Wednesday, April 1, 2009

Elegi Jebakan Filsafat

Oleh Marsigit

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Hanya orang-orang tertentu aku perkenankan untuk menemuiku. Itupun dengan syarat-syaratnya yang sangat ketat.

Subyek:
Aku belum jelas siapakah engkau. Jika engkau jebakan filsafat maka apakah ciri-cimu itu?

Jebakan:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Jika aku sebutkan semua ciri-ciriku maka aku bukan lagi menjadi jebakan filsafat. Tetapi aku dapat sebutkan bahwa tempat tinggalku adalah pada batas dimensimu. Fungsiku adalah untuk menaikkan dimensimu. Sedangkan diriku itu beraneka ragam. Ragamku sebanyak batas dimensimu. Maka aku terdiri dari Jebakan1, Jebakan2, Jebakan3,... dst.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan kesadaran:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai kesadaranmu, maka sebenar-benar diriku adalah jebakan kesadaranmu. Sebenar-benar kesadaran adalah dirimu yang terjaga. Maka agar engkau memahami sesuatu engkau harus letakkan kesadaranmu pada obyek yang akan engkau sadari. Kesadaranmu itu bersifat merdeka. Maka sebenar-benar ilmu itu memerlukan kesadaranmu. Jika engkau melupakan akan hal demikian maka itulah bahwa keadaanmu itu sudah masuk ke dalam perangkap kesadaranmu. Itulah jebakan kesadaranmu. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak dalam jebakan kesadaran adalah engkau berpura-pura sadar padahal engkau belum menyadarinya.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Keikhlasan:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai keikhlasan maka sebenar-benar diriku adalah jebakan keikhlasanmu. Setinggi-tinggi hatimu adalah ikhlasmu. Maka tempat tinggalku adalah di dalam hatimu. Aku adalah bersih tak bersyarat. Keikhlasanmu adalah merdeka. . Maka sebenar-benar ilmu itu memerlukan keikhlasanmu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan keikhlasan. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak dalam jebakan keikhlasan adalah engkau berpura-pura ikhlas, padahal engkau sebetulnya tidak ikhlas.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Perhatian:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai perhatian, maka sebenar-benar diriku adalah jebakan perhatian. Sebenar perhatian itu memerlukan kesadaran dan keikhlasan. Bergabungnya parhatian, kesadaran dan keikhlasan merupakan langkah untuk menerima sesuatu sebagai hal yang memang patut diterima. Segala macam ilmumu itulah memerlukan perhatianmu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan perhatian. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak oleh jebakan perhatian adalah engkau berpura-pura memerhatikan, padahal engkau sebetulnya tidak memperhatikan.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Minat:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai minat maka sebenar-benar diriku adalah jebakan minat. Minatmu itu terdiri dari penerimaanmu, responmu dan sikap postitifmu. Sebenar-benar ilmumu itulah memerlukan minatmu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan minat. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak oleh jebakan minat adalah engkau berpura-pura berminat, padahal engkau sebetulnya tidak berminat.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Pengertian:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai pengertian, maka sebenar-benar diriku adalah jebakan pengertian. Pengertianmu itu engkau bangun berdasarkan minatmu dan penilaianmu terhadap ilmu. Maka sebenar-benar pengertianmu itulah akan membangun ilmumu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan pengertian. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak oleh jebakan pengertian adalah engkau berpura-pura mengerti, padahal engkau sebetulnya tidak mengerti.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Sikap:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai sikap, maka sebenar-benar diriku adalah jebakan sikap. Sikapmu itu engkau bangun berdasarkan pengertian dan penilaianmu terhadap ilmu. Maka sebenar-benar sikapmu itulah akan menentukan ilmumu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan sikap. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak oleh jebakan sikap adalah engkau berpura-pura bersikap, padahal engkau sebetulnya tidak bersikap.

Subyek:
Wahai sesuatu. Aku sedikit merasakan ada sesuatu di hadapanku. Siapakah dirimu itu.

Jebakan Karakter:
Aku adalah jebakan. Sesungguhnya aku adalah jebakan filsafat. Sesuai dengan hakekat filsafat, maka aku sangatlah halus, lembut dan tersembunyi. Karena aku melihat bahwa dirimu sedang menggapai karakter, maka sebenar-benar diriku adalah jebakan karakter. Karaktermu itu engkau bangun berdasarkan sikap dan penilaianmu. Maka sebenar-benar karaktermu itulah akan menentukan ilmumu. Jika hal yang demikian engkau lupakan, maka itulah sebenar-benar engkau telah terjebak oleh jebakan karakter. Ciri-ciri bahwa engkau terjebak oleh jebakan karakter adalah engkau berpura-pura berkarakter, padahal engkau sebetulnya belum berkarakter.

Subyek:
Wahai orang tua berambut putih. Apalah sebenarnya yang dimaksud dengan jebakan filsafat itu?

Orang tua berambut putih:
Jebakan filsafat adalah lawan dari keadaan dimana seharusnya engkau berada. Yang telah disebut tadi itu hanyalah sebagian dari jebakan yang ada. Jebakan yang lain masih banyak misalnya: jebakan disiplin, jebakan kejujuran, jebakan kebaikkan, jebakan tanggung jawab, jebakan kepatuhan. Ketahuilah bahwa dari semua itu dapat aku katakan bahwa sebenar-benar jebakan adalah jebakan ruang dan waktu.

28 comments:

haris fadilah said...

saya sangat setuju dengan jebakan jebakan yang di jabarkan dalam alegi tersebut.terutama dengan jebakan ikhlas karena batas antara ikhlas dan pamrih sangat tipis.Se ikhlas2nya seseorang pasti kadang2 sering muncul setitik pamrih dalam hatinya?saya berkeyakinan semua orang berpeluang besar untuk mengalaminya?Bagaimana cara kita agar setidaknya maminimalisir hal tersebut?

Vanita Nur Kesumawati said...

jebakan yang dimaksudkan apakah berarti setiap cobaan dan tantangan yang kita alami dalam hidup ini,pak??
apabila kita dapat melewati setiap jebakan tersebut kita dapat naik kelas ke kelas yang lebih tinggi..sehingga kita bisa menjadi manusia yang memiliki kesadaran, keikhlasan, perhatian, pengertian, minat, sikap, karakter, dll.

MEINA berlianti said...

ass...wr...wb....
selamat pagi Pak...


Pak,yang bisa saya lakukan sejauh ini adalah berusaha untuk tidak terjebak dalam jebakan-jebakan filsafat.tetapi dalam kenyataannya tak jarang saya terjebak didalamnya.suatu ketika disaat ada orang yang menyakiti hati saya,saya berusaha untuk ikhlas menerimanya tetapi dalam kenyataannya hati saya tak ikhlas untuk disakiti.setiap saat pasti saya bertemu dengan jebakan-jebatan filsafat.PR bagi saya adalah bagaimana agar saya tidak terjebak didalamnya.

terima kasih Pak...

MEINA berlianti said...

boleh request Pak??
bagaimana menurut Bapak tentang elegi para caleg menggapai kursi kekuasaan?

Dr. Marsigit, M.A said...

Meina Berlianti, elegi para caleg menggapai kekuasaan itu sebenarnya sudah implisit dalam berbagai elegi. Itulah filsafat bahwa kajiannya itu bersifat dalam sedalam-dalamnya, dan luas seluas-luasnya. Make para caleg dan partai-partai akan masuk menjadi bagian dari obyek filsafat. Dari khasanah politik maka yang menonjol adalah kekuasaan dan hubungan subyek dan obyek, tujuan, dan perjuangan kolektif. Perjuangan dalam filsafat adalah mewujudkan potensi menjadi fakta. Sedangkan tujuan itu relatif terhadap konteks (partai). Setinggi-tinggi tujuan adalah tujuan absolut. Saya menghargai pemikiran anda. Terimakasih dan selamat belajar semoga sukses. Amien

Marsigit said...

Vanita Nur Kesumawati, jebakan itu hanya bermakna bagi orang yang menyadari. Bagi orang yang tidak menyadari maka mereka betul-betul terjebak di dalamnya.

Tegar said...

Sebellumnya maaf pak bila saya sudah terjebak, tapi menurut saya untuk mampu terbebas dari jebakan filsafat, sebenar-benarnya kita harus selalu terlepas dari kesalahan-kesalahan...padahal manusia tak pernah luput dari kesalahan.
yang mau saya tanyakan, bagaimanakah akibatnya bila kita terjebak salah satu jebakan filsafat? apakah mempunya dampak yang besar?

Iwan Tegar Mandiri
06301244003

Marsigit said...

Tegar, tiadalah orang terbebas dari jebakan filsafat. Yang benar adalah bahwa orang itu berusaha membebaskan diri dari jebakan filsafat. Maka renungkanlah.

c@sEy_05301244102 said...

Assalam......

"Jelas bahwa tiadalah seseorang yang bisa terlepas dari jebakan filsafat".
Bagaimana pak jika kondisi ini terjadi pada orang yang mempunyai kelainan jiwa alias gila..
Apakah si orang gila ini juga telah terkena jebakan filsafat, karena sebenar-benar orang gila itu tidak sadar dan tidak menyadarinya bahwa dia itu gila??
terima kasih...

_Kesi Rusdiana Dewanti_
05301244102

Marsigit said...

Kesi Rusdiana Dewanti, sungguh tidak beruntunglah orang gila itu. Mengapa? Dia telah kehilangan WADAH. Selamat saya ucapkan untuk engkau bahwa untuk kesekian kalinya engkau mampu melepaskan dari jebakan filsafatku. Sungguh engkau sulit menyadarinya tetapi pada saat yang tepat aku akan beritahukan ini kepadamu dan kepada teman-temanmu.

Kawit Sayoto said...

saya belum tahu apkah akhirnya saat ini saya akhirnya mampu berfilsaft. Ilmuku mungkin yang terlalu sedikit ini sehingga saya bisa dikatakan selalu terjebak. ketika berusaha pun aku sama saja terjebak. bahkan setiap detiknya terjebak. Haus akan ilmu mungkin saya bisa katakan begitu. Tapi ketika melihat lagi setiap kata didepanku belum mampu aku memahami. Kadang ada rasa malas dan mudah p-uas Mungkin kalau diungkapkan tidak cukup. Tetapi mohon doa Bapak semoga saya selalu berusaha meraih kebebasan dari jebakan dengan gigih. Amiin.

Marsigit said...

Kawit Sayoto pengakuanmu itulah pertanda engka mulai terlepas dari jebakan filsafat. Tetapi mengiyakanmu terhadap pernyatanku ini itulah pertanda akan masuk perangkap lagi. Sebenar-benar manusia itu tidak dapat terlepas dari jebakan filsafat. Yang benar adalah bahwa manusia itu hanya berusaha melepaskan diri dari jebakan filsafat.

c@sEy_05301244102 said...

Jadi yang dimaksud orang gila itu tidak beruntung karena kehilangan "WADAH".
karena:
Sebenar-benar wadah adalah fungsi hatinya. Tiadalah suatu isi mempunyai makna jika tidak ada wadahnya. Dan sebenar-benar wadah adalah isi dan hatinya.....

_Kesi Rusdiana Dewanti_

Marsigit said...

Kesi Rusdiana Dewanti, itulah sebenar-benar pengertian wadah. Hubungan antara wadah dan isi itu perumpamaannya adalah seperti bawang dan kulitnya. Kulit bawang itu adalah sekaligus isinya. Maka orang gila itu betul-betul tidak beruntung karena dia telah kehilangan WADAH. Artinya dia juga kehilangan ISI nya. Sebesar-besar dan setinggi-tinggi wadah bagi dirimu adalah HATI mu. Padahal engkau tahu bahwa hatimu adalah doamu. Doamu itulah sekaligus wadah dan isimu.

herry prasetyo said...

terjebak dan dijebak adalah hal yang sangat wajar dalam kehidupan ini.
tetapi pak, yang saya bingungkan apakah jebakan mempunyai tingkatan tertentu? sehingga bisa membuat kita terjebak ke jebakan yang lebih tinggi?

Marsigit said...

Herry Prasetyo, setinggi-tingi dan seberat-berat jebakan bagi manusia adalah neraka jahanam. Sedang setinggi-tinggi terbebas dari jebakan adalah surga. Itulah sebenar-benar kuasa Nya.

HARYONO.S said...

Haryono Slamet
06301244001
P.Mat NR 06'C
Selamat malam Pak,
Setelah saya membaca lagi elegi Bapak, saya jadi mengerti bahwa sejak awal kita ada di dunia, kita memang sudah masuk dalam jebakan tersebut.
Tapi sesuai fungsinya untuk menaikkan dimensi, artinya jebakan tersebut adalah proses belajar kita untuk menjadi lebih dewasa.
Ketika seseorang menyadari bahwa ia sudah masuk dalam jebakan, maka ia akan belajar untuk keluar dari jebakan tersebut dan belajar untuk tidak masuk dalam jebakan tersebut lagi.

Dr. Marsigit, M.A said...

Haryono Slamet, ....Amien.

dewiervianita_philosphy said...

saya yakin kita pasti akan merasa terjebak karena perbedaan yang baik dan buruk itu sangat tipis karena kadang yang buruk tampak baik dan yang baik tampak buruk di mata kita.Akan tetapi ada 1 hal yang tidak bisa kita bohongi yaitu hati nurani.
Lalu,menurut Bapak bagaimana kita menghindari jebakan filsafat itu? jika kita sudah merasa terjebak,apa yang harus kita lakukan?Terima kasih.

Dewi Ervianita
07301244045
P.Mat R 06

ARIF MU'NANDA'R said...

mungkin ini juga menyangkut tentang kesenjangan antara 'idealitas'dengan 'realitas' dalam kehidupan kita sehari-hari.
kita merasa sampai pada keadaan tertentu, tapi sebenarnya belum,sehingga kita telah tertipu oleh kita sendiri.
jika boleh request elegi, bagaimana pertarungan idealitas dengan realitas ini pak? saya kira akan menarik.... :)
\

Marsigit said...

Dewi Ervianita..., tiadalah sebenar-benar orang itu terbebas dari jebakan filsafat, kecuali orang-orang yang di ridhloi Nya. Maka agar kita terbebas dari jebakan itu, jadikanlah semua ucapan dan perbuatan kita itu sebagai doa-doa kita. Amien.

Marsigit said...

Untuk semuanya..jebakan filsafat itu tidak lain-tidak bukan adalah kesombongan itu sendiri.

ERVINTA DEWI said...

Asalamualaikum pak marsigit..
selamat malam.

kenapa saya takut ketika membaca elegi ini dan beberapa koment yang ada didalamnya. Jelaslah bahwa manusia tidak bisa lepas dari jebakan filsafat. tetapi pak, seringkali kita menyadari diri kita salah, kurang dn setelah membaca elegi jebakan filasaf kita sadar bahwa diri kita memang berusaha untuk dapat terbebas dari jebakan ini, namun kita sendiri susah sekali mewujudkan kesadaran ini dalam sikap kita. Seringkali kita berbweda pendapat dengan orang lain, antara aku dan dia pasti merasa benar dan diantara kami ada yang membenarkan aku dan juga ada yang membenarkan dia, sehingga kita sulit untuk ketemu. Kalaupun kita menyadari dan mau untuk merubahnya, ternyata pihaknya sudah susah kita masuki atau mungkin ketika it6u saya sesungguh-sungguhnya terjebak dalam jebakan filsafat? Ataukah saya jadi terjebak mitosku pula ketika saya membaca elegi ini?
Dan bagaimanakah kita dapat ikhlas ketika kita sadar dan menyaksikan sendiri bahwa yang disekeliling kita ini yang kita anggap sahabat justru menikam kita dari belakang dan bukan menjaga kita, justru menjatuhkan? Sebenarnya apakah hakekatnya sahabat karena secara langsung maupun tidak , dialah yang berperan sebagai motivasi kita juga. naif jika saya bilang dapat hidup sendiri dnegan ilmu saya yang tinggi.. Mungkinkah bapak berkenan menjelaskan makna sahabat?atau yang sepatutnya menjadi sahjabat kita? tidak selamanya kan kita bertanya dan merrenungi diri kita sendiri dan bertanya pada orang tua berambut putih, tetapi masalah hubungan ini saya ingin mendapat ilmu dari bapak yang sudah melampaui pengalaman saya.

terimakasih

Dr. Marsigit, M.A said...

Ervinta, ...saya dapat mengatakan bahwa sahabat adalah reduksi. Mengapa? Karena diantara banyak manusia yang ada, maka aku pilih orang tertentu sebagai sahabatku, sedangkan aku membedakan dari orang yang lainnya sahabatku itu. Itulah reduksi. Tetapi aku juga dapat mengatakan bahwa sahabat adalah usahaku menggapai lengkap. Mengapa? Karena dia adalah bagian dari sifatku yang banyak. Tetapi aku juga dapat mengatakan bahwa sahabatku adalah mitosku. Kenapa? Yaitu jika aku terima secara buta dia sebagai sahabatku tanpa menggunakan akal dan pikiranku dengan kritis. Tetapi aku juga dapat mengatakan bahwa sahabatku adalah obyekku? Mengapa? Jika aku memposisisikan sebagai subyek terhadapnya. Maka sebenar-benar sahabat pikiranku adalah ilmuku. Sahabat hatiku adalah doaku. Sahabat hidupku adalah amal-amalku. Jika engkau telah menunjuk seseorang tertentu sebagai temanmu, maka aku dapat mengatakan bahwa temanmu itu adalah komunikasi baik dan intensifmu. Maka aku juga dapat mengatakan temanmu itu adalah harmonimu, ketika dia selaras dengan hidupmu. tetapi jika dia tidak selaras dengan hidupmu maka ia telah berubah menjadi bukan temanmu, atau dia adalah disharmonimu. Sedangkan sebenar-benar sahabat bagi ilmumu adalah pertanyaanmu. Maka renungkanlah.

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Ervinta..aku juga dapat katakan bahwa sahabat adalah subyekku. Mengapa? Yaitu jika aku lebih banyak menggantungkan kepadanya. Maka seperti juga ilmu dan filsafat, maka aku dapat letakkan sahabat di depan apapun, sekehendak hatiku. Sahabat dunia, sahabat akhirat, sahabat benda-benda, dst. Aku juga dapat katakan bahwa sahabat adalah obyek di luar diriku dan munkin juga di dalam diriku. Sebenar-benar sahabatku adalah ada dan yang mungkin ada. Maka itulah aku sebagai pikiranku. Dst..dst.. (tolong agar jawaban saya ini juga bisa dibaca oleh yang lainnya)

Dr. Marsigit, M.A said...

Masih untuk Ervinta, karena sahabat adalah hubungan antara dua hal atau lebih, maka ketika memasuki area ketuhanan, saya harus hati-hati, dan tidak dapat gegabah menggunakan kata sahabat. Karena di area ini metodeku adalah hatiku.

ERVINTA DEWI said...

Asalamualaikum...
terimakasih pak atas nasehatnya. Alhamdulillah, InsyaAllah saya sudah tidak bimbang lagi bagaimana saya harusnya bersikap terhadap hal yang demikian. Selamat malam. sampai jumpa besok pagi..

astuti.blogspot.com said...

DWI ASTUTI (07413081/UPY)

berarti semua orang tidak ada yang mampu menghindar dari jebakan filsafat ya pak ????
karena kita pasti tak bisa untuk selalu jujur terhadap semua orang. pasti selalu ada kepura-puraan untuk menutupi semua kejelekan kita. kenapa ya pak Tuhan tidak menciptakan setiap manusia itu berhati baik. agar kita tak pernah terjebak dalam jebakan filsafat?dan supaya semua manusia tak ada yang masuk neraka. mungkinkah dunia akan bahagia, jika itu benar-benar terjadi???