. Karena aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Aku merasa malu sekali mengapa hanya persoalan sepele seperti ini aku tidak bisa memikirkan. Kenapa aku tidak tahu asal usul duri ini. Padahal sebelum engkau kutuk aku telah sesumbar dan menantang dan memberontak terhadap hati bahwa aku ingin menantang semuanya yang ada dan yang mungkin ada sampai batas pikiranku. Sekali lagi maafkan aku. Aku tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Aku betul-betul menyesal telah berbuat dholim di muka bumi ini. Maka wahai hatiku maafkanlah diriku.

Hati (setelah syaitan menghilang):
Iba rasa hatiku wahai saudaraku. Wahai engkau logos-logosku. Aku telah menyaksikan engkau telah kembali menghampiriku. Ingin menitikkan air mata rasanya diriku itu melihat engkau semua telah menyadari kesalahan-kesalahanmu. Demikian pula aku. Mohon maafkanlah diriku, karena aku juga telah terbawa emosi sehingga aku sempat dihampiri syaitan. Aku juga menyesal telah mengutukmu. Maka sebetul-betulnya hatiku adalah doaku, sedangkan hatiku itu adalah teman bagi logos-logosku yang mengetahui batas-batasnya. Marilah kita kembali menetapkan iman dan taqwa kita kepada Tuhan YME, dengan senantiasa selalu berdoa dan mohon ampun atas segala dosa-dosa kita. Semoga Tuhan mengabulkan semua doa-doa kami. Amien.

Orang tua berambut putih:
Aku telah menyaksikan semua kejadianmu itu. Aku ingin katakan bahwa aku tidak bisa berkata. Kalimat kontradiksiku itu merupakan lambang bagi kehadiranku, yaitu bahwa aku hadir walaupun tidak engkau panggil. Maka renungkanlah.

22 comments:

haris fadilah said...

mitos membatasi diri kita utuk berkembang.Kita telah lama dikuasai oleh mitos2 banyak mitos yang ada di dalam paradigma kita.Sebagai contoh jika kita melakukan pekerjaan antara 1 sampai 10 itu sudah cukup(itu mitos),10-20,20-35,dsb(itu juga mitos)akibatnya kita stuck dan tidak bisa berkembang.Saya pun dikuasai oleh mitos saya.mau terus dikuasai atau lepas itu pilihan kita.

Rossa Kristiana said...

Logos dan mitos, mungkin dua hal yang akan saling berkaitan.
Hal tersebut terjadi karena saat logos digunakan dengan tidak semestinya serta membuat seseorang sombong akan hal tersebut dan seseorang itu merasa dirinya teramat hebat dibanding yang lain serta merasa bahwa hanya dialah yang menguasai ilmu. Maka sebenar-benarnya itu hanyalah kesombongan belaka, dan saat itu pula ilmu yang slalu dibanggakan hanya menjadi sebuah mitos belaka, karena seseorang tersebut tidak mengakui adanya perubahan jaman dan teknologi serta ia hanya berdiam dengan kesombongan ilmu yang dimilikinya tanpa mempedulikan ilmu yang lainnya.
Sebaiknya adalah :
“kesederhanaan ilmu dapat mengungkap bahkan menyelesaikan masalah kehidupan yang cukup rumit”.


Rossa Kristiana
06301241040
Pend Mat ‘06

Luthfiana Fatmawati said...

Maaf,pak..
Saya belum comment lagi.
Saya hanya mau menyampaikan bahwa tugas "sejarah pemikiran para filsuf" sudah saya posting di blog saya.
Mohon masukan dari Bapak,,
Sebelumnya terima kasih.

Achira said...

Maaf pak sebelumnya....

Sebenarnya , saya belum paham dengan maksud dari kata "noumena"... Dari refrensi yang sempat saya buka menurut kant, noumena adalah sesuatu yang menyebabkan adanya entitas-entitas yang menyebabkan fenomena.... Mohon dijelaskan ya pak...

Namun secara keseluruhan dari elegi ini saya dapat mengambil kesimpulan bahwasanya mitos dan logos saling berkaitan. Dimana logos-logos yang berlebihan/ melampau batas akan dapat berubah menjadi mitos karena ternyata ia telah berubah kemurniannya sebagai logos...

Dr. Marsigit, M.A said...

Fithria Aisyah.. Kant membedakan yang ada itu dua macam yaitu noumena dan fenomena. Menurut Kant, manusia hanya dapat memikirkan fenomenanya saja.

Dr. Marsigit, M.A said...

Haris ya.. kelihatannya engkau telah memahami elegi ini.

Dr. Marsigit, M.A said...

Rossa Kristiana..."kesederhanaan ilmu" adalah puncak gunung es yang perlu di selami dasarnya pula.

ERVINTA DEWI said...

asalamualaikum..

ehm sepertinya saya masih harus membaca ulang elegi ini karena sedikitnya saya paham yang hendak bapak sampaikan, terlebih lagi tadi sudah dijelaskan. Tetapi entah kenapa sepertinya saya sering mendengar siratan maksud yang sama dengan ini jauh hari sebelumnya. Hanya saja bahasanya waktu itu lebih keperingatann kepada kita, tetapi aneh sekali rasanya saya tertahan untuk berkomentar mengenai ini. Dan masalah pemberontakan logos ini pun perlu kita renungkan kembali mengenai hakekat tetap dan perubahan.

Yang jelas, semua dari yang sudah koment pastilah sudah dapat memahami kekontradiksian kalimat bapak ini. Di sini pun kita juga harus meningkatkan olah pikir kita sembari membuka hati dan kesadaran kita akan luas, lebarnya tanpa batasan ilmu itu yang hanya milik Tuhan YME. Di sini sepertinya hanya lebih menekankan agar kita harus lebih waspada dengan tetap dan perubahan. Kita harus memahaminya jangan sampai kita berhenti berpikir, belajar dan tumpul karena terjebak oleh mitos kita, dan merasa apa yang tertuang dalam sini pun satu-satunya argumen yang benar. Karena sebenarnya masih banyak filsuf maupun orang yang ahli agama pun berpendapat. Tetapi disini justru kita diajak merenungkan pemikiran kita dan tidak mengabaikan banyaknya sudut pandang dan pemikiran lain yang jika kita renungkan kembali itu tidak salah.

HARYONO.S said...

Selamat pagi Pak.,
Dari Elegi Pemberontakan Logos saya jadi mengerti ternyata yang membatasi kita tidak hanya pikiran, tetapi hati juga membatasi kita.
Sehingga ketika hati sudah terkena pengaruh , maka akan terjadi pertentangan/pergumulan di dalam hati.
Sifat manusia yang tidak pernah puas. Akan membuat manusia terus berkembang. Tetapi ketika hati kita sudah menyatakan cukup, maka tentu saja kita akan berhenti untuk berkembang.
Sebelum hati memutuskan untuk berhenti, pastilah ada pergumulan berhenti atau terus.
Dalam kondisi ini, kita seharusnya meminta petunjuk kepada Tuhan bukan memutuskan sendiri.
Biarlah Tuhan yang memimpin ke mana kita harus melangkah. Walupun mungkin rencana Tuhan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Tetapi yakinlah bahwa rencana-Nya itu indah pada waktunya.

ARIF MU'NANDA'R said...

pak,mengapa akhir-akhir ini bapak sangat sering mengangkat tema mengenai mitos-logos dengan berbagai variasinya (termasuk patung filsafat)? apakah ini pertanda beberapa dari kami (ato mungkin saya pribadi) telah banyak melampaui batas etika berfikir... saya juga khawatir telah melampaui kewenangan. mohon jawabannya karena urusan hati ini 'mungkin' dapat mempengaruhi kadar keimanan seseorang terlepas dari agama apa orang itu.

nurwastiyana said...

Assalamualaikum...

Dari elegi ini saya ketahui bahwa dalam diri manusia terdapat mitos-mitos yang begitu banyaknya.Yang tanpa kita sadari akan terus berkembang jika kita tidak menyadari akan mitos-mitos itu sendiri.
hati yang bersih yang bebas dari kesombongan, emosi, dan sifat jelek adalah salah satu alat bagi kita mengendalikan mitos agar tidak terus berkembang.
Hati yang bersih adalah hati yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt.

Nurwastiyana
06301241043

Dr. Marsigit, M.A said...

Ervinta..aku menyaksikan kesaksianmu. Amien

Dr. Marsigit, M.A said...

Haryono...saya juga menyaksikan kesaksianmu. Amien

Dr. Marsigit, M.A said...

Arif Munandar...itulah salah satu usaha saya bagaimana memfasilitasi anda semua mempelajari filsafat. Aku telah menyaksikan dirimu semua telah lebih paham tentang mitos. Maka pemahamanmu tentang mitos itu sungguh berbeda dengan pemehamanmu sebelum engkau mengikuti kuliah ini. Jika sedari awal aku selalu mengajar-ajarkan tentang mitos maka aku khawatir engkau akan termakan pula oleh mitos itu.

Dr. Marsigit, M.A said...

Nurwastiyana..amien.

Anonymous said...

ya pak saya faham. namun alangkah baiknya pada kuliah besok dibahas ya.
terima kasih
\arif m

ERVINTA DEWI said...
This comment has been removed by the author.
ERVINTA DEWI said...

Sedikitnya saya mendapat dilema, yaitu kesadaran yang muncul setelah aku menulis filsafat. Sekiranya sering saya merasa kenapa tulisan yang saya tulis tereduksi pemikiran bapak semenjak belajar filasafat... Kemudian saya merenung dan berpikir sejenak, kemudian saya temukan mungkinkanh karena terlalu banyak membaca blog bapak dan saya kurang membaca referensi lain.
Sebenarnya sejujurnya sering kali tugas menulis makalah atau apa, ketika sudah membaca beberapa bacaan, pastilah makalah atau tulisan saya itu saya rasa tereduksi oleh pemikiran sumber tadi. Yang ingin saya tanyakan atau lebih tepatnya ingin dapat penegasan dari bapak, Bagaimana kita bisa benar-benar memunculkan pemikiran kita ketika kita membuat karya tulis, skripsi mungkin,etc.. agar kita tidak terjebak plagiatism karena sering kali terjadi kesepakatan antara pemikiran kita dan pemikiran sumber, dimana kita sering kali kesusahan membahasakan pemikiran kita itu.kenapa saya rasa sadar saja seringkali belum cukup untuk bisa membuat kita berani menuliskan karya yang benar2 bisa kita akui dan banggakan? meski cuma gaya(Style) penyampaian saja misal...Ehm, apakah batasan Wajar kita mengutarakan pemikiran kita dengan tereduksi pemikiran orang lain atau tokoh?Bagaimanakah kita bisa membedakan kita mengutip dan menjiplak? Karena sepertinya masih banyak orang yang salah persepsi mengenai hal semacam ini..
Terimakasih.

Marsigit said...

Ervinta...ilmu itu ibarat buah. Pohon yang mampu berbuah adalah pohon yang subur dan berpotensi. Ilmu itu juga berlapis-lapis sesuai tingkatan pemahaman dan pengalaman. Kebetulan saya mempunyai kesempatan mengembangan pemahaman filsafat. Tetapi usiaku jelas membedakan antara pengalamanmu dan pengalamanku. Sebenar-benar usaha menggapai ilmu adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Itu adalah hakekat membaca. Maka baca dan bacalah. Sedangkan pemikiranku tentang filsafat itu bukanlah kualitas primer, tetapi kualita sekunder, tertier atau lebih. Oleh karena itu maka elegiku itu dapat mengenai segala yang ada dan yang mungkin ada. Dan elegi-elegi itu merupakan refleksi terhadap yang ada dan yang mungkin ada dan direfleksikan dengan pengalamanku. Aku tahu anda mungkin mulai kecapaian mengikuti jejak langkahku. Dan itu adalah wajar. Tetapi yang jelas dapat engkau pahami adalah bahwa mengapa aku selalu produksi elegi-elegi? Karena aku tidak menghendaki aku maupun engkau itu berhenti. Ketika engkau aku ajak menyaksikan dan melantunkan bahwa dunia itu berubah, maka adalah bahaya menurut kaca mata filsafat bahwa engkau berhenti di situ, maka segera engkau aku ajak untuk memahami bahwa ada dunia yang tetap demikian seterusnya. Anda sudah berusaha melakukan yang terbaik, yaitu selalu membaca referensi yang lainnya, tetapi referensi yang eksplisit tentang elegiku itu sangatlah dicari padanannya karena referensi itu adalah kualitas primer. Anda juga kemudian mengetahui dan menyadari, apa yang aku pikir dan rasakan ketika aku pertama kali bertemu dengan anda semua, tentang filsafat? Tetapi aku sekarang telah melihatmu sebagai pohon-pohon muda yang mempunyai potensi untuk memberikan buah-buah yang melimpah di kemudian hari. Itulah salah satu kebanggaanku. Tetapi mohon maaf atas "ku", karena aku lebih bangga lagi jika engkau semua menunjukkan daya dirimu secara mandiri. Amien

Dini Wirianti, S.Pd::Graduate student::LTA::09706251003 said...

Manusia yang berilmu saja tidaklah cukup. Logika dan keliaran pikiran manusia akan membawa pada kesesatan. Untuk mengimbangi ilmu-ilmu yang dikuasainya, manusia hendaknya juga mengembangkan kepekaan hati dan keimannan pada TUHAN YME. Dialah sumber ilmu yang sejati dan setinggi-tingginya.

vivin riyani (lt kls a) said...

Vivin Riyani
PPS LT A (09706251017)
Elegi pemberontakan para logos
Ass. Sebenarnya apa bedanya logos dan mitos???bukankah mitos itu didalam islam dilarang termasuk syirik menyekutukan ALLAH, bukankah mitos identik dengan syaitan?

Unknown said...

Assalamu’alaikum guru dari pikiranku:
Hakekat:
Manusia banyak yang mengagungkan ilmu (logos) yang dimiliknya, seolah-oleh dia lupa bahwa di atas langit pasti ada langit yang tanpa batas (infinite), orang yang sobong dengan eksistensi dirinya saat ini seolah-olah dapat melakukan apa saja dan tau apa saja, manusia seperti itu sbnarnya adalah golongan lupa diri dan tidak tau diri, padahal Tuhan mengilhamkan/menurunkan ilmu Nya didunia ini hanyalah bagian terkecil dari perbendaharaan ilmu Tuhan, Contoh terkecil 0 bagi nol, 1 bagi nol, logos pasti akan geleng-gelengkan kepala karena tidak bisa menjawabnya, apalagi menjangkau hati, ghaib, tak hingga, ruh, nasib, yang awal, akhir, semuanya melainkan hanyalah sdikit yang dilintaskan pada pikiran yang diterjemahkan oleh para logos.
Metode:
Manusia perlu merenung hakikat dirinya, datang dalam keadaan kosong dan pulang pun dalam keadaan kosong bagaikan urutan angka 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 dan berakhir dengan 1 dan 0, perlu adanya refleksi dan evaluasi diri, dan mempelajari ciptaan Tuhan yang telah diilhamkan dalam pikiran yang diterjemahkan oleh logos, contoh tafakkurlah di depan ada pohon mangga, ada pohon jambu, pohon nangka dan pohon lain disiram pake air keterbatasan dan berada pada tanah yang sama, bahkan diperlakukan sama, apa yang terjadi, setelah berbuah, masing-masing tidak pernah mengakui bahwa akulah yang paling enak dan manis, semua sudah diilhamkan rasa dan tidak ada yang boleh iri antara yang satu dengan yang lain, kecuali dia diperlakukan dengan di bawa pada lingkungan yang lain (stek dalam bahasa biologi) dimungkinkan aka nada rasa yg lain. Intinya perlu perenungan dan lihat lingkungan di mana kita berada (Ruang) dan kapan kita perlu terlihat (Waktu)
Manfaat
Kesadaran yang muncul akan semakin membuat kita semakin merendahkan diri di hadapan Tuhan yang telah mengilhamkan ilmu yang dibagi-bagi sesuai dengan takaran logos dan akhirnya tersungkur sujud kepada Tuhan seraya mengucapkan “terima kasih Tuhan dengan yang Engkau ilhamkan sehingga dengan ilmu ini diriku bisa menjelajah dunia nyatamu, dan bisa mengenalmu lewat ciptaanMu.