Thursday, March 5, 2009

Elegi Menggapai Hakekat Matematika Kesatu

Oleh: Marsigit

Matematika bermonolog imaginer:
Awalnya aku hanyalah gelaja. Sebetulnya gejalaku ada di mana-mana. Tetapi jelas tidaknya gejalaku tergantung dari tempat tinggalku. Gejalaku sangat jelas ketika aku berada di pegunungan, di lautan dan di hutan rimba. Tetapi sayangnya pada tempat-tempat itu tiadalah orang menyaksikanku, sehingga gejalaku tidak dapat bicara. Pada saat itulah aku menyadari bahwa aku perlu bekerjasama dengan manusia agar gejalaku dapat bicara. Itulah mengapa pidato pertamaku aku sampaikan pada orang-orang di tepian sungai nil. Mula-mula pidatoku aku sampaikan dengan bahasa yang sangat sederhana. Aku hanya menggunakan dua kata saja pada waktu itu yaitu naik dan turun. Ketika aku naik, maka mereka berlarian menyelamatkan diri. Ketika aku turun maka mereka berdatangan berduyun-duyun. Mereka tidak menyadari bahwa aku telah mengangkat mereka menjadi murid-muridku. Sesungguh-sungguhnya itulah pekerjaan rumah (PR) pertama yang dikerjakan manusia atas gurunya aku. Ketika aku naik, maka aku sembunyikan batas-batas mereka. Ketika aku turun maka batas batas itu sebagian aku munculkan sebagian lagi aku masih sembunyikan. Di situlah aku melihat anarkisme pertama dari manusia-manusia. Mereka saling berebut. Mereka saling berdusta. Mereka saling bertengkar. Bahkan mereka saling membunuh dalam rangka memperebutkan batas-batas yang aku sembunyikan.

Mereka tak sengaja menemukan persembunyianku:
Itulah sebenar-benar manusia. Mereka ternyata mempunyai daya ingat. Ingatan mereka ternyata dapat menemukan batas-batas yang aku sembunyikan. Padahal sebetul-betulnya batas adalah diriku sendiri. Tetapi mereka belum menyadari tentang diriku. Namun beberapa dari mereka telah sepakat menggunakan ingatan bersama tentang batas-batas yang aku sembunyikan. Itulah pertama-tama mereka menamaiku sebagai garis. Aku disebutnya sebagai garis batas. Kemudian aku disebut pula sebagai garis batas wilayah. Ternyata itulah kehebatan manusia. Mereka tidak hanya menemukan aku yang satu, tetapi aku yang lain juga mulai mereka temukan. Mereka menemukan aku sebanyak empat, kemudian mereka sepakat untuk menamaiku sebagai segi empat. Aku sengaja berpenampilan rupa ragam, ternyata mereka juga menemukanku sebanyak empat dimana aku duduk bersejajar dua-dua, kemudian mereka menyebutku sebagai persegi panjang. Masih aku sembunyikan lagi sebagian diriku. Ternyata mereka juga menemukan diriku yang empat duduk sejajar-sejajar sama panjang, kemudian mereka menyebutku sebagai persegi. Hebat benar manusia-manusia itu. Sampai disini aku bertanya apakah aku mulai dipertemukan dengan manusia. Kemudian mereka sebenarnya siapa. Dan aku sebenarnya siapa juga?

Orang tua berambut putih datang:
Wahai matematika, saatnya sudah engkau turun dari singgasanamu. Tidaklah selalu engkau harus dalam posisi seperti itu. Walaupun engkau ratu sekalipun, tetapi ada kalanya engkau harus mengabdikan diri kepada manusia sebagai pelayan. Maka pergilah dan bantulah manusia-manusia itu untuk membangun peradabannya.

Matematika:
Wahai orang tua berabut putih. Aku sanggup melaksanakan perintahmu tetapi dengan syarat. Sedangkan syarat-syaratku itu adalah: pertama aku harus bersama-sama bisa menjadi ratu sekaligus pelayan; kedua, aku harus selalu mengikutimu; ketiga, aku netral dan tidak memihak siapapun; keempat, aku harus tetap abstrak tetapi bisa berujud kongkrit jika aku mau; kelima, aku harus tetap bersifat abadi dan keabadianku mendahului manusia dan mengakhiri manusia; keenam, aku tidak memerlukan pujian dan sanjungan serta tidak memerlukan predikat apapun.

Kerumunan orang-orang:
Wahai makhluk aneh. Siapakah dirimu dan dimanakah engkau tinggal? Kenapa selama ini engkau sembunyikan batas-batasku? Bersediakah engkau membantuku untuk membangun peradabanku?

Matematika:
Ketahuilah, namaku adalah matematika. Sebagian dari engkau telah mengenalku tetapi sebagian banyak yang belum mengenalku. Sebagian dari diriku juga telah engkau kenal. Garis-garis batas itulah contohku. Tidak hanya itu contoh-contoh ku masih banyak lagi. Yang akan ku sebut berikut itu semua adalah diriku. Persegi adalah aku. Persegi panjang adalah aku. Garis lurus adalah aku. Keliling sawah-sawahmu adalah adalah aku. Luas sawah-sawahmu adalah aku. Namun dari sedikit yang aku sebut, belumlah seberapa dari banyaknya diriku yang lain. Semakin engkau benyak mengetahuiku, semakin banyak pula yang belum engkau ketahui. Itulah sebanar-benar PR ku buatmu. Maka sebenar-benar aku adalah PR buatmu.
Maka namaku pun bermacam-macam. Geometri adalah aku. Aritmetika adalah aku. Aljabar adalah aku. Kalkulus adalah aku. Bilangan adalah aku. Pengukuran aadalah aku. Rumus-rumus adalah aku. Pola-pola adalah aku. Pemecahan masalah adalah aku. Penyelidikan adalah aku. Rasa ingin tahu adalah aku. Bahkan komunikasimu adalah aku. Jikalau engkau telah menemukanku lebih banyak lagi maka aku bersedia membantumu untuk membangun peradabanmu. Lebih dari itu, jika engkau mampu menggunakan akal pikiranku untuk menemukanku, maka akupun rela menjadi pelayanmu. Itulah sebenar-benar diriku, adalah alat buat kehidupanmu. Maka perkenalan pertamamu terhadap diriku adalah mengenalku sebagai peralatan bagimu. Dan itu baik-baik saja. Sesuatu yang baik bolehlah engkau ejar-ajarkan kepada cucu-cucu maupun keturunanmu.

Kerumunan orang-orang:
Wahai matematika bagaimanakah caranya aku bisa menumpaiku.

Matematika:
Ada syarat-syarat engkau bisa menemuiku. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka engkau tidak hanya bisa menemuiku, tetapi engkau bisa memilikiku. Tidak hanya itu jika engkau betul-betul telah memilikkiku maka engkau dapat menjelma menjadi engkau, dan engkau bisa menjelma menjadi aku. Maka sebenar-benar aku adalah engkau pula pada akhirnya.

Kerumunan orang-orang:
Lalu, apakah syaratnya agar aku bisa menemuimu?

Matematika:
Pertama-tama, engkau harus mempunyai niat dan usaha untuk menemuiku. Niatmu harus tulus disertai rasa syukur kepada Tuhan YME bahwa sudah saatnya lah engkau akan bertemu denganku. Kedua, engkau harus menyesuaikan sikap, perkataan dan perbuatanmu. Sikap, perkataan dan perbuatanmu itu harus berakhir pada pikiran kritismu. Karena, hakekat diriku tidak lain-tidak bukan adalah pikiran kritismu itu. Ketiga, engkau harus selalu mencari diriku yang lain, kapanpun dan dimanapun. Keempat, engkau harus selalu menjalin silaturahim dengan semua diriku. Sebenar-benar silaturahimmu kepadaku adalah usahamu menggunakan diriku untuk keperluanmu. Semain banyak engkau menggunakanku, maka semakin pula engkau mengenal diriku. Dan yang kelima adalah selalu beritahukan tentang diriku kepada orang lain, serta gunakan pula diriku ketika engkau ingin membantu orang lain.

Kerumunan orang-orang:
Terimakasih atas penjelasannmu. Bolehkah aku bertanya? Aku mempunyai sawah berbentuk persegi panjang. Panjangnya 5 sedangkan lebarnya 4. Berapakah luas sawahku itu?

Matematika:
Gunakan luas satuan. Kemudian tutupilah sawahmu itu dengan bangun-bangun satuan, maka engkau temukan bahwa banyaknya luas satuan adalah 4 kali 5 sama dengan 20. Jadi luas sawahmu adalah 20.

Kerumunan orang-orang:
Terimakasih, sekarang aku sudah mempercayaiku. Maka bersiaplah wahai matematika engkau menjadi pelayanku. Maka selalu siaplah engkau aku panggil setiap saat dan akan aku gunakan untuk bermacam-macam keperluan.

9 comments:

MATHSUGIYANTA said...

Matematika bisa dipandang sulit, namun ternyata LEBIH SULIT membelajarkan, matematika dapat juga dipandang mudah dan ternyata LEBIH MUDAH dari pada membelajarkannya.

Monk said...

harus ber doa sebelum dan sesudah belajar ya pak?

Marsigit said...

Monk
Berdoa sebelum dan sesudah mengerjakan sesuatu, itulah ilmu hakiki. Itulah ilmu absolut, yang hanya dapat aku gapai dengan hatiku dan semata-mata karena ridhlo Nya.

haris fadilah said...

Matematika bukan sesuatu yang menakutkan akan tetapi dia adalah suatu perangkat yang dapat di gunakan untuk membantu mangatasi kesulitan kita.Misalnya,seperti yang di tulis pada cerita di atas.Kita bisa menghitung volume bangun ruang,kita bisa menentukan besar sudut,kita bisa mengukur panjang dan lebar benda yang besar tanpa harus mengukur langsung benda tersebut.Kita butuh siapa?!ILMU MATEMATIKA kan???

Anonymous said...

Sebuah gejala, lain gejala, dan gejala lain akhirnya menjadi sebuah nama. 'matematika berawal dari gejala dan terus menggejala'. "kadang merasa menjadi budaknya matematika, tetapi kadang juga berasa membudakkan matematika". Sehingga setap detiknya berarti suatu hitungan sehingga iringan waktupun tidak lepas dari matematika.

Kawit Sayoto

Anonymous said...

Nama : Lia Fitriana
NIM : 06301244094
Prodi : pend. Mat NR D 2006
Setelah saya membaca elegi yang berjudul Menggapai hakekat Matematika ke 1, di dalamnya dijelaskan bahwa matematika adalah tanpa batas. lalu jika matematika tanpa batas lalu bagaimana kita membedakan matematika dengan ilmu yang lain ? karena sesuat yang dapat membedakan hal yang satu dengan yang lain adalah batas. jika baru sebagian batas matematika yang diketahui maka, mungkin saja batas matematika yang lainn adalah ilmu selain matematika ? mengapa dapat menentukan matematika itu di dalamnya memuat...., kimia memuat...dst. padahal batas batas itu tidak dapat di gapai.

c@sEy_05301244102 said...

Kesi Rusdiana Dewanti
(05301244102)

Berdasarkan elegi yang saya baca yang berjudul " Elegi menggapai Hakekat Matematika Kesatu" jelas bahwa matematika itu tanpa batas. Sebagian dari kita telah megenalnya tetapi sebagian banyak yang belum mengenalnya. Jadi jelas bahwa semakin banyak kita menggunakan matematika , maka semakin banyak pula kita mengenal dirinya.
Matematika memang dipandang sulit oleh sebagian banyak orang bahkan sebagian banyak orang itu malas untuk mengenal matematika. Jadi bagaimanakah mereka dapat mengetahui apa yang mereka pikirkan bila mereka belum mengetahui apa yang mereka kenal?
Dan untuk sebagian orang yang percaya akan matematika, maka bersiaplah wahai matematika engkau menjadi pelayanku. Siap setiap aku panggil dan aku gunakan dalam setiap keperluanku.
Nah kapan matematika itu bisa menjadi ratu?

Marsigit said...

Kesi Rusdiana Dewanti
Ketika engkau mencari dan akan mengundang matematika itulah, dia sedang berperan sebagai ratu. Ketika dia siap engkau gunakan itulah, dia siap menjadi pelayanmu.

astuti.blogspot.com said...

dwi astuti (UPY/07413081)
dalam elegi menggapai hakeket matematika ke satu dapat kita ketahui, bahwa sangat pentingnya matematika untuk kehidupan sehari-hari. kita bisa menggunakan matematika kapan saja kita perlu, seolah-olah matematika adalah pelayan buat kita yang siap melayani kita. tapi dari sebagian orang merasa kesulitan untuk belajar matematika karena matematika dipandang terlalu rumit. dan terkadang dalam matematika banyak yang kita tidak tahu buat apa fungsinya sehingga kita enggan untuk mempelajarinya.contoh, sebenarnya buat apa to kita susah-susah belajar integral???