Tuesday, May 26, 2009

Jargon Perkelahian Keburukan dan Kebaikan

Oleh Marsigit

Orang tua berambut putih:
Wah gawat situasinya. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada perkelahian antara jargon keburukan dan jargon kebaikan. Perkelahian kelihatannya sangat seru. Masing-masing menggunakan dan menyerang dengan jargon-jargonnya.

Jargon keburukan:
Wahai para kebaikan, bagaimana engkau bisa meraih kehormatanmu di dunia dan akhirat? Bagaimana pula engkau mendapatkan ilmu dunia dan akhirat? Sedangkan aku, lihatlah. Aku akan sikat habis semua kesempatan di dunia agar aku memperoleh kehormatanku dan ilmuku. Sedangkan akhirat, belumlah jelas bagiku. Aku hanya berpikir dan bertindak kepada hal-hal yang jelas-jelas saja. Naiflah bagi engkau itu yang selalu tidak jelas akan perilakumu itu.

Kebaikan:
Wahai jargon keburukan. Kenalkanlah diriku. Menyangkut kabaikanku, aku enggan menganggap diriku sebagai jargon. Mengapa? Karena kebaikanku itu sebagian besar berdomisili di dalam hatiku. Padahal engkau tahu bahwa hatiku itu bukanlah jargon-jargonku, melainkan dia itu adalah keyakinanku. Maka untuk menjawab dan membantah semua pemikiranmu, aku tidak akan menggunakan jargon-jargonku.
...Ketahuilah sesungguhnya..:
“Barang siapa masuk ke kubur tanpa membawa bekal, tak ubahnya menyeberang laut tanpa perahu” (Abu Bakar ra)
“Kehormatan dunia didukung oleh harta, sedang kehormatan akhirat didukung oleh amal saleh” (Umar Ibn Khatab ra)
“Perhatian kepada dunia menggelapkan hati, sedangkan perhatian kepada akhirat meneranginya” (Utsman Ibn Affan ra)
“Barang siapa mencari ilmu, maka sorga akan mencarinya; dan barang siapa mengejar dosa, maka neraka akan mengejarnya” (Ali Ibn Abi Thalib)

Jargon keburukan:
Waha..sombong amat engkau itu. Aku tidak peduli engkau menggunakan jargon atau bukan jargon. Bagiku sama saja. Semua itu adalah jargon-jargonmu. Tetapi sebaik apapun ucapanmu itu aku tidak akan mendengarkannya.

Kebaikan:
Dasar keburukan ya tetap buruk. Satu-satunya sifatmu yang tidak termaafkan adalah kesombonganmu.
Ketahuilah..
“Semua dosa yang bersumber dari syahwat, masih ada harapan akan diampuni Tuhan. Tapi dosa yang bersumber dari kesombongan tidak akan ada harapan untuk diampuni. Pembangkangan iblis terhadap Allah SWT bersumber dari kesombongannya, sedangkan tergelincirnya Adam bersumber dari syahwatnya”(Sufyan Tsauri)

Jargon keburukan:
Wahai kebaikan...rupanya engkau sudah mulai bicara dosa-dosa. Gajah dipelupuk mata tidak tampak, sedangkan kuman di seberang lautan itu tampak jelas.

Kebaikan:
Ketahuilah wahai keburukan...
“Barang siapa berbuat dosa sambil tertawa, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis. Barang siapa berbuat taat sambil menangis, maka Allah akan memasukkannya ke dalam sorga dalam keadaan tertawa gembira”(Zahid)

Jargon keburukan:
Ah..itu kan kalau dosanya besar-besar. Sedangkan menurut perasaanku, jikalau ada dosa pada diriku, dosaku itu masih kecil-kecil.

Kebaikan:
Wahai keburukan...jangan kau anggap dosa kecil itu sepele, karena daripadanya akan berkembang dosa-dosa besar.
Ketahulah...
“Bukan dosa kecil lagi jika dilakukan terus menerus, dan bukan dosa besar jika diikuti istigfar”(Muhammad SAW)

Keburukan:
Ah..wahai kebaikan. Engkau itu memang munafik. Mana mungkin engkau itu terbebas dari segala nafsu, syahwat, dosa, sombong dan melakukan yang khalal-khalal?

Kebaikan:
Aku melihat ada peningkatan pada dirimu. Sekarang engkau tidak lagi bersembunyi di balik jargon-jargonmu. Pertanda bahwa engkau tidak lagi menggunakan jargon di depan namamu. Tetapi ketahuilah bahwa celakalah orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai penguasa dan akalnya sebagai tawanannya. Sedangkan aku melihat hal yang demikian itu ada pada dirimu. Barang siapa meninggalkan dosa-dosa, hatinya akan menjadi lembut, dan barang siapa meninggalkan yang haram dan hanya makan yang halal saja, maka pikirannya akan menjadi bening. Allah telah berfirman kepada Nabi-nabinya:”patuhilah segala hal yang Aku perintahkan kepadamu dan janganlah engkau durhaka terhadap nasehat-nasehat-Ku”

Keburukan:
Aku mengakui telah melepas jargon-jargonku. Karena engkau mulai mengetahui siapa diriku, buat apa aku bersembunyi di balik jargon-jargonku itu. Dasar engkau selalu membenciku. Pertanyaan pertanyaanku selalu engkau bantah dengan peraturan-peraturan. Dasar engkau itu sok idealis.

Kebaikan:
Baiklah wahai keburukan. Sekarang yang ada tinggalah engkau dan diriku. Ketahuilah...
“Kasih sayang yang utuh kepada orang lain merupakan separuh akal. Pertanyaan yang baik merupakan separuh ilmu. Dan peraturann yang baik merupakan separuh kehidupan”(Umar ra)

Keburukan:
Wahai kebaikan..kelihatannya engkau itu berbicara seakan-akan hanya dirimu yang akan selamat dan hanya diriku yang akan tidak selamat. Sombong amat engkau itu!

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Ada tiga hal yang menyelamatkan manusia dan ada tiga hal lainnya yang akan membinasakannya. Tiga hal yang menyelamatkan manusia yaitu: takut kepada Allah baik dalam keadaan sepi sendirian maupun di hadapan orang banyak; hidup sederhana baik diwaktu miskin maupun kaya; bersikap adil baik di waktu senang maupun marah. Sedangkan tiga perkara yang membinasakan yaitu: kikir yang keterlaluan; hawa nafsu yang diturut; dan kagum pada diri sendiri”(Muhammad SAW)

Keburukan:
Wahai kebaikan. Aku lihat engkau itu barlagak santun.

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Barang siapa tak punya sopan santun, berarti ia tak berilmu. Barang siapa tidak memiliki kesabaran berarti ia tidak beragama”(Hasan al-Basri)

Keburukan:
Wahai kebaikan..menurutku engkau terlalu banyak bicara. Engkau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membantah. Kelihatannya engkau itu bisa hidup sendiri tanpa diriku.

Kebaikan:
Wahai keburukan..
“Berilah kesempatan kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi pemimpinnya. Tadahkan tanganmu kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi tawanannya. Cukupkan dirimu tanpa membutuhkan orang lain, niscaya engkau menjadi tandingannya”(Ali Karramallahu wajhah)

Keburukan:
Wahai kebaikan, apakah engkau tidak butuh harta dan kemuliaan dunia? Padahal untuk meraihnya itu haruslah berbekal imu. Bukankah engkau tahu bahwa ilmuku itu telah cukup untuk itu.

Kebaikan:
Wahai keburukan...barang siapa hanya mengandalkan kecerdasan akalnya, ia akan sesat. Barang siapa merasa kaya dengan hartanya, maka hartanya akan terasa sedikit. Barang siapa merasa mulia karena dukungan makhluk, maka ia sebenarnya hina.

Keburukan:
Bolehkah aku mengetahui sifat-sifatmu?

Kebaikan:
Ada empat hal yang merupakan diriku sebagai kebaikan: pertama, sifat malu pada laki-laki itu baik, tetapi sifat malu pada perempuan itu lebih baik; kedua, sifat adil pada setiap orang itu baik, tetapi sikap adil dari seorang pemimpin itu lebih baik; ketiga, orang tua bertaubat itu baik, tetapi orang muda bertaubat itu lebih baik; keempat, sifat pemurah orang kaya itu baik, tetapi sifat pemurah orang miskin itu lebih baik.

Keburukan:
Ah..itu kan menurutmu. Menurutku mungkin bisa lain. Tetapi, apakah engkau bisa menyebut ciri-ciriku?

Kebaikan:
Ada empat hal yang merupakan dirimu sebagai keburukan: pertama, dosa yang diperbuat oleh orang muda itu buruk, tetapi dosa yang diperbuat orang tua itu lebih buruk lagi; kedua, sibuk urusan dunia oleh orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sibuk urusan dunia oleh orang pintar; ketiga, malas beribadah bagi orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi malas bagi orang pintar; keempat, sombongnya orang kaya itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sombongnya orang miskin.

Keburukan:
Ah..kamu itu sok pintar. Memangnya hanya engkau orang yang paling berilmu, beramal, dan bijak.

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Ilmu itu petujuk amal. Filsafat itu gudangnya ilmu. Akal adalah penuntun kebajikan. Hawa nafsu itu tempat bercokolnya dosa. Harta merupakan kebanggaan orang congkak. Dan dunia itu ladangnya akhirat”(Yahya Ibn Muad)

Keburukan:
Baiklah kebaikan..aku akan mengujimu. Jika engkau bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku maka aku akan mempertimbangkan kebaikan-kebaikanmu. Pertanyaan-pertanyaanku adalah: apa yang lebih berat dari langit?, apa yang lebih luas dari bumi?, apa yang lebih keras dari batu?, apa yang lebih panas dari neraka?, dan apa yang lebih berbisa dari pada racun?

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Membohongi masyarakat itu lebih berat dibanding langit. Kebenaran itu lebih luas dari langit. Hati seorang munafik itu lebih keras dibanding batu. Pemimpin yang zhalim itu lebih panas dibanding neraka. Dan adu domba itu lebih berbisa dibanding racun”(Ali Karramallahu wajhah)

Keburukan mulai bimbang:
Wah kebaikan..aku mulai ragu dengan sikapku. Setelah engkau katakan bahwa hati seorang munafik itu lebih keras dari batu, maka aku merasa disambar petir di siang hari bolong. Jangan-jangan aku ini termasuk golongan orang munafik. Aku mulai merasa tidak pede bicara dengan engkau. Apakah memang engkau itu betul-betul kebaikan. Apakah kebaikanmu itu memang betul-betul engkau. Apakah sebetul-betul kebaikan itulah yang engkau maksud sebagai bukan jargon. Aku mulai terasa berat dalam hatiku. Aku mulai terasa haru dalam hatiku. Tubuhku mulai bergetar. Kenapa selama ini aku selalu mengandalkan jargon-jargonku untuk memantapkan kedudukanku. Padahal menghadapi kebaikan sejati ternyata aku tidak dapat mengandalkan jargon-jargonku. Wahai kebaikan perhatikanlah diriku. Apakah aku sudah tampak seperti orang bertaubat. Bolehkah engkau memberi kesempatan bagi diriku untuk meneteskan air mataku. Hih....hih....Jika aku ingin bertaubat bagaimanakah caranya? Bolehkah aku memohon kepada dirimu? Janganlah selalu sebut aku sebagai keburukan. Aku ingin engkau menyebutku sebagai kebaikan pula. Oh Tuhan ampunilah dosa-dosaku, ampunilah keburukanku ini.

Kebaikan:
Wahai keburukan yang mulai sadar akan kebaikan. Artinya engkau itu adalah setengah baik, sebelum aku betul-betul mengetahui bahwa engkau betul-betul baik. Ketahuilah, bahwa tidaklah mudah orang bertaubat itu. Ada syarat-syaratnya orang bertaubat: membaca istighfar, menyesal dalam hati, melepaskan diri dari perbuatan maksiat, berjanji tidak akan mengulangi dosa-dosa, mencintai akhirat, gemar belajar dan beribadah.

Kebaikan baru:
Wahai kebaikan saya bertekad akan menjalani syarat-syaratmu itu, maka bagaimanakah kemudian keadaanku?

Kebaikan:
Wahai kebaikan baru, bacalah:
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.

Kebaikan baru:
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.

Orang tua berambut putih:
Saya telah menyaksikan dan merasakan Tuhan telah menurunkan rakhmat dan hidayah Nya buat kita semua. Alhamdullilah.Amien..amien..amien.

Referensi:
Ibnu Hajar al-'Asqalani, 1986, "Untaian Hikmah: Percikan Ucapan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Mujahid dan Guru-guru Sufi", Bandung: Penerbit Pustaka

25 comments:

izatul ifada said...

membaca jargon ini, saya serasa tak ingin berhenti..
menjadi teringat kesalahan dan dosa yang kadang ku bilang sebagai dosa kecil, namun tak berhenti lah dilakukan..
menjadi malu sendiri..
astaghfirullaah..

oya pak, kebaikan dan keburukan juga sering berkelahi dalam diri, namun menurut saya, ketika hati diutamakan maka yang akan menang adalah kebaikan.
bagaimana menurut bapak?

Marsigit said...

Izatul Ifada..betul apa yang engkau pikirkan. Aku tidak menyebut ruang dan waktu bagi keburukan dan kebaikan. Maka keburukan dan kebaikan itu bisa saja yang sedang terjadai pada dirimu atau diriku. Itulah usahaku memperbincangkan sebagian kecil dari yang ada dan yang mungkin ada. Ketika memasuki ranah hati maka aku tidak bisa selamanya menggunakan jargon-jargonku. Maka setinggi-tinggi bukan jargon adalah milik Tuhan. Itulah keyakinanku dan keyakinanmu.

sumadi said...

Berbicara tentang jargon, seseorang tidak mudah mengetahui bahwa apa yang sedang mengusai langkahnya adalah karena jargon yang ada pada dirinya.Hal ini dapat terjadi karena pada diri manusia terdapat dua sisi yang akan salang mengusai kehidupan seseorang, yaitu sisi kebaikan dan sisi keburukan. jika sisi kebaikan yang menang maka dengan jargon yang ada pada diri akan membuat hati-hati dalam langkahnya, apa lagi jika jargon itu karena amanah maka akan semakin tunduk langkahnya karena ia menyadari semuanya akan dipertanggung jawabkan.Tidak mudah hati seseorang mengalahkan jargon yang ada dalam hidupnya jika tidak dilandasar keimanan yang tulus, apalagi hatinya tidak pernah menerima siraman hati.Teruskan bapak memperbanyak ibadah lewat tulisan2 saya menunggu jargon2 yang lain. semakin banyak jargon yang bapak tulis akan semakin banyak jargon2 yang saya hilangkan dalam langkah ini.

Marsigit said...

Bp Sumadi...alhamdulillah amien, mari sama-sama berjuang demi kebajikan sesuatu kesempatan dan kemampuan kita masing-masing.

Yunanti_Nice said...

Assalamu`alaikum...Bapak setelah membaca Jargon Bapak..saya merasa betapa lemahnya diri saya ini..selama ini terkadang kebaikan sering terkalahkan oleh keburukan tanpa saya sadari
Dan kadang kebaikan itu terlambat disadari karena keburukan yang diperangi oleh manusia yang beriman itu belum tersingkab kedustaannya secara sempurna, sehingga kalau kalau orang-orang beriman menang, keburukan itu masih mempunyai pembela dari orang-orang yang tertipu ia belum puas dengan kerusakan dan hancurnya keburukan itu, lalu ia masih mengakar di dalam jiwa orang-orang yang tidak bersalah yang belum menyadari permasalahan yang sebenarnya.
Oleh karena itu semua, hanya Allah ta’ala yang mengetahui

ketika kita dihadapkan oleh dua pilihan Bapak,,apa yang harus kita perbuat..karena yang muncul yaitu yang kita sadari kebaikan sesungguhnya bukan merupakan kebaikan bahkan keburukan bagi kita..? sedangkan sebenar-benar keburukan bahkan merupakan kebaikan untuk kita...
Terima kasih.wasalam

Yunanti Tri Wiranti

Marsigit said...

Yunanti...mungkin tulisan saya yang terakhir ini sesuai dengan prinsip sampaikan dan wartakan kebaikan walau hanya satu ayat. Tetapi jangan salah paham bahwa bukannya engkau saya yang merefleksikannya, sedangkan tulisan itu sebetulnya berlaku juga bagi penulisnya untuk merefleksikannya. Saling mengingatkan dalam meraih kebajikan itulah salah satu kegiatan menterjemahkan dan diterjemahkan. Amien.

Nina Agustyaningrum said...

Ass..
Terimakasih bapak,..jargon ini membuka mata hati saya tentang betapa banyak dosa dan kesalahan yang telah saya lakukan, meyakinkan saya dan memotivasi saya untuk selalu beristighfar dan memperbaiki diri..
memang manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling membangkang. namun kita senantiasa harus meminimalkan dan sebisa mungkin menghilangkan hal itu..
Semoga kita semua senantiasa mendapat hidayah dan lindungan Nya.AMIN..
Wass..

Nina Agustyaningrum said...

Maaf pak, saya ingin menyampaikan bahwa saya telah mempostingkan semua tugas - tugas saya. Mohon bapak berkenan untuk memberikan bimbingan..
Terimakasih..

Marsigit said...

Nina Agustyaningrum...elegimu cukup bagus yaitu dapat menggambarkan komunikasi antara unsur-unsur matematika, siswa dan guru. Tetapi ada beberapa catatan dari saya untuk mempertajam perhatian kita kepada pembelajaran matematika. Pertama, hendaklah dipegang teguh bahwa kita hanya menggunakan unsur substansi saja dari filsafat untuk berkomunikasi dengan siswa; artinya, elegi ini bukan untuk konsumsi siswa, tetapi untuk refleksi diri dan teman-teman guru atau mahasiswa. Untuk gurupun, jika belum mempelajari filsafat secara utuh bisa berbahaya dan mempersulit siswa jika digunakan kalimat-kalimat filsafat. Misalnya, kata-kata guru "yang ada dan yang mungkin ada" itu sangat sulit untuk orang awam apalagi untuk siswa. Itu hanya wacana di dalam filsafat saja. Kedua, perihal hakekat matematika, apakah engkau telah bisa merasakan terhadap pandangan bahwa matematika itu pikiran siswa, yaitu siswa sendiri sebagai matematika. Jadi siswa tidak mengambil jarak terhadap matematika, dengan demikian siswa akan. Dengan demikian memikirkan matematika tidak hanya pada jam pelajaran. Demikian semoga bermanfaat. Amien

Marsigit said...

Nina Agustyaningrum...tentang refleksi filsafatmu, saya dapat memberi tanggapan bahwa jika kita berpegang bahwa filsafat adalah diri kita, maka bukan masalah satu minggu hanya kuliah filsafat satu kali saja. Tetapi setiap diriku berusaha berpikir kritis, itulah filsafatku, itulah diriku.

Nina Agustyaningrum said...

Amin..terimakasih pak..
Yang dapat saya simpulkan berarti tanpa saya sadari saya telah berfilsafat hampir setiap saat yaitu ketika saya berusaha berpikir kritis, maka itulah filsafatku, itulah diriku.

Ternyata kajian filsafat memang sangat luas sekali seperti yang pernah bapak katakan yaitu seluas - luasnya dan sedalam - dalamnya.

Dan tentang elegi itu, terus terang banyak hal yang ingin saya ungkapkan misalnya tentang bagaimana caranya agar siswa dapat memahami bahwa belajar itu adalah kebutuhannya sendiri.karena selama ini saya merasakan bahwa kebanyakan siswa itu belajar bukan karena kebutuhannya sendiri melainkan karena ia merasa itu adalah wajib baginya atau tanggungan atau bahkan juga beban hidupnya.

Dan tentang elegi itu, sekarang dapat mulai saya pahami bahwa hakekat matematika adalah pikiran siswa itu sendiri. Tidak ada jarak antara matematika dengan siswa sehingga siswa tidak hanya memikirkan matematika pada jam pelajaran saja.
Semoga saya diberi kemudahan untuk dapat lebih banyak belajar lagi.Amin..

Marsigit said...

Nina Agustyaningrum...sekalian saya menjawab pertanyaan dari Dini Kinati...dan untuk yang lain, maka perhatikanlah pengakuanku ini. Cobalah baca lagi elegi-elegi dan jargon-jargon. Suatu ketika engkau akan mendapatkan bahwa jargon itu adalah pikiran kita. Padahal aku sering katakan bahwa filsafat adalah olah pikir. Sebetulnya hal ini masih aku sembunyikan agar mahasiswa dapat menemukannya sendiri, tetapi karena engkau juga masih bertanya maka boleh aku jawab menurut pemikiranku. Ketika pikiranmu berusaha mendekatai batas, walaupaun belum sampai batas, walau hanya berusaha menuju batas, maka dapat aku katakan "JADI TENTUNYA DAPAT AKU KATAKAN BAHWA FILSAFAT ITU TIDAK LAIN TIDAK BUKAN ADALAH JARGON ITU SENDIRI, DAN JARGON ITU TERNYATA FILSAFAT ITU SENDIRI. DEMIKIAN JUGA ELEGI-ELEGI. SEBENAR-BENAR BUKAN JARGON ADALAH HATIKU YAITU KEYAKINANKU. DAN BUKAN JARGON ABSOLUT ITULAH MILIK ALLAH SWT. APAKAH ENGKAU SEMUA BELUM MENYADARI BAHWA SELAMA INI ENGKAU TELAH TERMAKAN OLEH JARGON-JARGONKU. ITULAH SEBENAR-BENAR PENGAKUANKU TERHADAP DIRIMU. MAKA BANDINGKANLAH DENGAN GURU-GURU PADA UMUMNYA. DAN JUGA ENGKAU. APAKAH ADA DALAM PIKIRAN DAN HATIMU MERASA BERSALAH KETIKA ENGKAU TELAH MENELAN HABIS-HABIS JATI DIRI PARA SISWAMU. MAKA PENGAKUAN INI AKU BUAT SEBAGAI TEBUSANKU BAGI PARA MAHASISWA YANG TELAH TERTELAN HABIS-HABIS OLEH JARGON, ELEGI DAN FILSAFATKU. ITULAH SETINGGI-TINGGI REFLEKSI YANG DAPAT AKU LAKUKAN DALAM PERKULIAHAN INI. MAKA SETINGGI-TINGGI HASIL ATAU PEROLEHAN DALAM KULIAH FILSAFATKU ADALAH DIRIMU YANG BERNURANI, CENDEKIA DAN MANDIRI. MAKA SISAKAN DIRIMU AGAR JANGAN SAMAPI HABIS TERTELAN OLEH JARGON-JARGONKU. KETAHUILAH BAHWA DIKARENAKAN RUANG DAN WAKTU, MAKA JARGONKU ITULAH YANG PALING BESAR DIBANDING JARGON-JARGONMU. TETAPI KETAHUILAH BAHWA DIRIMU ITU TIDAK BISA LEPAS DARI JARGON. ENGKAU MENGHINDAR DARI JARGON ADALAH JUGA DENGAN JARGONMU. BARANG SIAPA TIDAK SETUJU FILSAFAT MAKA DIA SEBETULNYA SEDANG BERFILSAFAT. DEMIKIANLAH HUKUMNYA. MAKA SELAMA ENGKAU MASIH BISA BERPIKIR KRITIS, ITULAH ENGKAU DIKATAKAN BERFILSAFAT. MAKA RENUNGKANLAH"

Nina Agustyaningrum said...

Kalau untuk saya sendiri sebenarnya saya bukan tidak menyadari bahwa saya telah termakan oleh jargon - jargon bapak, namun saya masih ragu untuk mengungkapkannya...

karena ada beberapa hal yang saya rasakan kontradiksi antara teori -
teori yang selalu bapak sampaikan dengan praktek yang bapak lakukan..
Namun, saya juga berfikir bahwa semua itu pasti ada maksudnya, dan karena saya belum dapat menemukan maksud tersebut saya tidak berani untuk mengungkapkan nya kepada bapak..

sekarang karena bapak sudah mengungkapkannya, saya mulai mengerti arti perkuliahan filsafat yang bapak maksudkan..seperti juga tujuan dari jebakan filsafat bapak itu sungguh membuat saya interest dengan gaya perkuliahan filsafat ini..

Mohon maaf ya pak jika saya terlambat untuk menyadari hal ini..
Sekali lagi terimakasih untuk semua bimbingannya..

Dr. Marsigit, M.A said...

Aku telah menemukan bahwa sebenar-benar Guru yaitu jika telah mendapatkan bahwa murid-muridnya telah bisa pula menjadi guru.

herry prasetyo said...

Itulah yang paling saya yakini bahwa yang baik pasti yang akan menang.

MEINA berlianti said...

ass....wr...wb...


Betapa sulitnya mengubah diri dari buruk menjadi baik tetapi lebih sulit lagi mempertahankan sebuah kebaikan agar menjadi tetap baik ataupun lebih baik lagi.

Betapa mengagumkan sebuah kebaikan tetapi lebih mengagumkan lagi sebuah keburukan yang mulai berubah menjadi kebaikan.

listia_akhmad@yahoo.com said...

Saat membaca Jargon ini hatiku menangis bahwa aku adalah manusia yang banyak dosa yang bergumul dengan keburukan belum mampu mengatasi hawa nafsu dan dosa-dosa yang aku lakukan seakan mencengkeram diriku meski aku banyak istighfar namun dosa selalu aku lakukan meski itu kelihatan kecil tapi apa yang bapak sampaikan lewat Jargon ini mengacu pada ahli sufi dan hadist-hadist Rosulloh SAW dan sahabatnya, hatiku bergetar dan banyak hal yang ingin aku tanyakan sama bapak. Bagaimana menurut Bapak agar kebaikan senantiasa membina dan mengayomi diri kita. Thanks.

listia_akhmad@yahoo.com said...

Akhmad Suhadi, PMA, 09709251019.

Saya yakin pak pada saatnya kebaikan akan bertengger di atas meski saat ini keburukan merajalela di mana-mana sehingga Negeri kita tak habis dirundung duka, bencana dan bala di mana-mana itu karena ulah manusia itu sendiri dan dan banykanya dosa dan keburukan yang dikerjkan oleh para pemimpin kami. Semoga Alloh SWT mengampuni dosa-dosa kita, orang tua kita para pemimpin kita dan semoga Negeri ini menjadi Baldatun Toyyibatun Warobun Ghoffur. Amiin, amiin Yarobbalalamiin.

Dr. Marsigit, M.A said...

Alhamdulillah, Pak Akhmad Suhadi sudah berkenan menuruni tangga filsafat. Lanjutkan, juga untuk semuanya, semoga bermanfaat widunya wal akhirat. Amine

rahmah purwahida said...

rahmah purwahidaLT-A Pasca Sarjana UNYaS.perkelahian keburukan dan kebaikan adalah bertentangan. bertentangan adalah pergerakan berarti menghidupkan untuk lebih hidup...wS.

rahmah purwahida zaiko said...

kesungguhan belajarku dalam perkuliahan filsafat dan semua perkuliahan lain bila didasarkan pada "ketakutanku" adalah tanda bahwa aku telah termakan oleh jargon-jargon dosen ku.

sebab itu, tiap kali ku akan memasuki perkuliahan ku selalu tetapkan hatiku untuk berdiri dan bebas sesuai perenungan-perenungan dan pemikiran-pemikiranku.

namun, setiap kali ku selesai dan keluar dari kelas:perkuliahan-perkuliahan ku sadari ada yang berubah dari ketetapan hatiku.

Ketika perkuliahan berlangsung ku terus "tidak serta merta percaya" dan
"menelan mentah-mentah" apa yang disampaikan dosenku. Ku pilah antara kebaikan-kebaikan (kebenaran-kebenaran ilmu) dan keburukan-keburukan (penyimpangan-penyimpangan ilmu). Terus kupikirkan dan terus kurenungkan. Begitulah "peperangan kebaikan dengan keburukan" yang ku alami setiap kali perkuliahan.

Marsigit said...

Ass.Sdr Rahmah purwahida Zaiko..itulah mengapa sebabnya sebagai guru aku selalu mengingatkan agar para muridku selalu meningkatkan kemampuan, kekuatan, keberdayaan, kemandirian dan dimensinya masing-masing dengan berpikir kritis dan baca dan membaca. Jangankan berbicara, seorang guru, seperti Ibu pula, itu di depan kelas itu sudah melekat sifat determinismnya. Maka aku selalu warning bahaya dari seorang guru yang membesar-besarkan egonya sehingga berlaku determinis terhadap siwa-siswanya. Ketakutan siswa itu pertanda adanya determinis yang besar dari gurunya. Maka bacalah elegi yang lainnya. Amiin

rahmah purwahida zaiko said...

wS.

amin.

Tetapi perkembangan peperanganku kini merambah pada upayaku meraih "kemenanganku" dan membuktikan pertanggungjawabanku di hadapan mahasiswaku karena "mereka" kini semakin asing dan meragukan kemampuanku tiap kali ku katakakan "aku tidak ingin jadi determinism".

Marsigit said...

Ass.. Sdri Rahmah Purwahida..kadang-kadang orang lebih suka mendengar pertobatanku dari pada kemenanganku. Memberikan semuanya merupakan kompromi bagi diriku dalam usahaku berkomunikasi dengan sesama secara ikhlas. Maka aku telah menunjukan bahwa aku punya potensi determinis kemudian aku menunjukkan bahwa aku enggan menggunakannya dikarenakan proposional diriku. Maka aku telah mengajak teman bicaraku untuk menyadari dan memahami determinis secara proporsional pula. Amiin

Unknown said...

“Ilmu itu petujuk amal. Filsafat itu gudangnya ilmu. Akal adalah penuntun kebajikan. Hawa nafsu itu tempat bercokolnya dosa. Harta merupakan kebanggaan orang congkak. Dan dunia itu ladangnya akhirat”(Yahya Ibn Muad)
Amal tanpa ilmu adalah hampa dan sia-sia. Pantas saja perintah utamaNya kepada Nabi Muhammad adalah "membaca". Tapi tdk sedikit orang yg berilmu menjadi
sombong dg ilmya tanpa disadari. Padahal sombong adalah selendangnya Alloh, manusia tdklah pantas utk menyombongkan apa yg dimilikinya, krn seberapa banyakpun ilmunya jika dibandingkan dg ilmu ALloh tdk lah seberapa.
Semoga semua kita diberi kesempatan utk selalu menambah ilmu dan bersifat rendah diri terhadap sesama. Terhindar dari sifat sombong dan Riya yg dapat merusak amal-amal kita.