Oleh Marsigit
Orang tua berambut putih:
Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, orang tua itu orang muda dan orang muda itu orang tua,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia.
Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon orang tua dan jargon orang muda. Wahai jargon orang tua dan jargon orang muda dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon orang tua kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon orang muda kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Orang tua terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi orang muda. Sedangkan orang muda kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?
Jargon orang tua:
Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon orang tua. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada orang muda agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para orang muda tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.
Jargon orang muda:
Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon orang muda. Saya menyadari bahwa jargon para orang tua itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada orang tua agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para orang tua. Ketahuilah tiadalah orang tua itu jika tidak ada orang muda. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih akan aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon orang tua.
Orang tua berambut putih:
Wahai jargon orang tua. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.
Jargon orang tua:
Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon orang tua. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi orang muda pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada orang muda. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada orang muda maka kedudukanku sebagai orang tua akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi orang tua yang kuat, yaitu sebear-benar orang tua. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai orang tua sejati maka aku harus mengelola semua orang muda sedemikian rupa sehingga semua orang mudaku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar orang muda selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para orang muda. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para orang muda. Dari pada jargon orang muda menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi.
Orang tua berambut putih:
Maaf jargon orang tua, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.
Jargon orang tua senior :
Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon orang tua senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai senior. Ketika aku menjadi senior maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai tertindas. Maka setelah aku menjadi senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai senior, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai tertindas itu harus jujur, sebagai tertindas itu harus peduli, sebagai tertindas harus patuh, sebagai tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan para tertindasku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai senior. kekuasaanku sebagai senior itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai senior itu harus jujur, sebagai senior itu harus peduli, sebagai senior itu harus patuh, sebagai senior itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: senior harus terhormat, senior harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai senior adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai senior terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para orang muda. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai senior. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon orang tua senior. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon orang tua senior, agar diketahui oleh para orang muda-orang mudaku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.
Orang tua berambut putih:
Wahai jargon orang muda. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.
Jargon orang muda:
Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon orang muda. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para orang tua. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada orang tua. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada orang tua maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh orang tua-orang tuaku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para orang tua. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai orang muda sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para orang tua. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para orang tua. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para orang tua. Tetapi apalah dayaku sebagai orang muda. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi orang mudanya para jargon orang tua.
Orang tua berambut putih:
Maaf jargon orang muda, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.
Jargon orang muda tertindas :
Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon orang muda tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai orang tua senior . Ketika aku mempunyai orang tua senior aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai orang muda tertindas. Maka setelah aku mempunyai orang tua senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon orang tua senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai orang muda tertindas yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai orang muda tertindas itu harus jujur, sebagai orang muda tertindas itu harus peduli, sebagai orang muda tertindas harus patuh, sebagai orang muda tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan orang tua seniorku itu mengalir melalui jargon-jargon senior: sebagai orang tua senior itu memang harus jujur, sebagai orang tua senior itu memang harus peduli, sebagai orang tua senior itu memang harus patuh, sebagai orang tua senior itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa orang tua seniorku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: orang tua senior harus melindungi tertindas, orang tua senior harus menolong tertindas, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai orang muda tertindas adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur senior itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai tertindas sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para orang tua. Agar aku selamat dari penindasan para jargon orang tua. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai orang muda tertindas. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon orang muda tertindas. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon orang muda tertindas, agar aku bisa berlindung dari ancaman para orang tua. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon orang tua saja saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu.
Orang tua berambut putih:
Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Orang tua memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai orang tua, sedangkan orang muda memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana orang tua dan orang muda dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para orang tua dan orang muda agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, orang tua itu adalah orang muda, dan orang muda itu adalah orang tua. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan orang tua, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap murid-muridmu itu. Tiadalah sebenar-benar orang tua sejati itu bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.
Saturday, May 23, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment