Tuesday, May 19, 2009

Selamat Datang Jargon

Oleh Marsigit

Saya ucapkan selamat datang kepada jargon. Setelah saya mengucapkan selamat jalan untuk elegi, maka seakan persoalan-persoalan akan selesai, tetapi nyatanya tidak. Aku ternyata menemukan jargon. Ternyata jargon itu cukup besar, luas dan ada di mana-mana. Hal yang demikian telah membangkitkan kembali hasratku untuk menulis sekaligus untuk menjaga silaturakhim kepada handaitolan. Sekali lagi selamat datang wahai jargon.

Jargon:
Aku adalah jargon. Jargon itu bahasa kacau. Kacau itu tidak beraturan. Tidak beraturan itu bisa teratur.
Diriku itu terdiri dari banyak macam: jargon politik, jargon pendidikan, jargon perdagangan, jargon pikiran, jargon program, jargon persaudaraan, jargon lembaga, jargon keluarga, jargon sekolah, jargon sifat-sifat, jargon subyek, jargon obyek, jargon berdoa, jargon belajar, jargon komitmen, jargon kewajiban, jargo hak, jargon cinta, jargon pendapat, jargon pertandingan, jargon tujuan, jargon sosial, jargon subyek, jargon obyek, jargon nyanyian, ..jargon kehidupan.

Subyek:
Wahai jargon, apakah manfaat memikirkanmu dan mengapa engkau mengenalkan diri kepadaku?

Jargon:
Wahai subyek. Jargon itu bisa kurang bermanfaat, bisa bermanfaat, bisa sangat bermanfaat. Jika engkau pikirkan jargon sebagi kacau, maka kacau itu tidaklah tidak kacau. Kacau itu tidak sesuai aturan. Kacau itu tidak sesuai prinsip. Kacau itu prinsip yang sempit untuk yang besar. Kacau itu prinsip subyektif untuk obyektif. Kacau itu prinsip sendiri untuk bersama. Kacau itu pendapat pribadi untuk umum. Kacau itu prinsip koheren untuk korespondensi. Kacau itu prinsip khusus untuk umum. Kacau itu tidak sesuai janji. Kacau itu tidak sesuai jadual. Kacau itu tidak sesuai ruang. Kacau itu tidak sesuai waktu. Kacau itu tidak seperti biasanya. Kacau itu tidak lazim. Kacau itu tidak sesuai rencana. Kacau itu tidak jelas. Kacau itu samar-samar. Kacau itu negative.

Subyek:
Wahai jargon, jika engkau itu negative, mengapa mesti aku perlu membicarakanmu?

Jargon:
Wahai subyek. Ini adalah permulaan pembicaraanku. Ketahuilah bahwa pembicaraanku itu masih panjang dan lebar. Bukankah engkau pernah membaca elegi perbincangan para banyak. Maka bacalah sekali lagi elegi itu dan elegi-elegi yang lainnya, agar engkau mampu memahami bagaimana orang-orang itu bisa memanfaatkan, memanipulasi, hidup dan subur, bahagia dengan jargon-jargon. Semakin hari semakin banyak orang, baik sadar maupun tidak sadar, memanfaatkan keadaan yang tidak sesuai aturan, keadaan yang tidak sesuai prinsip, keadaan dimana prinsip yang sempit untuk yang besar, keadaan dimana prinsip subyektif untuk obyektif, keadaan dimana prinsip sendiri untuk bersama, keadaan di mana pendapat pribadi untuk umum, keadaan di mana prinsip koheren untuk korespondensi, keadaan di mana prinsip khusus untuk umum, keadaan di mana tidak sesuai janji, keadaan di mana tidak sesuai jadual, keadaan di mana tidak sesuai ruang, keadaan di mana tidak sesuai waktu, keadaan di mana tidak seperti biasanya, keadaan dimana tidak lazim, keadaan di mana tidak sesuai rencana, keadaan di mana tidak jelas, keadaan di mana samar-samar, keadaan yang negative.

Subyek:
Apa saja contoh kongkritnya?

Jargon:
Wahai subyek, ketahuilah bahwa banyaknya jargon itu adalah sebanyak tidak jargon. Maka tidaklah adil jika dunia jargon pun tidak boleh tampil dalam panggung kehidupan ini. Maka berkenanlah, bahwa untuk periode-periode berikutnya, aku berniat akan selalu mengawali karya-karyaku dengan jargon. Sedangkan contoh kongkritnya adalah kekacauan memahami obyek yang bicara, kekacauan memahami subyek yang menjadi obyek, kekacauan memahami obyek yang menjadi subyek, kekacauan memahami kuasa yang dikuasai, kekacauan memahami yang ada dan yang mungkin ada, kekacauan memahami tetap yang berubah, kekacauan memahami berubah yang tetap, kekacauan memahami benar yang salah, kekacauan memahami salah yang benar, kekacauan memahami baik yang buruk, kekacauan memahami buruk yang baik, kekacauan memahami awal yang tidak berawal, kekacauan memahami akhir yang tidak berakhir, kekacauan memahami pertanyaan yang bukan pertanyaan, kekacauan memahami reduksi menuju kelengkapan, kekacauan memahami kelengkapan yang tereduksi, kekacauan memahami hidup yang mati, kekacauan memahami mati yang hidup, kekacauan memahami dunia di syurga, kekacauan memahami syurga di dunia, kekacauan memahami dunia di neraka, mengalami kekacauan memahami neraka di dunia, kekacauan memahami logosnya mitos, kekacauan memahami mitosnya logos, kekacauan memahami pikiran di hati, kekacauan memahami hati di pikiran, kekacauan memahami guru sebagai siswa, kekacauan memahami siswa sebagai guru, kekacauan memahami hakekat dibalik penampakan, kekacauan memahami elegi-elegi, kekacauan memahami merterjemahkan dan diterjemahkan, kekacauan memahami memperbincangkan segala yang ada dan yang mungkin ada, kekacauan memahami fatamorgana, kekacauan mengenali para mitos, dan kekacauan mengenali musuh-musuh hati. Kekacauan-kekacauan itu akan menghasilkan bahasa yang kacau. Itulah jargon.

18 comments:

Luthfiana Fatmawati said...

"Selamat Datang Jargon"
Begitu membaca kata-kata ini, saya merasa bingung. Apa itu "jargon"?
Muncullah pertanyaan-pertanyaan pada diri saya.
Apakah "jargon" yang Bapak maksud itu perluasan dari kata "elegi" (karena penggunaannya seperti pada elegi yang telah muncul)?
Sebelumnya terimakasih.

Marsigit said...

Luthfiana...selamat anda telah dengan cepat merespon jargon. Jargon itu menurut definisi harfiahnya adalah bahasa kacau. Tetapi kita bisa memikirkan bahasa itu dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka bahasa kacau itu bisa beruba tanda-tanda kacau, sinyal kacau, lambang kacau, gambar kacau, simbol kacau atau photo kacau. Tetapi perlu engkau ketahui bahwa dalam jargon-jargon aku tidak lagi mendudukkan dirimu semua yang comment di sini dalam kedudukan sebagai mahasiswa kelas kuliah filsafat pendidikan matematika. Dengan ucapan selamat jalan saya, saya maksudkan sebagai selamat atas waktumu telah memasuki kemandirian berpikir. Maka dalam jargon-jargon nanti engkau saya anggap partner berpikir saya atau yang lainnya. Demikianlah aku berusaha memberi jalan dan kesempatan agar engkau semua mampu melenggangkan langkahmu menuju manusia bernurani, cendekia dan mandiri.

ARIF MU'NANDA'R said...

meski jargon merupakan kekacauan bahasa, namun ia sangat berjasa paling tidak untuk dapat lebih muudah diingat orang lain.
dalam kekacauan, itu akan ada keteraturan yang menjembatani antara yang jargon dengan yang bukan

ARIF MU'NANDA'R said...

selamat datang jargon... lekas kembangkan logosmu

Yunanti_Nice said...

Selamat datang Jargon...

Kita lahir dalam fase pembangunan, dimana jargon-jargon itu perlu berkembang menjadi tindakan??
Bukan Begitu Bapak?

Anonymous said...

assalam...
jargon sang kekacauan,
jargon muncul karena kurang mantapnya pondasi yang menjadi dasar pemikiran. sedangkan pondasi pemikiran kurang mantap karena melihat ilmu yang melandasinya kurang dalam dan kurang luas atau dengan kata lain setengah-setengah. adalah sebuat bencana ketika ilmu yang didapatkan hanya setengah-setengah karena bisa menimbulkan kesimpulan yang salah atau bahkan kesesatan.
Dan akhir dari kesesatan adalah dosa...
Wassalam...

Betty Wijayanti
(06301241034)

Dr. Marsigit, M.A said...

Betty Wijayanti...camkanlah kalimatku ini. Bagaimana jika aku katakan bahwa dirimu itu adalah sebuah jargon? Apa yang engkau pikirkan? Diantara engkau semua para mahasiswa maka aku adalah jargon paling besar. Mengapa? Sebesar-besar jargon itu adalah jargonnya para pemegang kuasa. Tetapi jargon-jargon kuasa itu tidak mampu menghilangkan jargon para obyeknya. Apa yang baru saya katakan kepadamu ini, semuanya adalah jargon. Apakah engkau merasa kacau pikiranmu setelah membaca tulisanku? Jargon adalah kacaunya pikiran. Tetapi kacau dalam arti filsafat itu tidak sekedar hanya kacau biasa. kacau filsafat adalah kontradiktif, dan itulah hakekat manusia. Kacau dan kontradiktif itu hendaknya berada dalam pikiranmu saja, karena mereka itu adalah calon-calon ilmumu. Tetapi tetap jagalah jangan sampai hatimu itu kacau. Maka sebenar-benar bukan jargon absolut adalah hanyalah kuasa Tuhan. Maka renungkanlah

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Betty Wijayanti...sejelas-jelas pikiran dan bahasamu itu adalah untuk dirimu sendiri. Bagi orang lain, bagi adikmu, bagi orang yang belum mengerti tentang pikiranmu, maka semua pikiranmu dan bahasamu itu adalah kacau buat mereka. Itulah bukti bahwa bagi mereka itu dirimu tidak lain tidak bukan adalah jargon. Tetapi ketidak tahuan, ketidak jelasan, orang lain terhadap dirimu ternyata telah menyelamatkanmu. Lebih dari itu, engkau bahkan memanfaatkannya untuk mengukuhkan kedudukan dirimu sebagai subyek kuasa. Lebih dari itu engkau bahkan ketagihan dan merindukan jargon-jargonmu itu. Lebih dari itu engkau bahkan mengklaim bahwa dirimu secara keseluruhan itu adalah jargon. Lebih dari itu bahkan engkau pun mengklaim bahwa dunia ini adalah jargon, dan jargon itu adalah dunia. Maka renungkanlah.

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Betty Wijayanti...anda dapat membayangkan betapa dahsyatnya pertarungan jargon itu. Bagaimana pula jadinya jika engkau adalah jargon-jargon yang sangat berkuasa. Maka godaan orang yang berkuasa adalah menggunakannya. Kuasa itu selalu menimpa kepada obyek-obyeknya. Bagaimana pula jika engkau itu sebagai obyek para kuasa-kuasa. Ingatlah bahwa kuasa itu dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Sebetulnya jargon-jargon saya ini adalah peringatan bagi para penguasa atau para subyek agar hati-hati dan bijaksana menggunakan kekuasaannya. Itulah dunia yang sedang aku lihat dan aku amati. Siapakah yang peduli dan mampu mengamati hal yang demikian itu. Bukankah jika tidak aku tuangkan dalam jargon-jargonku, maka engkau juga mungkin tidak menyadarinya. Maka akupun telah merindukan jargon-jargon itu. Itulah bukti bahwa jargon itu adalam milik para subyek sekaligus milik para obyek, artinya milik semuanya. Atinya dapat aku katakan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. Maka renungkanlah.

erma said...

ass.
jargon=kekacauan.
berarti setiap saat,setiap detik manusia bisa menjadi jargon jika ia mengalami kekacauan?
jargon yang bagaimanakah yang bermanfaat?

Dr. Marsigit, M.A said...

Erma...bacalah lagi jargon-jargon yang lain. Ketahuilah melalui tulisan-tulisanku itu aku telah melakukan ekstensi atau perluasan makna jargon. Jargon telah aku ekstensikan menjadi pengertian filsafat, yaitu sebagai kekacauan berpikir filsafat. Ketahuilah bahwa kedudukan kacau pikir, dalam filsafat itu dapat bernilai positif yaitu sebagai ilmu atau calon ilmu. Tetapi kacau itu juga berarti tidak jelas. Jika jargon diartikan sebagai tidak jelas, bukankah dirimu pernah mengalami keadaan terselamatkan oleh keadaan tidak jelas itu. Bahkan mungkin dirimu kemudian tak terasa telah merindukan keadaan tidak jelas demi memperoleh tujuan-tujuanmu. Itulah yang sedang aku sindir atau aku ungkap. Bagaimanakah jika engkau itu adalah penguasa atau pejabat yang kuasamu sangat menentukan nasib banyak orang lain. Bukankah demi keadilan bahwa para obyek kuasa itu juga perlu memperoleh hak previlige dari keadaan tidak jelas itu demi menyelamatkannya atas tindakan semena-menamu. Maka bacalah jargon-jargon yang lain dan renungkanlah. Itulah kepedulianku kepada lingkungan hidupku termasuk dirimu, tentunya. Amien.

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Erma...dengan membaca jargon jargon, maka anda akan mengetahui bahwa pertengkaran jargon itu terjadi di mana-mana. Dia juga terjadi di banyak sifatmu yang tak terhingga banyaknya. Maka dapat aku katakan bahwa ternyata hidup itu adalah sebuah jargon. Sebenar-benar bukan jargon hanyalah bukan jargon absolut yaitu milik Tuhan YME.

Rossa Kristiana said...

Jadi maksudnya apapun yang sifatnya kontradiktif dapat disebut jargon y, Pak??
Bukankah di dunia ini tidak ada yang jelas kecuali kejelasan adnya Allah??
Karena menurut elegi yang sbelumnya pernah ada kalo seseorang sudah merasa jelas akan sesuatu berarti orang itu sombung dan sebenar-benarnya ia tidak mengerti akan sesuatu itu...

Rossa Kristiana
06301241040
Pend Mat '06

Anonymous said...

assalam...
terima kasih pak, atas penjelasan bapak. saya akan terus berusaha menyelaminya.
wassalam...

betty wijayanti

ERVINTA DEWI said...

assalamualaikum

saya mungkin cukup jauh tertinggal. Beberapa waktu yang lalu saya sempat terlena dan lengah. Ternyata saya sudah cukup jauh tertinggal dari yang lainnya....

Saya masih kurang bisa memanage waktu saya sendiri dengan baik. Karena untuk membaginya dengan baik antara tugas satu dan yang lain masih simpang siur. Sampai saya jauh tertinggal.

bapak, ada yang terpikirkan semenjak senin yang lalu tentang masalah kebenaran, jargon, mitos dan elegi. Setelah saya merenung dan membaca tulisan bapak saya jadi berpikir:

Sebenarnya untuk menjadi orang yang bisa dikatakan baik itu dengan pendekatan seperti apa? Setelah saya berpikir yang ada dan yang mungkin tidak untuk saya pikirkan justru saya menjadi bingung.

Jargon bahasa kacau? kemudian saya berpikir, bagaimanakah ketika kita mengalami pertengkaran dengan seseorang dan disitu keduanya saling mengotot benar. Misalkan saja permasalahannya adalah terlambat datang, tidak tepat janji:
"Membuat saya menunggu lama. Saya mencoba menelpon, ternyata tidak sambung. saya sms tidak masuk.Saya mencoba menghubunginya kembali berulang-ulang, ternyata tetap tidak bisa.... ternyata setelah malamnya saya baru tahu temannya kost sakit mendadak harus dibawa ke RS dan HPnya mati, tidak sempat dia menghubungi saya."

Tetapi disini yang hendak saya tanyakan kenapa ketika menghadapi masalah, saya bingung tindakan apa yang seharusnya saya ambil. Karena saya bingung mungkin ada hal yang tidak saya pikirkan yang mungkin benar ketika saya berhadapan dengan orang lain, saya jadi berpikir mungkin saya yang salah jadi saya tidak bisa marah namun saya tahu hati saya terluka karenanya. Sebenarnya dengan pendekatan seperti apa kita tahu mana yang salah dan benar? Dan sikap sperti apa yang sebaiknya diambil, karena pasti sikap orang berbeda-beda waktu mengalami kejadian ini, kalau kita terlanjur marah? Apakah sikap ini bisa dikatakan JARGON? apakah itu syah? kemudian Jargon itu sebenarnya bisa tidak dikendalikan? lalu kalau demikian, apakah pemikiran yang melecutkan emosi itu? Sama seperti alasan seorang siswa yang datang terlambat, kita tidak tahu apa yang dia lakukan, siswa tidak mengerjakan PR, ternyata karena harus bekerja serabutan sambil sekolah, siswa yang nilai ulangan nya jelek dan buku catatannya cuma satu dicampur-campur,ternyata dia ada masalah dengan keluarganya, dsb...

Dengan pendekatan seperti apa sebaiknya kita menyikapi hal semacam ini??Karena jujur bagi saya lebih sering emosi berjalan dulu. Kalau sekarang mungkin saya mulai berpikir Apa? karena apa? Bagaimana? sebelum mengambil sikap, m\namun masih juga seringkali emosi saya berjalan duluan.
terimakasih...

Marsigit said...

HatiErvinta untuk mengatasi kegundahan hatimu maka bertaqarrublah kepada Allah SWT, agar kita dapat membedakan yang baik dan yang buruk, dan memperoleh tuntunan dari Allah SWT. Betul-betullah bermujahadah sembari beristigfar untuk memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Gapailah jiwa dan hatimu yang bersih dari sifat-sifat tercela agar engkau mulai mampu memproduksi sifat-sifat yang baik dan terpuji. Maka jiwamu akan merasa tenang, mampu mengendalikan diri, ingin melakukan kebaikan-kebaikan serta menghindari diri dari perbuatan dosa. Dirimu yang tenang kemudian menimbulkan kemampuan untuk selalu mengingat Allah SWT sehingga engkau selalu ingin beramal saleh. Marilah kita gapai ilmu-ilmu yang bermanfaat agar kita mempunyai sifat tawadu’, pemurah, mudah bersyukur. Marilah kita hiasi akhlak yang terpuji, menjadi orang yang sabar, tabah dan ulet, agar kita selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT.
Marilah gapai kebaikan pada diri kita masing-masing agar Allah SWT selalu meridlai kita. Ingatlah akan tugas dan kewajibanmu. Tugas dan kewajibanmu adalah bagaimana
mengemban amanah untuk mensejahterakan keluargamu, masyarakatmu dan bangsamu. Marilah kita selalu dalam keadaan ridlo dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan ikhlas menjauhi larangan Nya, serta merasakan selalu berkecukupan terhadap apa yang diberikan oleh Allah SWT. Itulah sebenar-benar perjuangan seorang hamba yaitu menemukan rakhmat dan hidayah Nya, kemanapun kita palingkan wajah kita. Amien.

ERVINTA DEWI said...

assalamualaikum....

terimakasih pak, nasehatnya. Namun sekiranya cukupsusah ya pak pelaksanaannya, kadang niat juga naik turun. Naif jika saya bilang bisa dengan mudah meresapi nasehat bapak. Tapi terimakasih. Ehm.. kalau saya boleh tanya berkaitan dengan hubungan dengan orang lain yang lebih dalam. Menurut bapak, apakah komitment itu? dalam urusan berumah tangga/pernikahan khususnya. Kemudian menurut bapak apakah keluarga itu?
terimakasih

herry prasetyo said...

selamat datang jargon.....