Oleh Marsigit
Subyek:
Wahai para risau, aku sebetulnya enggan melihatmu, tetapi engkau selalu mengikutiku. Engkau seperti fatamorgana, kadang jelas kadang menghilang. Tetapi yang aku tidak suka denganmu, karena kedatanganmu dan kepergianmu selalu saja tidak seijin denganku. Sehingga aku merasa kewalahan mengendalikan dirimu. Kadang-kadang aku bahkan menjadi bulan-bulananmu. Dari pada aku bersikap memusuhimu, maka sekarang aku ingin berkoalisi denganmu. Aku ijinkan engkau semua untuk mengajukan proposalmu. Jika itu mungkin, maka aku akan menindaklanjuti proposalmu itu. Tetapi untuk menanggapi proposalmu semua aku telah mengangkat dewan pertimbangan, tidak lain tidak bukan adalah si orang tua berambut putih.
Risau hati:
Wahai subyek, aku adalah risau hatimu. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau sakit:
Wahai subyek, aku adalah risau sakit. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menderita sakit. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau miskin:
Wahai subyek, aku adalah risau miskin. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menjadi miskin. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau lupa:
Wahai subyek, aku adalah risau lupa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan melupakan beberapa hal. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memperoleh pekerjaan:
Wahai subyek, aku adalah risau pekerjaan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena tidak mendapat pekerjaan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak punya teman:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak punya teman. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mempunyai teman dan kehilangan teman. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau bersifat buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau bersifat buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai sifat buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau reputasi buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau reputasi buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai reputasi buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memiliki:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak memiliki. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak memiliki sesuatu benda atau yang lainnya. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau inkompeten:
Wahai subyek, aku adalah risau inkompeten. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap inkompeten terhadap pekerjaanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tak lazim:
Wahai subyek, aku adalah risau tak lazim. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap aneh atau tak lazim. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau berbuat dosa:
Wahai subyek, aku adalah risau berbuat dosa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau telah melakukan dosa-dosa. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau iri hati:
Wahai subyek, aku adalah risau iri hati. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena iri hati terhadap teman-temanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak adil:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak adil. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau diperlakukan tidak adil atau melakukan ketidak adilan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau harga diri:
Wahai subyek, aku adalah risau harga diri. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena terancam harga dirimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kebutuhan:
Wahai subyek, aku adalah risau kebutuhan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memenuhi kebutuhanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak berperan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak berperan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat berperan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat hak:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat hak. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat hak. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau wan-prestasi:
Wahai subyek, aku adalah risau wan-prestasi. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat mencapai atau memperoleh prestasimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kematian:
Wahai subyek, aku adalah risau kematian. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau oleh datangnya kematianmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak bisa mengurus milik:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak bisa mengurus milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak bisa mengurus semua milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat pengakuan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat pengakuan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat pengakuan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau menyongsong masa depan:
Wahai subyek, aku adalah risau menyongsong masa depan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memperoleh masa depanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kehilangan milik:
Wahai subyek, aku adalah risau kehilangan milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau kehilangan milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Subyek:
Wahai orang tua berambut putih. Bagaimana aku bisa menanggapi dan menindaklanjuti semua kerisauan tersebut?
Orang tua berambut putih:
Ketahuilah subyek, bahwa aku sendiri juga mempunyai kerisauan. Aku selalu merasa risau jangan-jangan aku tidak mempunyai ilmu, atau kekurangan ilmu, atau kehilangan ilmu. Maka sebaik-baik solusi menurutku adalah selalu berusaha atau ikhtiar dan berdoa agar ikhtiar kita itu dikabulkan. Disamping itu kita juga harus pandai-pandai bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Tuhan YME. Tiadalah daya dan upaya manusia itu. Maka manusia itu sesungguhnya tidaklah mampu menghilangkan segala kerisauannya, kecuali atas pertolongan Nya. Amien.
Tuesday, April 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
14 comments:
aku adalah risauku yang tidak pernah akan terhinti
hidup manusia akan penuh dengan kerisauan tanpa batas.
kecuali kita telah mati di sini di bumi ini
tak bisa akau buang risauku karena ada kekewatiran yang ada di pikiranku ini
aku ingin seimbang jadi bagaimana menanggulangi pikiranku?
tanks.........
sebelumya maaf pak karena ada kekeliruan saya dalam menulis,
termasuk juga kerisauanku akan bapak bila membaca tulisan saya.
apakah risau itu erat hubungannya dengan ketakutan?
apakah kongruen pak?
risauku adalah imajinasiku yang tak ingin aku gapai. akan tetapi kadang bermunculan tanpa kita sadari..
apakah betul seperti itu..
apa semuanya relatif?
sepertinya manusia selalu merasa risau. saya sendiri sering mengalami kerisauan.dan saya setuju dengan bapak, bahwa solusi dari kerisauan kita adalah ihktiar dan doa..dan tak lupa bersyukur atas nikmat yang tlah kita terima dari Allah karena tentunya Allah telah menentukan apa yang terbaik untuk kita..amin
setelah saya membaca elegi menggapai tidak risau...
Dapat saya simpulkan bahwa sebagai manusia biasa tentunya kita pasti merasakan kecemasan atau kerisauan dalam meniti hidup ini...
Kita merasa antara mampu dan tidak mampu...antara sanggup dan tidak sanggup...akan tetapi kita bisa menyingkirkan kecemasan itu tentunya dengan berusaha keras disertai dengan doa,,serahkan diri kepada Tuhan karena Dia tahu yang terbaik untuk kita...
saya ingin bertanya kepada Bapak,memang secara teori kita bisa berpikir secara ideal dalam menghadapi kerisauan hidup ini.Akan tetapi realita yang kita jalani terasa sulit,apakah bapak bisa membantu saya dalam hal ini?
Dewi ERvianita
07301244045
P.Mat R 06
risau,,sangat sering hal itu kita rasakan.Perasaan takut, khawatir bahwa apa yang kita lakukan salah,takut kesalahan yang pernah kita perbuat terdahulu diketahui oleh orang lain, takut kepada seseorang yang mungkin dapat membahayakan kita dan lain - lain..
Namun terkadang kita lupa bahwa sesungguhnya hanya Allah lah yang pantas untuk kita takuti dan cintai di dunia ini melebihi apa pun..
Senantiasa berdoa dan berikhtiar agar hati kita bisa selalu terjaga dari hal - hal yang dapat membawa pengaruh yang tidak baik..
Ass. Wr. Wb
Aku risau untuk meninggalkan komentar.aku risau karena memikirkan ini begitu dalamnya.aku risau dengan apa yang akan aku tuliskan di sini. apa orang lain didatangi risau seperti risau yang mendatangiku? apakah risau itu penyakit?lalu harus ke manakah aku berobat, dan apakah obatnya?aku risau bahwa risau itu bukan penyakit.aku risau bahwa aku tidak akan pernah tau ke mana aku harus berobat, dan apa obatnya....
Wss Wr. Wb.
Mengapa risau hanya untuk hal-hal yang berbau dengan ke egoan diri,kebutuhan diri sendiri,kenyamanan diri sendiri?Sebaik-baiknya manusia sealim-alimnya manusia memiliki peluang yang sangat besar untuk risau,hanya frekuensinya saja yang berbeda untuk orang yang tidak pernah mendekatkan diri pada penciptaNYA setiap waktu hatinya akan risau.Risau kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya,yang berharga untuknya.Ia tidak sadar itu semua hanya titipan dan setiap saat akan diambil lagi oleh pemilikNYA.
Jarang manusia yang risau karena tidak bisa mebantu orang lain,tidak bisa menyenangkan orang lain.Risau hati yang dirasakan manusia hanya berkisar tentang kerisauan hatinya karena takut kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya.Entah itu ilmu,barang,harta,orang yang di sayangi,jabatan yang didudukinya ataupun sesuatu hal lain yang juga sangat di cintainya.Mendekatkan diri pada Tuhan YME setiap saat akan mengurangi rasa risau yang ada di hati.
'Risau'
saya setuju dengan pendapatnya Haris. kita cenderung merasakan kerisauan yang besar terhadap hal2 yang bersifat duniawi.
kita risau akan kehilangan sesuatu yang amat kita sayangi, risau dibenci teman, risau akan sakit, risau tidak bisa mengerjakan ujian,dll. Terkadang kerisauan akan hal duniawi itu lebih besar dibandingkan kerisauan akan kehilangan kasih sayangNya,ridhoNya. Maka marilah kita bersama-sama mendekatkan diri kepadaNya, agar mengurangi kerisauan yang bersifat duniawi.
asalamualaikum..
jadi dalam kerisauan itu kita sebaiknya tidak berpikir bagaimana benar-benar bisa menghilangkan ini, tetapi justru sebaiknya kita menyadari keberadaan kerisauan ini. karena menurut saya, wajar jika risau itu ada, sehingga masih ada sesuatu yang menjadi jembatan kecil untuk mendekatkan diri, berikhtiar, mohon pertolongan dan ampunan Allah SWT. Sebab seringkali manusia lupa apabila dilimpahi nikmat dan karunia bahkan ketika sudah demikian risau pun tidak dihiraukan sebagai teguran. Mungkin dengan risau ini justru dapat menjadi bahan renungan untuk selalu mengingtkan kita agar tidak melupakan Tuhan Pencipta Segala nya. Mudah-mudahan kita semua mampu merenungkannya dan dapat belajar sedikit tentang Dzikir, agar senantiasa kita diberi ketenangan dan keyaklinan bahwa Allah Yang Maha Pemurah, Bijaksana, Penyayang senantiasa selalu mengiringi langkah baik kita, meskipun seringkali kita mendapat ujian itulah sesungguhnya bukti keberadaanNya untuk mengetes kualitas iman kita. Semoga kita selalu saja dalam LindungaNya. AMIEN..
Assalam....
Setiap insan pastilah mempunyai perasaan risau.
Termasuk diriku. Aku risau untuk menampilkan elegi yang telah aku buat. Aku juga merasa risau jangan- jangan elegiku itu jelek, atau tidaklah pantas untuk ditampilkan.Ah.... aku pasrahkan sajalah semuanya sama Allah,Aku kan sedang berusaha berlatih membuat elegi. Jadi apapun hasilnya semua itu adalah proses pembelajaran bagiku.
_Kesi Rusdiana Dewanti_
05301244102
Kesi Rusdiana Dewanti..tampilkan saja Elegimu di Blog anda. Saya ingin melihatnya.Baik atau buruk itu adalah puncak gunung yang berbeda. Maka segera usirlah keraguanmu dari hatimu. Tetapi bersyukurlah kalau keraguanmu ada dalam pikiranmu, karena itu pertanda ilmumu. Amien.
ASS. WR. WB
Berbagai kerisauanku muncul ketika akan menghadapi ujian akhir semester,,ketika aku tidak mampu lagi membendung berbagai kerisauan yang muncul ini,,aku memilih untuk membaca beberapa elegi dari Bpk,,dan Alkhamdulillah aku menemukan kalimat ini sebagai acuan penenang hatiku,,
>>>>>>>>>>
Maka sebaik-baik solusi menurutku adalah selalu berusaha atau ikhtiar dan berdoa agar ikhtiar kita itu dikabulkan. Disamping itu kita juga harus pandai-pandai bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Tuhan YME. Tiadalah daya dan upaya manusia itu. Maka manusia itu sesungguhnya tidaklah mampu menghilangkan segala kerisauannya, kecuali atas pertolongan Nya. Amien.
<<<<<<<<<
Sugeng Ndalu,, Matur Nuwon,,
WSS. WR. WB
Manusia selalu mengalami kerisauan ketika menghadapi perubahan, pertanyaan atau suatu pengalaman baru. Bahagia manusia yang tidak tuli hatinya, yang tersesat dipanggilNya, yang haus disegarkanNya, yang terluka disembuhkanNya. Tuhan akan selalu membantu hambaNya yang mudah bersyukur dan Tuhan akan membasuh segala risau di hatinya.
Safrin Hamataher LTA
perasaan risau merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari diri setiap manusia selama manusia hidup. prinsipnya risau pada diri manusia ada baik dan ada pula buruk, risau seseorang kearah yang baik yakni risau ketika merasa tidak adil, memungkinkan manusia selalu berbuat adil,risau ketika berbuat buruk, membuat manusia selalu berbuat yang baik, risau jika seseorang berbuat dosa, hal ini membuat manusia selalu berhati - hati dalam menjalani kehidupan ini.
Disisi lain risau seseorang kearah yang tidak baik yakni risaunya karna tidak mendapatkan jabatan, hal ini memungkinkan orang lebih condong untuk meraih atau mendapatkan jabatan tanpa peduli dengan cara apa diperolehnya, risau atas keberhasilan orang lain, memungkin orang menjadi iri, dengki maupun penyakit batin lainya, dll Oleh karnanya untuk mencegah risau hati yang tidak baik dan mempertahankan perasaan risau yang baik, patutlah kita bersukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita dan kepada Allah jualah kita memohon petunjuk dan bimbingan serta keteguhan hati sehingga kita terhindar dari hal - hal yang menyesatkan. Amien Ya rabbal alamin
Post a Comment