Oleh Marsigit
(Elegi ini khusus untuk olah pikir filsafat dan tidak digunakan untuk referensi pembelajaran matematika)
Q: Apakah yang disebut sama itu?
A: Sulit dijelaskan
Q: Apakah 2 + 3 sama dengan 5
A: Belum tentu
Q: Mengapa 2 + 3 belum tentu 5?
A: Mungkin 2+3 sama dengan 5.
Q: Mengapa masih mungkin?
A: Harus engkau buktikan dulu bahwa 2+3 memang sama dengan 5.
Q: Aku tunjukkan 2 jariku, kemudian 3 jariku, maka aku dapat menyebutkan bahwa 2 jariku ditambah 3 jariku sama dengan 5 jariku.
A: Kapan?
Q: Lha tadi.
A: Belum tentu nanti juga demikian.
Q: Lha bagaimana engkau membuktikannya?
A: Bagiku 2 + 3 itu berbeda dengan 5
Q: Baik apakah 5 sama dengan 5?
A: Ternyata tidak.
Q: Mengapa 5 tidak sama dengan 5?
A: Aku menemukan dua macam 5, yaitu 5 pertama dan 5 kedua.
Q: Apa bedanya 5 pertama dan 5 kedua?
A: 5 pertama aku ucapkan lebih dulu, sedangkan 5 kedua aku ucapkan kemudian.
Q: Apa bedanya 5 diucapkan dahulu dan 5 diucapkan kemudian?
A: Jelas berbeda, jika aku bisa mengucapkan 5 lebih dulu, dan aku bisa mengucapkan 5 kemudian, itu pertanda bahwa aku telah menemukan dua macam 5.
Q: Apakah 2+3 sama dengan 3+2
A: Apalagi yang ini. Jelas 2 + 3 tidak sama dengan 3 + 2.
Q: Mengapa?
A: Aku menyebut 2 lebih dulu pada 2+3, sedangkan aku menyebut 3 lebih dulu pada 3+2.
Q: Kalau begitu dirimu itu siapa?
A: Aku tidak tahu.
Q: Namamu siapa?
A: Aku ragu-ragu.
Q: Biasanya orang menyebut dirimu siapa?
A: Pernah aku dipanggil sebagai Antah-Brantah.
Q: Apakah Antah-Brantah itu dirimu?
A: Belum tentu.
Q: Kenapa belum tentu?
A: Karena mungkin ada orang lain yang mempunyai nama Antah-Brantah.
Q: Apakah dirimu itu Antah-Brantah?
A: Aku ragu-ragu.
Q: Kenapa engkau ragu-ragu?
A: Aku tidak dapat menunjuk diriku.
Q: Lha, aku ini bicara dengan siapa?
A: Mungkin dengan Antah-Brantah
Q: Dirimu itu dimana?
A: Saya tidak dapat menunjuknya.
Q: Kenapa engkau tidak dapat menunjuk dirimu?
A: Kelihatannya diriku itu bergerak.
Q: Apa maksudmu bahwa dirimu bergerak.
A: Diriku yang tadi ternyata berlainan dengan diriku yang sekarang.
Q: Dirimu yang sekarang itu di mana?
A: Aku tidak dapat menunjuk diriku yang sekarang karena kelihatannya aku bergerak.
Q: Engkau itu bergerak ke mana?
A: Belum selesai aku menunjuk diriku yang sekarang ternyata diriku telah berubah menjadi diriku yang tadi.
Q: Lalu siapa namamu? Bukankah namamu itu Antah-Brantah?
A: Aku merasa namaku kurang cermat.
Q: Kenapa engkau menganggap namamu kurang cermat?
A: Aku yang dulu, sekarang dan yang akan datang disamaratakan sebagai Antah-Brantah?
Q: Apakah engkau akan mengganti namamu?
A: Tidak. Aku hanya akan menambah saja namaku dengan keterangan tambahan, sehingga namaku menjadi Antah-Brantah Relatif.
Q: Apakah engkau sudah puas dengan namamu itu?
A: Belum. Namaku itu juga belum spesifik. Maka jika boleh aku akan lengkapi namaku sehingga namaku menjadi Antah-Brantah Relatif Terhadap Ruang dan Waktu.
Q: Apakah engkau sudah puas dengan namamu itu?
A: Belum. Ternyata aku tidak pernah bisa memiliki namaku itu.
Q: Kenapa?
A: Karena ternyata namaku tidak pernah bisa menunjuk siapa sebenarnya diriku.
Q: Kalau begitu apakah fungsi nama itu?
A: Tiadalah sebenarnya manusia itu sama dengan namanya.
Q: Apa maksudmu?
A: Manusia itu hanya berusaha menggapai namanya masing-masing. Sebenar-benar dan setinggi-tinggi nama adalah nama absolut. Itulah nama Tuhan Allah SWT.
Tuesday, April 28, 2009
Elegi Menggapai Tidak Risau
Oleh Marsigit
Subyek:
Wahai para risau, aku sebetulnya enggan melihatmu, tetapi engkau selalu mengikutiku. Engkau seperti fatamorgana, kadang jelas kadang menghilang. Tetapi yang aku tidak suka denganmu, karena kedatanganmu dan kepergianmu selalu saja tidak seijin denganku. Sehingga aku merasa kewalahan mengendalikan dirimu. Kadang-kadang aku bahkan menjadi bulan-bulananmu. Dari pada aku bersikap memusuhimu, maka sekarang aku ingin berkoalisi denganmu. Aku ijinkan engkau semua untuk mengajukan proposalmu. Jika itu mungkin, maka aku akan menindaklanjuti proposalmu itu. Tetapi untuk menanggapi proposalmu semua aku telah mengangkat dewan pertimbangan, tidak lain tidak bukan adalah si orang tua berambut putih.
Risau hati:
Wahai subyek, aku adalah risau hatimu. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau sakit:
Wahai subyek, aku adalah risau sakit. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menderita sakit. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau miskin:
Wahai subyek, aku adalah risau miskin. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menjadi miskin. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau lupa:
Wahai subyek, aku adalah risau lupa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan melupakan beberapa hal. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memperoleh pekerjaan:
Wahai subyek, aku adalah risau pekerjaan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena tidak mendapat pekerjaan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak punya teman:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak punya teman. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mempunyai teman dan kehilangan teman. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau bersifat buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau bersifat buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai sifat buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau reputasi buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau reputasi buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai reputasi buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memiliki:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak memiliki. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak memiliki sesuatu benda atau yang lainnya. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau inkompeten:
Wahai subyek, aku adalah risau inkompeten. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap inkompeten terhadap pekerjaanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tak lazim:
Wahai subyek, aku adalah risau tak lazim. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap aneh atau tak lazim. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau berbuat dosa:
Wahai subyek, aku adalah risau berbuat dosa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau telah melakukan dosa-dosa. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau iri hati:
Wahai subyek, aku adalah risau iri hati. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena iri hati terhadap teman-temanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak adil:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak adil. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau diperlakukan tidak adil atau melakukan ketidak adilan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau harga diri:
Wahai subyek, aku adalah risau harga diri. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena terancam harga dirimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kebutuhan:
Wahai subyek, aku adalah risau kebutuhan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memenuhi kebutuhanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak berperan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak berperan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat berperan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat hak:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat hak. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat hak. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau wan-prestasi:
Wahai subyek, aku adalah risau wan-prestasi. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat mencapai atau memperoleh prestasimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kematian:
Wahai subyek, aku adalah risau kematian. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau oleh datangnya kematianmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak bisa mengurus milik:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak bisa mengurus milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak bisa mengurus semua milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat pengakuan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat pengakuan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat pengakuan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau menyongsong masa depan:
Wahai subyek, aku adalah risau menyongsong masa depan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memperoleh masa depanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kehilangan milik:
Wahai subyek, aku adalah risau kehilangan milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau kehilangan milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Subyek:
Wahai orang tua berambut putih. Bagaimana aku bisa menanggapi dan menindaklanjuti semua kerisauan tersebut?
Orang tua berambut putih:
Ketahuilah subyek, bahwa aku sendiri juga mempunyai kerisauan. Aku selalu merasa risau jangan-jangan aku tidak mempunyai ilmu, atau kekurangan ilmu, atau kehilangan ilmu. Maka sebaik-baik solusi menurutku adalah selalu berusaha atau ikhtiar dan berdoa agar ikhtiar kita itu dikabulkan. Disamping itu kita juga harus pandai-pandai bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Tuhan YME. Tiadalah daya dan upaya manusia itu. Maka manusia itu sesungguhnya tidaklah mampu menghilangkan segala kerisauannya, kecuali atas pertolongan Nya. Amien.
Subyek:
Wahai para risau, aku sebetulnya enggan melihatmu, tetapi engkau selalu mengikutiku. Engkau seperti fatamorgana, kadang jelas kadang menghilang. Tetapi yang aku tidak suka denganmu, karena kedatanganmu dan kepergianmu selalu saja tidak seijin denganku. Sehingga aku merasa kewalahan mengendalikan dirimu. Kadang-kadang aku bahkan menjadi bulan-bulananmu. Dari pada aku bersikap memusuhimu, maka sekarang aku ingin berkoalisi denganmu. Aku ijinkan engkau semua untuk mengajukan proposalmu. Jika itu mungkin, maka aku akan menindaklanjuti proposalmu itu. Tetapi untuk menanggapi proposalmu semua aku telah mengangkat dewan pertimbangan, tidak lain tidak bukan adalah si orang tua berambut putih.
Risau hati:
Wahai subyek, aku adalah risau hatimu. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau sakit:
Wahai subyek, aku adalah risau sakit. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menderita sakit. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau miskin:
Wahai subyek, aku adalah risau miskin. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan menjadi miskin. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau lupa:
Wahai subyek, aku adalah risau lupa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau akan melupakan beberapa hal. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memperoleh pekerjaan:
Wahai subyek, aku adalah risau pekerjaan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena tidak mendapat pekerjaan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak punya teman:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak punya teman. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mempunyai teman dan kehilangan teman. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau bersifat buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau bersifat buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai sifat buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau reputasi buruk:
Wahai subyek, aku adalah risau reputasi buruk. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau mempunyai reputasi buruk. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak memiliki:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak memiliki. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak memiliki sesuatu benda atau yang lainnya. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau inkompeten:
Wahai subyek, aku adalah risau inkompeten. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap inkompeten terhadap pekerjaanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tak lazim:
Wahai subyek, aku adalah risau tak lazim. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau dianggap aneh atau tak lazim. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau berbuat dosa:
Wahai subyek, aku adalah risau berbuat dosa. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau telah melakukan dosa-dosa. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau iri hati:
Wahai subyek, aku adalah risau iri hati. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena iri hati terhadap teman-temanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak adil:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak adil. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau diperlakukan tidak adil atau melakukan ketidak adilan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau harga diri:
Wahai subyek, aku adalah risau harga diri. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau karena terancam harga dirimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kebutuhan:
Wahai subyek, aku adalah risau kebutuhan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memenuhi kebutuhanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak berperan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak berperan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat berperan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat hak:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat hak. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat hak. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau wan-prestasi:
Wahai subyek, aku adalah risau wan-prestasi. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat mencapai atau memperoleh prestasimu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kematian:
Wahai subyek, aku adalah risau kematian. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau oleh datangnya kematianmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak bisa mengurus milik:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak bisa mengurus milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak bisa mengurus semua milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau tidak mendapat pengakuan:
Wahai subyek, aku adalah risau tidak mendapat pengakuan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak mendapat pengakuan. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau menyongsong masa depan:
Wahai subyek, aku adalah risau menyongsong masa depan. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau tidak dapat memperoleh masa depanmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Risau kehilangan milik:
Wahai subyek, aku adalah risau kehilangan milik. Aku datang dan pergi tanpa seijinmu. Itulah salah satu kemampuanku. Maka engkau tidak bisa lepas dari pengendalianku. Sebetulnya engkau adalah tergantung dari diriku. Ketika engkau tidur, berjalan, makan, bekerja, bahkan ketika engkau berdoa sekalipun maka hatimu bisa menjadi risau. Dirimu merasa risau kehilangan milikmu. Maka itulah sebenar-benarnya pekerjaanku.
Subyek:
Wahai orang tua berambut putih. Bagaimana aku bisa menanggapi dan menindaklanjuti semua kerisauan tersebut?
Orang tua berambut putih:
Ketahuilah subyek, bahwa aku sendiri juga mempunyai kerisauan. Aku selalu merasa risau jangan-jangan aku tidak mempunyai ilmu, atau kekurangan ilmu, atau kehilangan ilmu. Maka sebaik-baik solusi menurutku adalah selalu berusaha atau ikhtiar dan berdoa agar ikhtiar kita itu dikabulkan. Disamping itu kita juga harus pandai-pandai bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Tuhan YME. Tiadalah daya dan upaya manusia itu. Maka manusia itu sesungguhnya tidaklah mampu menghilangkan segala kerisauannya, kecuali atas pertolongan Nya. Amien.
Thursday, April 23, 2009
Elegi Menggapai Ada
Oleh Marsigit
Ada:
Wahai orang tua berambut putih, aku ingin bertanya kepadamu siapakah diriku itu. Kenapa aku disebut ADA. Bilamana aku itu disebut ada.
Orang tua berambut putih:
Ada banyak sifatmu itu. Tetapi aku dapat menyatakan bahwa ADA adalah kenyataan. Aku dapat menyebut engkau sebagai ada jika engkau itu nyata.
Ada:
Bagaimana aku atau orang lain selain diriku mengetahui bahwa aku itu nyata? Jika aku memang ada, maka aku itu berada di mana?
Orang tua berambut putih:
Engkau nyata jika aku dapat menunjuk satu atau beberapa sifatmu. Sedangkan keberadaanmu itu ada 2 (dua) kemungkinan. Pertama, engkau itu berada di dalam pikiranku; atau kedua, engkau berada di luar pikiranku.
Ada:
Apakah sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau mengerti keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau ada jika engkau nyata. Engkau nyata jika aku dapat menunjuk jumlahmu. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “satu” maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “dua” maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “tiga” maka engkau itu ada. Dst... Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu sedikit, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunuk engkau sebagai banyak, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu sedang-sedang saja, maka engkau itu ada. Engkau itu juga nyata jika aku dapat membedakan engkau dari yang lainnya. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu lebih kecil, lebih besar, lebih baik, lebih indah, lebih penting, lebih produktif, lebih luas, lebih berat, lebih....dst, atau kurang....dst, ...dari yang lainnya, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau sama dengan yang lainnya, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau berbeda dengan yang lainnya, maka engkau itu ada.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk anggotamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk unsur-unsurmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk isimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk wadahmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk manfaatmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kehebatanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk relasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pikiranmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keraguanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kata-katamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keputusanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk nilai-nilaimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk tanggungjawabmu. Engkau juga ada jika aku dapat membaca tulisanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk bahasamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk karyamu. Engkau juga ada jika aku dapat mendengar doa-doamu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat mendengar nyanyianmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk hukum-hukummu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk Tuhan mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk mimpi-mimpimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keraguanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pengalamanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keunikanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk perubahanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk rumahmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kreativitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keterbatasanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk logikamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk komunikasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kemandirianmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk penampakanmu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk prestasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk riwayat hidupmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kebutuhanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kesederhanaanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kompleksitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk potensimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk motivasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kestabilanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk aktivitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk perlengkapanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk nasibmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk netralitasmu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dis/harmonimu.Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk strukturmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk amal perbuatanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dosa-dosamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk sakit/sehatmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk awal/akhirmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk prosesmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dimensi ruang/waktu mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk obyek/subyek mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pilihanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk moral/etika mu.
Demikian seterusnya, maka aku mempunyai banyak cara untuk mengetahui tentang keberadaanmu.
Ada:
Apakah bedanya aku yang berada di dalam pikiranmu dan aku yang berada di luar pikiranmu?
Orang tua berambut putih:
Jika engkau berada di luar pikiranku, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana aku dapat memahamimu. Padahal aku tahu bahwa terdapat jarak antara aku dan dirimu. Maka sebetul-betulnya yang terjadi adalah bahwa aku tidak akan pernah bisa memahamimu. Yang benar adalah bahwa aku berusaha memahamimu. Sedangkan jika engkau berada di dalam pikiranku, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana aku dapat menjelaskan keberadaan dirimu kepada orang lain. Semua kata dan kalimatku tidak akan pernah cukup untuk menjelaskan dirimu yang ada di dalam pikiranku. Maka aku tak pernah bisa menjelaskan dirimu itu kepada orang lain. Yang benar adalah aku berusaha menjelaskan keberadaan dirimu kepada orang lain.
Orang tua berambut putih:
Wahai ada, apakah masih ada lagi pertanyaanmu?
Ada:
Masih. Bagaimana jika aku tidak ada dalam pikiranmu?
Orang tua berambut putih:
Jika aku dapat menyebut bahwa engkau itu tidak ada dalam pikiranku, maka engkau itu pun ada.
Ada:
Bilamana aku dikatakan tidak ada?
Orang tua berambut putih:
Jika aku tidak dapat menyebut bahwa engkau itu ada atau tidak ada.
Ada:
Wahai orang tua berambut putih, aku ingin bertanya kepadamu siapakah diriku itu. Kenapa aku disebut ADA. Bilamana aku itu disebut ada.
Orang tua berambut putih:
Ada banyak sifatmu itu. Tetapi aku dapat menyatakan bahwa ADA adalah kenyataan. Aku dapat menyebut engkau sebagai ada jika engkau itu nyata.
Ada:
Bagaimana aku atau orang lain selain diriku mengetahui bahwa aku itu nyata? Jika aku memang ada, maka aku itu berada di mana?
Orang tua berambut putih:
Engkau nyata jika aku dapat menunjuk satu atau beberapa sifatmu. Sedangkan keberadaanmu itu ada 2 (dua) kemungkinan. Pertama, engkau itu berada di dalam pikiranku; atau kedua, engkau berada di luar pikiranku.
Ada:
Apakah sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau mengerti keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau ada jika engkau nyata. Engkau nyata jika aku dapat menunjuk jumlahmu. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “satu” maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “dua” maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk engkau itu sebagai “tiga” maka engkau itu ada. Dst... Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu sedikit, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunuk engkau sebagai banyak, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu sedang-sedang saja, maka engkau itu ada. Engkau itu juga nyata jika aku dapat membedakan engkau dari yang lainnya. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau itu lebih kecil, lebih besar, lebih baik, lebih indah, lebih penting, lebih produktif, lebih luas, lebih berat, lebih....dst, atau kurang....dst, ...dari yang lainnya, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau sama dengan yang lainnya, maka engkau itu ada. Jika aku dapat menunjuk bahwa engkau berbeda dengan yang lainnya, maka engkau itu ada.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk anggotamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk unsur-unsurmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk isimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk wadahmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk manfaatmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kehebatanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk relasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pikiranmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keraguanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kata-katamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keputusanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk nilai-nilaimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk tanggungjawabmu. Engkau juga ada jika aku dapat membaca tulisanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk bahasamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk karyamu. Engkau juga ada jika aku dapat mendengar doa-doamu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat mendengar nyanyianmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk hukum-hukummu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk Tuhan mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk mimpi-mimpimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keraguanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pengalamanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keunikanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk perubahanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk rumahmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kreativitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk keterbatasanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk logikamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk komunikasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kemandirianmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk penampakanmu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk prestasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk riwayat hidupmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kebutuhanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kesederhanaanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kompleksitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk potensimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk motivasimu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk kestabilanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk aktivitasmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk perlengkapanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk nasibmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk netralitasmu.
Ada:
Apakah masih ada sifat-sifatku yang lainnya, sehingga engkau dapat menentukan keberadaanku?
Orang tua berambut putih:
Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dis/harmonimu.Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk strukturmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk amal perbuatanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dosa-dosamu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk sakit/sehatmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk awal/akhirmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk prosesmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk dimensi ruang/waktu mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk obyek/subyek mu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk pilihanmu. Engkau juga ada jika aku dapat menunjuk moral/etika mu.
Demikian seterusnya, maka aku mempunyai banyak cara untuk mengetahui tentang keberadaanmu.
Ada:
Apakah bedanya aku yang berada di dalam pikiranmu dan aku yang berada di luar pikiranmu?
Orang tua berambut putih:
Jika engkau berada di luar pikiranku, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana aku dapat memahamimu. Padahal aku tahu bahwa terdapat jarak antara aku dan dirimu. Maka sebetul-betulnya yang terjadi adalah bahwa aku tidak akan pernah bisa memahamimu. Yang benar adalah bahwa aku berusaha memahamimu. Sedangkan jika engkau berada di dalam pikiranku, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana aku dapat menjelaskan keberadaan dirimu kepada orang lain. Semua kata dan kalimatku tidak akan pernah cukup untuk menjelaskan dirimu yang ada di dalam pikiranku. Maka aku tak pernah bisa menjelaskan dirimu itu kepada orang lain. Yang benar adalah aku berusaha menjelaskan keberadaan dirimu kepada orang lain.
Orang tua berambut putih:
Wahai ada, apakah masih ada lagi pertanyaanmu?
Ada:
Masih. Bagaimana jika aku tidak ada dalam pikiranmu?
Orang tua berambut putih:
Jika aku dapat menyebut bahwa engkau itu tidak ada dalam pikiranku, maka engkau itu pun ada.
Ada:
Bilamana aku dikatakan tidak ada?
Orang tua berambut putih:
Jika aku tidak dapat menyebut bahwa engkau itu ada atau tidak ada.
Wednesday, April 22, 2009
Elegi Pemberontakan Patung Filsafat
Oleh Marsigit
Pengikut Patung Filsafat:
Wahai logos, ketahuilah bahwa kami semua adalah pengikut Patung Filsafat. Kami itu meliputi pengikut contoh, pengikut tokoh, pengikut ide, pengikut slogan,pengikut nasehat, pengikut bijaksana, pengikut disiplin, pengikut pembimbing, pengikut pemimpin, pengikut informasi, pengikut dermawan, pengikut kebaikkan, pengikut keamanan, pengikut koordinator, pengikut administrator, pengikut ketua, pengikut sekretaris, pengikut peraturan, pengikut sahabat, pengikut editor, pengikut fasilitator, pengikut guru, pengikut dosen, pengikut mahasiswa, pengikut jabatan, pengikut profesi, pengikut dedikasi, pengikut senior, pengikut pakar, pengikut pengalaman, pengikut orang tua, pengikut piagam, pengikut sertifikat, pengikut suami, pengikut lurah, pengikut ganteng, pengikut polisi, pengikut moral, pengikut etika, pengikut semua yang ada dan yang mungkin ada.
Ketahuilah bahwa kami semua merasa sangat terganggu dan tersinggung oleh ucapan dan tuduhanmu mengenai patung-patung filsafat. Tuduhanmu bahwa kami adalah patung-patung filsafat, sungguh sangat aneh dan asing bagi kami. Maka kami semua akan menuntut kepada engkau. Kami menyatakan dengan ini pemberontakan terhadap dirimu. Hanya ada satu hal saja yang dapat membatalkan rencana kami itu, yaitu bahwa engkau harus dapat menjelaskan mengapa kami itu engkau sebut sebagai patung filsafat?
Logos:
Wahai semua pengikut patung filsafat, kami hanya berusaha mengungkap fakta yang sebenarnya. Aku menyadari tiadalah mudah bagi engkau semua untuk menerima fakta tentang dirimu masing-masing. Tetapi jikalau engkau semua mendesak diriku untuk menjelaskan mengapa engkau semua aku sebut sebagai patung filsafat, maka ada 2 (dua) macam cara. Pertama, penjelasan khusus. Kedua, penjelasan umum.
Pengikut Patung Filsafat:
Apakah yang engkau maksud dengan penjelasan khusus?
Logos:
Karena penjelasan khusus, maka hanya bisa diambil kasus per kasus. Maka kemarilah diantara engkau itu, agar aku bisa menjelaskan satu per satu secara terbatas.
Patung Guru:
Wahai logos, mengapa engkau menyebut aku sebagai patung filsafat. Padahal aku adalah guru. Ketahuilah bahwa guru adalah digugu dan ditiru. Aku punya tugas mulia yaitu mendidik dan mencerdaskan siswa?
Logos:
Baiklah, wahai patung guru. Apakah engkau pernah melihat seorang guru yang tidak dapat digugu dan ditiru? Apakah engkau pernah melihat seorang guru melakukan tindakan tidak terpuji. Maka mereka itu sebenarnya bukanlah seorang guru, tetapi berlindung di balik nama guru. Mereka itulah sebenar-benar patung guru. Tetapi ketika engkau menggunakan pikiranmu dan datang kepadaku, maka aku telah menyaksikan bahwa engkau telah berubah dari patung guru, menjadi logos guru.
Patung Sertifikat:
Wahai logos, mengapa engkau menyebut aku sebagai patung filsafat. Padahal sertifikat ini aku peroleh dengan susah payah. Ketahuilah bahwa aku telah mempertaruhkan segenap jiwa dan ragaku untuk memperoleh sertifikat ini.
Logos:
Baiklah, wahai patung sertifikat. Apakah engkau pernah melihat seseorang menyalah gunakan sertifikat? Apakah engkau pernah melihat seseorang bersikap tidak sesuai dengan sertifikat yang diperolehnya? Apakah engkau pernah melihat seseorang mencari sertifikat dengan menggunakan cara yang tidak benar? Mereka itulah sebenar-benar patung sertifikat. Tetapi ketika engkau menggunakan pikiranmu dan menunjukkan penyesalanmu serta datang untuk protes kepadaku, maka aku telah menyaksikan bahwa engkau telah berubah dari patung sertifikat menjadi logos sertifikat.
Pengikut Patung Filsafat:
Cukup, lalu apakah yang engkau maksud dengan penjelasan umum?
Logos:
Penjelasan umum dari diriku menyatakan bahwa tidaklah hanya dirimu semua, tetapi adalah bagi semua yang ada dan yang mungkin ada, itu bisa terkena hukumnya menjadi patung filsafat. Sebenar-benar patung filsafat adalah keadaan berhenti dari satu , atau beberapa, atau semua sifat-sifatmu. Maka ketika engkau semua datang berbondong-bondong mendatangiku, itu suatu bukti bahwa engkau tidak dalam keadaan berhenti. Pada mulanya aku melihat dirimu semua nun jauh di sana dalam keadaan berhenti. Engkau semua kelihatan sangat menikmati keadaanmu dalam keadaan berhenti itu. Itulah sebenar-benar patung-patung filsafat yang aku saksikan. Tetapi ketika engkau mendengar pernyataanku tentang dirimu sebagai patung filsafat, aku kemudian melihat bahwa dirimu semua menggeliat bergerak menuju ke mari mendatangi diriku untuk melakukan protes dan pemberontakan. Maka seketika itulah aku melihat bahwa semua patung-patung filsafatmu itu telah lenyap. Aku telah menyaksikan dirimu semua telah berubah menjadi diriku, yaitu menjadi logos. Ketika engkau sedang menempuh perjalananmu menuju ke mari itulah engkau semua dalam keadaan bergerak. Itulah sebenar-benar logos, yaitu keadaan bergerak.
Dengan rasa haru dan iba, aku menyambut kedatanganmu semua. Aku ucapkan selamat wahai para logos: logos contoh, logos tokoh, logos ide, logos slogan,logos nasehat, logos bijaksana, logos disiplin, logos pembimbing, logos pemimpin, logos informasi, logos dermawan, logos kebaikkan, logos keamanan, logos koordinator, logos administrator, logos ketua, logos sekretaris, logos peraturan, logos sahabat, logos editor, logos fasilitator, logos guru, logos dosen, logos mahasiswa, logos jabatan, logos profesi, logos dedikasi, logos senior, logos pakar, logos pengalaman, logos orang tua, logos piagam, logos sertifikat, logos suami, logos lurah, logos ganteng, logos polisi, logos moral, logos etika, logos semua yang ada dan yang mungkin ada.
Orang tua berambut putih:
Berusaha dan ikhtiar adalah cara untuk terhindar bagi dirimu sebagai patung filsafat. Itulah sebenar-benar pikiranmu yaitu logos bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka tetapkanlah hatimu sebagai komandan bagi setiap sifatmu. Dengan rasa haru dan iba, aku menyambut kedatanganmu semua sebagai logos yang bernurani. Aku ucapkan selamat wahai para : logos contoh yang bernurani, logos tokoh yang bernurani, logos ide yang bernurani, logos slogan yang bernurani, logos nasehat yang bernurani, logos bijaksana yang bernurani, logos disiplin yang bernurani, logos pembimbing yang bernurani, logos pemimpin yang bernurani, logos informasi yang bernurani, logos dermawan yang bernurani, logos kebaikkan yang bernurani, logos keamanan yang bernurani, logos koordinator yang bernurani, logos administrator yang bernurani, logos ketua yang bernurani, logos sekretaris yang bernurani, logos peraturan yang bernurani, logos sahabat yang bernurani, logos editor yang bernurani, logos fasilitator yang bernurani, logos guru yang bernurani, logos dosen yang bernurani, logos mahasiswa yang bernurani, logos jabatan yang bernurani, logos profesi yang bernurani, logos dedikasi yang bernurani, logos senior yang bernurani, logos pakar yang bernurani, logos pengalaman yang bernurani, logos orang tua yang bernurani, logos piagam yang bernurani, logos sertifikat yang bernurani, logos suami yang bernurani, logos lurah yang bernurani, logos ganteng yang bernurani, logos polisi yang bernurani, logos moral yang bernurani, logos etika yang bernurani, logos semua yang ada dan yang mungkin ada yang bernurani.
Pengikut Patung Filsafat:
Wahai logos, ketahuilah bahwa kami semua adalah pengikut Patung Filsafat. Kami itu meliputi pengikut contoh, pengikut tokoh, pengikut ide, pengikut slogan,pengikut nasehat, pengikut bijaksana, pengikut disiplin, pengikut pembimbing, pengikut pemimpin, pengikut informasi, pengikut dermawan, pengikut kebaikkan, pengikut keamanan, pengikut koordinator, pengikut administrator, pengikut ketua, pengikut sekretaris, pengikut peraturan, pengikut sahabat, pengikut editor, pengikut fasilitator, pengikut guru, pengikut dosen, pengikut mahasiswa, pengikut jabatan, pengikut profesi, pengikut dedikasi, pengikut senior, pengikut pakar, pengikut pengalaman, pengikut orang tua, pengikut piagam, pengikut sertifikat, pengikut suami, pengikut lurah, pengikut ganteng, pengikut polisi, pengikut moral, pengikut etika, pengikut semua yang ada dan yang mungkin ada.
Ketahuilah bahwa kami semua merasa sangat terganggu dan tersinggung oleh ucapan dan tuduhanmu mengenai patung-patung filsafat. Tuduhanmu bahwa kami adalah patung-patung filsafat, sungguh sangat aneh dan asing bagi kami. Maka kami semua akan menuntut kepada engkau. Kami menyatakan dengan ini pemberontakan terhadap dirimu. Hanya ada satu hal saja yang dapat membatalkan rencana kami itu, yaitu bahwa engkau harus dapat menjelaskan mengapa kami itu engkau sebut sebagai patung filsafat?
Logos:
Wahai semua pengikut patung filsafat, kami hanya berusaha mengungkap fakta yang sebenarnya. Aku menyadari tiadalah mudah bagi engkau semua untuk menerima fakta tentang dirimu masing-masing. Tetapi jikalau engkau semua mendesak diriku untuk menjelaskan mengapa engkau semua aku sebut sebagai patung filsafat, maka ada 2 (dua) macam cara. Pertama, penjelasan khusus. Kedua, penjelasan umum.
Pengikut Patung Filsafat:
Apakah yang engkau maksud dengan penjelasan khusus?
Logos:
Karena penjelasan khusus, maka hanya bisa diambil kasus per kasus. Maka kemarilah diantara engkau itu, agar aku bisa menjelaskan satu per satu secara terbatas.
Patung Guru:
Wahai logos, mengapa engkau menyebut aku sebagai patung filsafat. Padahal aku adalah guru. Ketahuilah bahwa guru adalah digugu dan ditiru. Aku punya tugas mulia yaitu mendidik dan mencerdaskan siswa?
Logos:
Baiklah, wahai patung guru. Apakah engkau pernah melihat seorang guru yang tidak dapat digugu dan ditiru? Apakah engkau pernah melihat seorang guru melakukan tindakan tidak terpuji. Maka mereka itu sebenarnya bukanlah seorang guru, tetapi berlindung di balik nama guru. Mereka itulah sebenar-benar patung guru. Tetapi ketika engkau menggunakan pikiranmu dan datang kepadaku, maka aku telah menyaksikan bahwa engkau telah berubah dari patung guru, menjadi logos guru.
Patung Sertifikat:
Wahai logos, mengapa engkau menyebut aku sebagai patung filsafat. Padahal sertifikat ini aku peroleh dengan susah payah. Ketahuilah bahwa aku telah mempertaruhkan segenap jiwa dan ragaku untuk memperoleh sertifikat ini.
Logos:
Baiklah, wahai patung sertifikat. Apakah engkau pernah melihat seseorang menyalah gunakan sertifikat? Apakah engkau pernah melihat seseorang bersikap tidak sesuai dengan sertifikat yang diperolehnya? Apakah engkau pernah melihat seseorang mencari sertifikat dengan menggunakan cara yang tidak benar? Mereka itulah sebenar-benar patung sertifikat. Tetapi ketika engkau menggunakan pikiranmu dan menunjukkan penyesalanmu serta datang untuk protes kepadaku, maka aku telah menyaksikan bahwa engkau telah berubah dari patung sertifikat menjadi logos sertifikat.
Pengikut Patung Filsafat:
Cukup, lalu apakah yang engkau maksud dengan penjelasan umum?
Logos:
Penjelasan umum dari diriku menyatakan bahwa tidaklah hanya dirimu semua, tetapi adalah bagi semua yang ada dan yang mungkin ada, itu bisa terkena hukumnya menjadi patung filsafat. Sebenar-benar patung filsafat adalah keadaan berhenti dari satu , atau beberapa, atau semua sifat-sifatmu. Maka ketika engkau semua datang berbondong-bondong mendatangiku, itu suatu bukti bahwa engkau tidak dalam keadaan berhenti. Pada mulanya aku melihat dirimu semua nun jauh di sana dalam keadaan berhenti. Engkau semua kelihatan sangat menikmati keadaanmu dalam keadaan berhenti itu. Itulah sebenar-benar patung-patung filsafat yang aku saksikan. Tetapi ketika engkau mendengar pernyataanku tentang dirimu sebagai patung filsafat, aku kemudian melihat bahwa dirimu semua menggeliat bergerak menuju ke mari mendatangi diriku untuk melakukan protes dan pemberontakan. Maka seketika itulah aku melihat bahwa semua patung-patung filsafatmu itu telah lenyap. Aku telah menyaksikan dirimu semua telah berubah menjadi diriku, yaitu menjadi logos. Ketika engkau sedang menempuh perjalananmu menuju ke mari itulah engkau semua dalam keadaan bergerak. Itulah sebenar-benar logos, yaitu keadaan bergerak.
Dengan rasa haru dan iba, aku menyambut kedatanganmu semua. Aku ucapkan selamat wahai para logos: logos contoh, logos tokoh, logos ide, logos slogan,logos nasehat, logos bijaksana, logos disiplin, logos pembimbing, logos pemimpin, logos informasi, logos dermawan, logos kebaikkan, logos keamanan, logos koordinator, logos administrator, logos ketua, logos sekretaris, logos peraturan, logos sahabat, logos editor, logos fasilitator, logos guru, logos dosen, logos mahasiswa, logos jabatan, logos profesi, logos dedikasi, logos senior, logos pakar, logos pengalaman, logos orang tua, logos piagam, logos sertifikat, logos suami, logos lurah, logos ganteng, logos polisi, logos moral, logos etika, logos semua yang ada dan yang mungkin ada.
Orang tua berambut putih:
Berusaha dan ikhtiar adalah cara untuk terhindar bagi dirimu sebagai patung filsafat. Itulah sebenar-benar pikiranmu yaitu logos bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka tetapkanlah hatimu sebagai komandan bagi setiap sifatmu. Dengan rasa haru dan iba, aku menyambut kedatanganmu semua sebagai logos yang bernurani. Aku ucapkan selamat wahai para : logos contoh yang bernurani, logos tokoh yang bernurani, logos ide yang bernurani, logos slogan yang bernurani, logos nasehat yang bernurani, logos bijaksana yang bernurani, logos disiplin yang bernurani, logos pembimbing yang bernurani, logos pemimpin yang bernurani, logos informasi yang bernurani, logos dermawan yang bernurani, logos kebaikkan yang bernurani, logos keamanan yang bernurani, logos koordinator yang bernurani, logos administrator yang bernurani, logos ketua yang bernurani, logos sekretaris yang bernurani, logos peraturan yang bernurani, logos sahabat yang bernurani, logos editor yang bernurani, logos fasilitator yang bernurani, logos guru yang bernurani, logos dosen yang bernurani, logos mahasiswa yang bernurani, logos jabatan yang bernurani, logos profesi yang bernurani, logos dedikasi yang bernurani, logos senior yang bernurani, logos pakar yang bernurani, logos pengalaman yang bernurani, logos orang tua yang bernurani, logos piagam yang bernurani, logos sertifikat yang bernurani, logos suami yang bernurani, logos lurah yang bernurani, logos ganteng yang bernurani, logos polisi yang bernurani, logos moral yang bernurani, logos etika yang bernurani, logos semua yang ada dan yang mungkin ada yang bernurani.
Sunday, April 19, 2009
Elegi Konferensi Patung Filsafat
Oleh Marsigit
Logos:
Supaya bangsaku lebih dapat mengenal dirinya sendiri, maka aku akan menyelenggarakan konferensi patung filsafat. Aku persilahkan para patung filsafat untuk mengenalkan diri, memamerkan diri, mempromosikan diri. Tetapi jika para patung filsafat itu ingin kampanye mencari pendukung masing-masing, ya silahkan saja. Tetapi bagaimanapun aku akan tetap mengawasi dan mewaspadaimu semua. Saya akan menjadi moderator sekaligus pembahas. Wahai patung-patung filsafat, maka silahkanlah sekarang ini adalah waktumu untuk presentasi.
Patung Contoh:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung contoh. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi contoh bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya sebagai contoh yang baik bagi yang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah aku telah menjadi contoh yang baik.
Logos:
Wahai Patung Contoh, bagaimana kejadiannya jika dirimu itu ternyata tidak dapat dijadikan contoh?
Patung Contoh:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadi contoh. Maka jika aku mulai ditengarai tidak dapat dijadikan contoh, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar aku tetap dapat dijadikan contoh. Sekali contoh tetap contoh. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga aku tetap menjadi contoh.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Contoh. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Tokoh:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung tokoh. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi tokoh bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali aku hanya sebagai tokoh bagi yang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah aku telah menjadi tokoh bagi yang lain.
Logos:
Wahai Patung Tokoh, bagaimana kejadiannya jika dirimu itu ternyata tidak dapat dijadikan tokoh?
Patung Tokoh:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadi tokoh. Maka jika aku mulai ditengarai tidak dapat dijadikan tokoh, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar aku tetap dapat dijadikan tokoh. Sekali tokoh tetap tokoh. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga aku tetap menjadi tokoh.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Tokoh. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Ide:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung ide. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi ide bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan ideku dapat digunakan bagi orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah ideku telah digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Ide, bagaimana kejadiannya jika idemu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Ide:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan ideku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai ideku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar ideku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga ideku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Ide. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Slogan:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung slogan. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan slogannya menjadi menjadi slogan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan sloganku dapat digunakan sebagai slogan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah sloganku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Slogan, bagaimana kejadiannya jika sloganmu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Slogan:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan sloganku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai sloganku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar sloganku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga sloganku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Slogan. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Nasehat:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung nasehat. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan nasehatnya menjadi menjadi panutan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan nasehatku dapat digunakan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah nasehatku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Nasehat, bagaimana kejadiannya jika nasehatmu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Nasehat:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan nasehatku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai nasehatku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar nasehatku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga nasehatku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Nasehat. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Bijaksana:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung bijaksana. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan kebijaksanaanya menjadi menjadi panutan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan kebijaksanaanku dapat digunakan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah kebijaksanaanku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Bijaksana, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau dianggap tidak bijak oleh orang lain?
Patung Bijaksana:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan diriku dianggap bijak oleh orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai dianggap tidak bijak oleh orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku dianggap bijak oleh orang lain. Sekali bijak tetap bijak. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap bijak oleh orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Bijaksana. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah bijaksana. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Disiplin:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung disiplin. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana mendisiplinkan orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya mendisiplinkan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu mendisiplinkan orang lain.
Logos:
Wahai Patung Disiplin, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak disiplin?
Patung Disiplin:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah mendisiplinkan orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak disiplin oleh orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap disiplin oleh orang lain. Sekali disiplin tetap disiplin. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap disiplin oleh orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Disiplin. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah disiplin. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Pembimbing:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung pembimbing. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana membimbing orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya membimbing orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu membimbing orang lain.
Logos:
Wahai Patung Pembimbing, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak mampu membimbing?
Patung Pembimbing:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah membimbing orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak mampu membimbing orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap mampu membimbing orang lain. Sekali membimbing tetap membimbing. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap mampu membimbing orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Pembimbing. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah mampu membimbing. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Pemimpin:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung pemimpin. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana memimpin orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya memimpin orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu memimpin orang lain.
Logos:
Wahai Patung Pemimpin, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak mampu memimpin?
Patung Pemimpin:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah memimpin orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak mampu memimpinorang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap mampu memimpin orang lain. Sekali memimpin tetap memimpin. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dapat memimpin orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Pemimpin. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah mampu memimpin. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Orang tua berambut putih:
Wahai semuanya, terutama yang belum memberikan presentasi: patung informasi, patung dermawan, patung kebaikkan, patung keamanan, patung koordinator, patung administrator, patung ketua, patung sekretaris, patung peraturan, patung sahabat, patung editor, patung fasilitator, patung guru, patung dosen, patung mahasiswa, patung jabatan, patung profesi, patung dedikasi, patung senior, patung pakar, patung pengalaman, patung orang tua, patung piagam, patung sertifikat, patung suami, patung lurah, patung ganteng, patung polisi, patung moral, patung etika, patung semua yang ada dan yang mungkin ada. Serta logos. Maafkan aku, karena terbatasnya waktu maka konferensi terpaksa kita hentikan. Perkenankan aku akan memberi sambutan akhir.
Orang tua berambut putih:
Wahai semuanya, sebenar-benar logos adalah berpikir kritis. Maka sebenar-benar logos adalah lawan dari mitos. Sedangkan sebenar-benar si pembuat patung tidak lebihnya seperti bangsa quraish pada jaman jahiliah, yaitu membuat patung kemudian mengajak orang lain untuk menyembahnya. Maka hanyalah logos atau berpikir kritislah yang akan dapat mengahancurkan segala patung-patung filsafat dan si pembuatnya itu.
Logos:
Supaya bangsaku lebih dapat mengenal dirinya sendiri, maka aku akan menyelenggarakan konferensi patung filsafat. Aku persilahkan para patung filsafat untuk mengenalkan diri, memamerkan diri, mempromosikan diri. Tetapi jika para patung filsafat itu ingin kampanye mencari pendukung masing-masing, ya silahkan saja. Tetapi bagaimanapun aku akan tetap mengawasi dan mewaspadaimu semua. Saya akan menjadi moderator sekaligus pembahas. Wahai patung-patung filsafat, maka silahkanlah sekarang ini adalah waktumu untuk presentasi.
Patung Contoh:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung contoh. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi contoh bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya sebagai contoh yang baik bagi yang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah aku telah menjadi contoh yang baik.
Logos:
Wahai Patung Contoh, bagaimana kejadiannya jika dirimu itu ternyata tidak dapat dijadikan contoh?
Patung Contoh:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadi contoh. Maka jika aku mulai ditengarai tidak dapat dijadikan contoh, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar aku tetap dapat dijadikan contoh. Sekali contoh tetap contoh. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga aku tetap menjadi contoh.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Contoh. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Tokoh:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung tokoh. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi tokoh bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali aku hanya sebagai tokoh bagi yang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah aku telah menjadi tokoh bagi yang lain.
Logos:
Wahai Patung Tokoh, bagaimana kejadiannya jika dirimu itu ternyata tidak dapat dijadikan tokoh?
Patung Tokoh:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadi tokoh. Maka jika aku mulai ditengarai tidak dapat dijadikan tokoh, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar aku tetap dapat dijadikan tokoh. Sekali tokoh tetap tokoh. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga aku tetap menjadi tokoh.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Tokoh. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Ide:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung ide. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan dirinya menjadi ide bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan ideku dapat digunakan bagi orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah ideku telah digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Ide, bagaimana kejadiannya jika idemu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Ide:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan ideku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai ideku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar ideku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga ideku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Ide. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Slogan:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung slogan. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan slogannya menjadi menjadi slogan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan sloganku dapat digunakan sebagai slogan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah sloganku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Slogan, bagaimana kejadiannya jika sloganmu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Slogan:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan sloganku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai sloganku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar sloganku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga sloganku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Slogan. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Nasehat:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung nasehat. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan nasehatnya menjadi menjadi panutan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan nasehatku dapat digunakan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah nasehatku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Nasehat, bagaimana kejadiannya jika nasehatmu ternyata tidak digunakan oleh orang lain?
Patung Nasehat:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan nasehatku digunakan oleh orang lain. Maka jika ditengarai nasehatku mulai tidak digunakan orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar nasehatku digunakan oleh orang lain. Sekali digunakan tetap digunakan. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hinga nasehatku digunakan orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Nasehat. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Bijaksana:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung bijaksana. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana menjadikan kebijaksanaanya menjadi menjadi panutan bagi yang lainnya, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya menjadikan kebijaksanaanku dapat digunakan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu apakah kebijaksanaanku digunakan oleh orang lain.
Logos:
Wahai Patung Bijaksana, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau dianggap tidak bijak oleh orang lain?
Patung Bijaksana:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah menjadikan diriku dianggap bijak oleh orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai dianggap tidak bijak oleh orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku dianggap bijak oleh orang lain. Sekali bijak tetap bijak. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap bijak oleh orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Bijaksana. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah bijaksana. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Disiplin:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung disiplin. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana mendisiplinkan orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya mendisiplinkan orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu mendisiplinkan orang lain.
Logos:
Wahai Patung Disiplin, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak disiplin?
Patung Disiplin:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah mendisiplinkan orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak disiplin oleh orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap disiplin oleh orang lain. Sekali disiplin tetap disiplin. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap disiplin oleh orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Disiplin. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah disiplin. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Pembimbing:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung pembimbing. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana membimbing orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya membimbing orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu membimbing orang lain.
Logos:
Wahai Patung Pembimbing, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak mampu membimbing?
Patung Pembimbing:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah membimbing orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak mampu membimbing orang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap mampu membimbing orang lain. Sekali membimbing tetap membimbing. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dianggap mampu membimbing orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Pembimbing. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah mampu membimbing. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Patung Pemimpin:
Wahai hadirin semua, saya adalah patung pemimpin. Barang siapa berpikir, berniat, atau berencana memimpin orang lain, maka aku adalah patungmu. Ketahuilah bahwa subyek dan anggotaku itu kebanyakan adalah para orang tua, para pemimpin, para guru, penguasa dan orang-orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan serta orang-orang yang merdeka. Sedangkan obyek –obyekku adalah para orang muda, para anggota, para siswa, orang yang dikuasai, orang tidak berdaya, orang tidak berkuasa dan orang-orang yang tidak merdeka. Maka tiadalah pikiranku, niatku dan rencanaku kecuali hanya memimpin orang lain. Tidaklah terlalu peduli bagaimanakah keadaanku itu. Aku hanyalah peduli pada tujuanku yaitu memimpin orang lain.
Logos:
Wahai Patung Pemimpin, bagaimana kejadiannya jika ternyata engkau sendiri tidak mampu memimpin?
Patung Pemimpin:
Setinggi-tinggi dan sebesar-besar usahaku adalah memimpin orang lain. Maka jika ditengarai diriku mulai ketahuan tidak mampu memimpinorang lain, aku akan melakukan segala cara dan usaha agar diriku tetap dianggap mampu memimpin orang lain. Sekali memimpin tetap memimpin. Aku akan tutupi semua kelemahan dan keburukanku, sedemikian hingga aku tetap dapat memimpin orang lain.
Logos:
Itulah sebenar-benar Patung Pemimpin. Sebenar dirimu adalah sebuah patung. Engkau telah diciptakan oleh sipembuatnya, dan digunakan oleh sipembuatnya sebagai mitos. Sebenar-benar dirimu itu tidaklah mampu memimpin. Maka sebenarnya engkau itu adalah musuhku. Maka terkutuklah engkau itu.
Orang tua berambut putih:
Wahai semuanya, terutama yang belum memberikan presentasi: patung informasi, patung dermawan, patung kebaikkan, patung keamanan, patung koordinator, patung administrator, patung ketua, patung sekretaris, patung peraturan, patung sahabat, patung editor, patung fasilitator, patung guru, patung dosen, patung mahasiswa, patung jabatan, patung profesi, patung dedikasi, patung senior, patung pakar, patung pengalaman, patung orang tua, patung piagam, patung sertifikat, patung suami, patung lurah, patung ganteng, patung polisi, patung moral, patung etika, patung semua yang ada dan yang mungkin ada. Serta logos. Maafkan aku, karena terbatasnya waktu maka konferensi terpaksa kita hentikan. Perkenankan aku akan memberi sambutan akhir.
Orang tua berambut putih:
Wahai semuanya, sebenar-benar logos adalah berpikir kritis. Maka sebenar-benar logos adalah lawan dari mitos. Sedangkan sebenar-benar si pembuat patung tidak lebihnya seperti bangsa quraish pada jaman jahiliah, yaitu membuat patung kemudian mengajak orang lain untuk menyembahnya. Maka hanyalah logos atau berpikir kritislah yang akan dapat mengahancurkan segala patung-patung filsafat dan si pembuatnya itu.
Tuesday, April 14, 2009
Elegi Menggapai Bicara
Oleh Marsigit
Kata-kata:
Wahai bicara, aku ingin protes kepadamu. Mengapa engkau duduk di situ mendahuluiku?
Bicara:
Wahai kata-kata. Tiadalah ada engkau di situ, jika tanpa aku ucapkan.
Kata-kata:
Wahai bicara, pernahkan engkau menuliskan kata-kata?
Bicara:
Wahai kata-kata, aku pernah menulis kata-kata. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku tuliskan.
Kata-kata:
Wahai bicara, pernahkah engkau memikirkan kata-kata?
Bicara:
Wahai kata-kata, aku pernah memikirkan kata-kata. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku pikirkan.
Kata-kata:
Wahai bicara, dengan apakah aku membuat pertanyaan-pertanyaanku?
Bicara:
Engkau membuat pertanyaan-pertanyaanmu dengan kata-kata. Jadi ..ternyata belum aku ucapkan, belum aku tuliskan, dan belum aku pikirkan, engkau telah membuat kata-katamu. Wahai kata-kata, mohon maafkan diriku, ternyata aku telah melakukan kontradiksi pada analisiku tentang kata-kata. Aku merasa bersalah. Maka aku akan menemui “bahasa” untuk mengadukan tentang nasibku ini.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, aku ingin protes kepadamu. Mengapa engkau berdua duduk di situ mendahuluiku?
Bicara dan kata-kata:
Wahai tulisan. Tiadalah ada engkau di situ, jika tanpa aku bicarakan dan katakan.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, pernahkan engkau membuat karya-karya menggunakan tulisan?
Bicara dan kata-kata:
Wahai tulisan, aku pernah membuat karya-karya menggunakan tulisan. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa karya-karyaku.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, pernahkah engkau memikirkan tulisan?
Bicara dan kata-kata:
Wahai kata-kata, aku pernah memikirkan tulisan. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku pikirkan.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, dengan apakah aku membuat pertanyaan-pertanyaanku?
Bicara dan kata-kata:
Engkau membuat pertanyaan-pertanyaanmu dengan tulisan. Jadi ..ternyata belum aku ucapkan dan belum aku pikirkan, aku telah membuat tulisan. Wahai tulisan, mohon maafkan diriku berdua, ternyata aku telah melakukan kontradiksi pada analisiku berdua tentang tulisan. Aku merasa bersalah. Maka marilah kita bertiga menemui “bahasa” untuk mengadukan tentang nasib kita ini.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, aku bertiga merasa bingung. Maka siapakah diriku bertiga itu.
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya dimensimu itu berbeda-beda. Tulisan, bicara dan kata-kata adalah bahasa
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kemudian, siapakah kata-kata itu?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya kata-kata itu adalah salah satu dari diriku. Kata-kata adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah kata-kata. Maka kata-kata itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu berkata. Keputusanmu itu berkata. Langkahmu itu berkata. Penampakkanmu itu berkata. Akvitasmu berkata. Pegaulanmu berkata. Keberadaanmu berkata. Penjelasanmu berkata. Pertanyaanmu berkata. Bahkan kata-katamu itu juga berkata. Semua peristiwa itu berkata. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu berkata.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah bicara?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya bicara itu adalah salah satu dari diriku. Bicara adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah bicara. Maka bicara itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu bicara. Keputusanmu itu bicara. Langkahmu itu bicara. Penampakkanmu itu bicara. Akvitasmu bicara. Pegaulanmu bicara. Keberadaanmu bicara. Penjelasanmu bicara. Pertanyaanmu bicara. Bahkan bicaramu itu juga bicara. Semua peristiwa itu bicara. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu bicara.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah tulisan?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya tulisan itu adalah salah satu dari diriku. Tulisan adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah tulisan. Maka tulisan itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu tulisan. Keputusanmu itu tulisan. Langkahmu itu tulisan. Penampakkanmu itu tulisan. Akvitasmu itu tulisan. Pegaulanmu itu tulisan. Keberadaanmu itu tulisan. Penjelasanmu itu tulisan. Pertanyaanmu itu tulisan Bahkan bicaramu itu tulisan. Semua peristiwa itu tulisan. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu tulisan.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah dirimu itu.
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya bahasa adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah bahasa. Maka bahasa itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu bahasa. Keputusanmu itu bahasa. Langkahmu itu bahasa. Penampakkanmu itu bahasa. Akvitasmu itu bahasa. Pegaulanmu itu bahasa. Keberadaanmu itu bahasa. Penjelasanmu itu bahasa. Pertanyaanmu itu bahasa. Bahkan bicaramu itu juga itu bahasa. Semua peristiwa adalah bahasa. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada adalah bahasa.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, gantian saya yang ingin bertanya kepada engkau. Lalu, apakah hubungan antara bicara, kata-kata dan bahasa.
Bahasa:
Semua dari tulisan, bicara dan kata-kata adalah diriku. Bahkan lebih dari itu, semua yang dapat engkau pikirkan adalah bahasa. Semua subyek, obyek dan kalimat-kalimat adalah bahasa. Semua peristiwa adalah bahasa. Menterjemahkan adalah bahasa. Diterjemahkan adalah bahasa. Maka bahasa adalah hidup. Maka hidup adalah bahasa. Semua refleksi adalah bahasa. Maka filsafat itu adalah bahasa. Lebih dari itu, semua struktur adalah bahasa. Potensi adalah bahasa. Fakta adalah bahasa. Semua arti adalah bahasa. Kebutuhan adalah bahasa. Keinginan adalah bahasa. Maka bahasa adalah sekaligus makna dan referensinya. Tanpa kecuali maka semua elegi adalah bahasa.
Orang tua berambut putih:
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperkatakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperbicarakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat mempertuliskan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah sebenar-benar mendidik, yaitu seberapa jauh engkau memberi kesempatan dan kemampuan kepada siswa-siswamu untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah sebenar-benar pembelajaran matematika, yaitu seberapa jauh engkau memberi kesempatan dan kemampuan kepada siswa-siswamu untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua matematika yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah mengapa elegi-elegi ini aku persembahkan untuk kamu semua wahai mahasiswaku, yaitu seberapa jauh aku memberi kesempatan dan kemampuan kepada engkau semua untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka jadikanlah elegi-elegi ini sebagai teladan bagi dirimu semua. Semoga kecerdasan menyertai pikiran dan hatimu semua. Amien.
Kata-kata:
Wahai bicara, aku ingin protes kepadamu. Mengapa engkau duduk di situ mendahuluiku?
Bicara:
Wahai kata-kata. Tiadalah ada engkau di situ, jika tanpa aku ucapkan.
Kata-kata:
Wahai bicara, pernahkan engkau menuliskan kata-kata?
Bicara:
Wahai kata-kata, aku pernah menulis kata-kata. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku tuliskan.
Kata-kata:
Wahai bicara, pernahkah engkau memikirkan kata-kata?
Bicara:
Wahai kata-kata, aku pernah memikirkan kata-kata. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku pikirkan.
Kata-kata:
Wahai bicara, dengan apakah aku membuat pertanyaan-pertanyaanku?
Bicara:
Engkau membuat pertanyaan-pertanyaanmu dengan kata-kata. Jadi ..ternyata belum aku ucapkan, belum aku tuliskan, dan belum aku pikirkan, engkau telah membuat kata-katamu. Wahai kata-kata, mohon maafkan diriku, ternyata aku telah melakukan kontradiksi pada analisiku tentang kata-kata. Aku merasa bersalah. Maka aku akan menemui “bahasa” untuk mengadukan tentang nasibku ini.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, aku ingin protes kepadamu. Mengapa engkau berdua duduk di situ mendahuluiku?
Bicara dan kata-kata:
Wahai tulisan. Tiadalah ada engkau di situ, jika tanpa aku bicarakan dan katakan.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, pernahkan engkau membuat karya-karya menggunakan tulisan?
Bicara dan kata-kata:
Wahai tulisan, aku pernah membuat karya-karya menggunakan tulisan. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa karya-karyaku.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, pernahkah engkau memikirkan tulisan?
Bicara dan kata-kata:
Wahai kata-kata, aku pernah memikirkan tulisan. Maka tiadalah dirimu, jika tanpa aku pikirkan.
Tulisan:
Wahai bicara dan kata-kata, dengan apakah aku membuat pertanyaan-pertanyaanku?
Bicara dan kata-kata:
Engkau membuat pertanyaan-pertanyaanmu dengan tulisan. Jadi ..ternyata belum aku ucapkan dan belum aku pikirkan, aku telah membuat tulisan. Wahai tulisan, mohon maafkan diriku berdua, ternyata aku telah melakukan kontradiksi pada analisiku berdua tentang tulisan. Aku merasa bersalah. Maka marilah kita bertiga menemui “bahasa” untuk mengadukan tentang nasib kita ini.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, aku bertiga merasa bingung. Maka siapakah diriku bertiga itu.
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya dimensimu itu berbeda-beda. Tulisan, bicara dan kata-kata adalah bahasa
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kemudian, siapakah kata-kata itu?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya kata-kata itu adalah salah satu dari diriku. Kata-kata adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah kata-kata. Maka kata-kata itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu berkata. Keputusanmu itu berkata. Langkahmu itu berkata. Penampakkanmu itu berkata. Akvitasmu berkata. Pegaulanmu berkata. Keberadaanmu berkata. Penjelasanmu berkata. Pertanyaanmu berkata. Bahkan kata-katamu itu juga berkata. Semua peristiwa itu berkata. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu berkata.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah bicara?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya bicara itu adalah salah satu dari diriku. Bicara adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah bicara. Maka bicara itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu bicara. Keputusanmu itu bicara. Langkahmu itu bicara. Penampakkanmu itu bicara. Akvitasmu bicara. Pegaulanmu bicara. Keberadaanmu bicara. Penjelasanmu bicara. Pertanyaanmu bicara. Bahkan bicaramu itu juga bicara. Semua peristiwa itu bicara. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu bicara.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah tulisan?
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya tulisan itu adalah salah satu dari diriku. Tulisan adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah tulisan. Maka tulisan itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu tulisan. Keputusanmu itu tulisan. Langkahmu itu tulisan. Penampakkanmu itu tulisan. Akvitasmu itu tulisan. Pegaulanmu itu tulisan. Keberadaanmu itu tulisan. Penjelasanmu itu tulisan. Pertanyaanmu itu tulisan Bahkan bicaramu itu tulisan. Semua peristiwa itu tulisan. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada itu tulisan.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, kalau begitu siapakah dirimu itu.
Bahasa:
Wahai tulisan, bicara dan kata-kata, sesungguhnya bahasa adalah semua sifat yang ada. Maka semua sifat yang dapat engkau pikirkan dan ucapkan adalah bahasa. Maka bahasa itu berada di mana-mana sampai batas akal pikiranmu. Pikiranmu itu bahasa. Keputusanmu itu bahasa. Langkahmu itu bahasa. Penampakkanmu itu bahasa. Akvitasmu itu bahasa. Pegaulanmu itu bahasa. Keberadaanmu itu bahasa. Penjelasanmu itu bahasa. Pertanyaanmu itu bahasa. Bahkan bicaramu itu juga itu bahasa. Semua peristiwa adalah bahasa. Maka semua yang ada dan yang mungkin ada adalah bahasa.
Tulisan, bicara dan kata-kata:
Wahai bahasa, gantian saya yang ingin bertanya kepada engkau. Lalu, apakah hubungan antara bicara, kata-kata dan bahasa.
Bahasa:
Semua dari tulisan, bicara dan kata-kata adalah diriku. Bahkan lebih dari itu, semua yang dapat engkau pikirkan adalah bahasa. Semua subyek, obyek dan kalimat-kalimat adalah bahasa. Semua peristiwa adalah bahasa. Menterjemahkan adalah bahasa. Diterjemahkan adalah bahasa. Maka bahasa adalah hidup. Maka hidup adalah bahasa. Semua refleksi adalah bahasa. Maka filsafat itu adalah bahasa. Lebih dari itu, semua struktur adalah bahasa. Potensi adalah bahasa. Fakta adalah bahasa. Semua arti adalah bahasa. Kebutuhan adalah bahasa. Keinginan adalah bahasa. Maka bahasa adalah sekaligus makna dan referensinya. Tanpa kecuali maka semua elegi adalah bahasa.
Orang tua berambut putih:
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperkatakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperbicarakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat mempertuliskan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Itulah sebenar-benar berfilsafat, yaitu seberapa jauh engkau dapat memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah sebenar-benar mendidik, yaitu seberapa jauh engkau memberi kesempatan dan kemampuan kepada siswa-siswamu untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah sebenar-benar pembelajaran matematika, yaitu seberapa jauh engkau memberi kesempatan dan kemampuan kepada siswa-siswamu untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua matematika yang ada dan yang mungkin ada.
Maka:
Itulah mengapa elegi-elegi ini aku persembahkan untuk kamu semua wahai mahasiswaku, yaitu seberapa jauh aku memberi kesempatan dan kemampuan kepada engkau semua untuk memperkatakan, memperbicarakan, mempertuliskan, dan memperbahasakan semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka jadikanlah elegi-elegi ini sebagai teladan bagi dirimu semua. Semoga kecerdasan menyertai pikiran dan hatimu semua. Amien.
Elegi Guru Menggapai Perubahan
Oleh Marsigit
Guru:
Wahai perubahan, perkenankanlah aku ingin bertanya. Apakah perubahan itu?. Apakah aku sebagai seseorang diri perlu melakukan perubahan? Jika perlu maka apakah yang harus berubah pada diriku? Dana bagaimana melakukan perubahan pada diriku?
Perubahan:
Wahai guru, tiadalah sesuatu itu tanpa perubahan. Engkau tidak memikirkanpun, maka engkau senantiasa berubah. Apakah engkau masih ragu tentang hal itu? Jika engkau masih ragu, maka tunjuklah siapa dirimu itu. Sebenar-benar yang terjadi adalah bahwa engkau tidak akan pernah bisa menunjuk dirimu itu. Begitu engkau selesai menunjuk dirimu maka dirimu telah berubah menjadi dirimu yang lain. Mengapa? Karena dirimu semula yang engkau tunjuk telah dimakan oleh ruang dan waktu.
Guru:
Jika aku berubah tanpa aku sadari maka apakah pada diriku itu yang berubah? Sedangkan jika aku menyadari dan aku ingin berubah maka apakah pada diriku itu yang berubah dan bagaimana melakukan perubahan itu?
Perubahan:
Struktur, bentuk, sifat-sifat, potensi, serta fakta-faktamu itulah yang selalu berubah walaupun engkau tidak menyadarinya. Sedangkan jika engkau mengiginkan perubahan maka engkau harus tambahkan “arah” pada perubahan dirimu. Maka sebenar-benarnya perubahan adalah kesadaran akan ruang, waktu, arah, potensi dan faktamu. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar untuk berubah, maka engkau dapat menambahkan “makna’ pada perubahan dirimu. Perubahanmu akan bermakna jika perubahanmu bermakna pula bagi yang lainnya. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “positif bagi dirimu dan yang lainnya” . Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan yang lain” . Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan dunia”. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan yang lain di dunia dan akherat”. Maka setinggi-tingginya perubahan adalah jika demikian engkau sadari bahwa perubahan itu mempunyai arah, makna positif, dan bermanfaat baik untuk dunia maupun akherat.
Guru:
Kemudian bagaimanakah aku dapat melakukan perubahan itu?
Perubahan:
Ada syarat-syarat bahwa engkau itu bisa melakukan perubahan. Pertama, engkau harus mempunyai kesadaran tentang perubahan itu sendiri. Kedua, engkau harus memperbaharui niat dan motivasi untuk melakukan perubahan. Ketiga, engkau harus menemukan alasan melakukan perubahan. Keempat, engkau harus mempunyai pemahaman tentang perubahan itu. Kelima, engkau harus mencoba, berlatih dan terbiasa melakukan perubahan. Keenam, engkau harus selalu bercermin pada dirimu sendiri.
Guru:
Wahai perubahan, bagaimanakah tentang diriku? Aku adalah seorang guru. Apakah aku sebagai guru perlu melakukan perubahan? Jika perlu maka apakah yang harus berubah pada diriku? Dana bagaimana melakukan perubahan pada diriku?
Perubahan:
Ada syarat-syarat bahwa engkau sebagai guru itu bisa melakukan perubahan. Pertama, guru harus mempunyai kesadaran tentang perubahan itu sendiri. Kedua, guruharus memperbaharui niat dan motivasi untuk melakukan perubahan. Ketiga, guru harus menemukan alasan melakukan perubahan. Keempat, guru harus mempunyai pemahaman tentang perubahan itu. Kelima, guru harus mencoba, berlatih dan terbiasa melakukan perubahan. Keenam, guru harus selalu bercermin pada dirimu sendiri.
Guru:
Wahai perubahan, jika aku ingin melakukan perubahan pada cara mengajarku, maka bagaimanakah caranya itu?
Perubahan:
Pertama, lakukan perubahan itu dengan bekerja-sama dengan orang lain. Kedua, lakukan perubahan secara sistemik. Ketiga, bekerjasamalah dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan perubahan. Keempat, rencanakan perubahan itu. Kelima, sadarlah bahwa perubahan itu memerlukan waktu. Keenam, kenalilah dirimu sendiri dan kenalilah pula semua aspek dari pekerjaanmu sebagai guru. Ketujuh, selalu renungkanlah hakekat perubahan pada dirimu itu dan temukanlah makna di balik dari setiap perubahan mu itu. Kedelapan, tetapkanlah hatimu sebagai komandan pada setiap perubahan dirimu.
Guru:
Wahai perubahan, bagaimana cara membangun kerjasama untuk melakukan perubahan?
Perubahan:
Pertama, budayakanlah kerjasama untuk tujuan kebaikan di dunia dan akherat. Kedua, lakukanlah percobaan secara terbatas tentang aspek perubahan itu dan implementasikanlah pada masalah-masalah yang nyata. Ketiga, tetapkan harapan-harapanmu dari perubahan yang engkau lakukan. Keempat, jujurlah dan bersifat terbuka dalam kerjasamamu. Kelima, kembangkanlah sikap peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Keenam, selalu temukanlah hikmah dari segala kejadian yang engkau alami. Ketujuh, berpikiran positiflah terhadap sesama dan lingkungan. Kedelapan, selalu ikhlaslah dalam setiap tindakanmu. Kesembilan, belajarlah mengambil keputusan yang tepat atas segala aspek kehidupanmu. Kesepuluh, lakukanlah semuanya itu dengan semangat dan tawadu’.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pertama, kenalilah faktor pendukungnya. Kedua, Kenalilah segala informasi yang berkenaan dengan inovasi pembelajaran. Ketiga, berkomunikasilah dengan referensi dan nara sumber. Keempat, carilah orang-orang yang mempunyai visi, persepsi, kepentingan dan tujuan yang sama. Kelima, pelajarilah atau lihatlah model-model inovasi pembelajaran yang telah ada, misalnya video pembelajaran. Keenam, tetapkanlah skala prioritas. Ketujuh, kenalilah dan pelajarilah teori-teori dan paradigma pendidikan. Sesuaikan paradigma mengajarmu. Maka sebenar-benar kelas pembelajaranmu adalah laboratorium. Kedelapan, kenalilah hakekat keilmuan. Kesembilan, kenalilah hakekat siswa. Kenalilah hakekat penilaian, Kenalilah hakekat alat peraga, dst. Kesepuluh, kenalilah konteks pembelajaran, kenalilah budaya, kenalilah kebiasaan, kenalilah individu siswa, kenalilah ..dst.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus lagi, bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pertama, pahamilah arah dan tujuan pendidikan atau pembelajaran. Itulah yang disebut misi pendidikan. Kedua, pahamilah bagaimana cara mencapai misi tersebut. Itulah visi pendidikan. Ketiga, lakukanlah kegiatan penelitian pendidikan. Keempat, kenalilah masalah, dari mana masalah, dan kepada siapa masalah itu. Kelima, kembangkanlah skema pembelajaran yang fleksibel. Keenam, kembangkan interaksi belajar bagi semua siswa. Ketujuh, kembangkanlah sumber belajar. Kedelapan, kembangkanlah teknologi pembelajaran. Kesembilan, keterampilan menyelesaikan masalah. Kesepuluh, promosikanlah bekerja bersama dalam belajar. Kesebelas, kembangkanlah pendekatan pemecahan masalah dan inovasi pada level sekolah. Duabelas, kembangkanlah pangkalan data berkaitan dengan pemecahan masalah dan inovasi.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus dan khusus lagi, bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pelajarilah lesson study dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.Pelajarilah Penelitian Tindakan kelas dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.Pelajarilah model-model dan strategi pembelajaran dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.
Guru:
Kenapa semua itu musti terjadi?
Orang tua berambut putih:
Wahai guru, sebenar-benar kelas pembelajaran adalah laboratorium bagi siswa-siswamu. Maka sebenar-benar kegiatan pembelajaran adalah kegiatan penelitian. Maka tiadalah perubahan dan inovasi dapat engkau lakukan tanpa pemahaman-pemahaman tersebut. Sesungguhnya perubahan atau inovasi itu betul-betul sunatullah. Amien
Guru:
Wahai perubahan, perkenankanlah aku ingin bertanya. Apakah perubahan itu?. Apakah aku sebagai seseorang diri perlu melakukan perubahan? Jika perlu maka apakah yang harus berubah pada diriku? Dana bagaimana melakukan perubahan pada diriku?
Perubahan:
Wahai guru, tiadalah sesuatu itu tanpa perubahan. Engkau tidak memikirkanpun, maka engkau senantiasa berubah. Apakah engkau masih ragu tentang hal itu? Jika engkau masih ragu, maka tunjuklah siapa dirimu itu. Sebenar-benar yang terjadi adalah bahwa engkau tidak akan pernah bisa menunjuk dirimu itu. Begitu engkau selesai menunjuk dirimu maka dirimu telah berubah menjadi dirimu yang lain. Mengapa? Karena dirimu semula yang engkau tunjuk telah dimakan oleh ruang dan waktu.
Guru:
Jika aku berubah tanpa aku sadari maka apakah pada diriku itu yang berubah? Sedangkan jika aku menyadari dan aku ingin berubah maka apakah pada diriku itu yang berubah dan bagaimana melakukan perubahan itu?
Perubahan:
Struktur, bentuk, sifat-sifat, potensi, serta fakta-faktamu itulah yang selalu berubah walaupun engkau tidak menyadarinya. Sedangkan jika engkau mengiginkan perubahan maka engkau harus tambahkan “arah” pada perubahan dirimu. Maka sebenar-benarnya perubahan adalah kesadaran akan ruang, waktu, arah, potensi dan faktamu. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar untuk berubah, maka engkau dapat menambahkan “makna’ pada perubahan dirimu. Perubahanmu akan bermakna jika perubahanmu bermakna pula bagi yang lainnya. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “positif bagi dirimu dan yang lainnya” . Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan yang lain” . Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan dunia”. Sedangkan jika keinginanmu semakin besar lagi untuk berubah, maka engkau dapat tambahkan “bermanfaat bagi dirimu dan yang lain di dunia dan akherat”. Maka setinggi-tingginya perubahan adalah jika demikian engkau sadari bahwa perubahan itu mempunyai arah, makna positif, dan bermanfaat baik untuk dunia maupun akherat.
Guru:
Kemudian bagaimanakah aku dapat melakukan perubahan itu?
Perubahan:
Ada syarat-syarat bahwa engkau itu bisa melakukan perubahan. Pertama, engkau harus mempunyai kesadaran tentang perubahan itu sendiri. Kedua, engkau harus memperbaharui niat dan motivasi untuk melakukan perubahan. Ketiga, engkau harus menemukan alasan melakukan perubahan. Keempat, engkau harus mempunyai pemahaman tentang perubahan itu. Kelima, engkau harus mencoba, berlatih dan terbiasa melakukan perubahan. Keenam, engkau harus selalu bercermin pada dirimu sendiri.
Guru:
Wahai perubahan, bagaimanakah tentang diriku? Aku adalah seorang guru. Apakah aku sebagai guru perlu melakukan perubahan? Jika perlu maka apakah yang harus berubah pada diriku? Dana bagaimana melakukan perubahan pada diriku?
Perubahan:
Ada syarat-syarat bahwa engkau sebagai guru itu bisa melakukan perubahan. Pertama, guru harus mempunyai kesadaran tentang perubahan itu sendiri. Kedua, guruharus memperbaharui niat dan motivasi untuk melakukan perubahan. Ketiga, guru harus menemukan alasan melakukan perubahan. Keempat, guru harus mempunyai pemahaman tentang perubahan itu. Kelima, guru harus mencoba, berlatih dan terbiasa melakukan perubahan. Keenam, guru harus selalu bercermin pada dirimu sendiri.
Guru:
Wahai perubahan, jika aku ingin melakukan perubahan pada cara mengajarku, maka bagaimanakah caranya itu?
Perubahan:
Pertama, lakukan perubahan itu dengan bekerja-sama dengan orang lain. Kedua, lakukan perubahan secara sistemik. Ketiga, bekerjasamalah dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan perubahan. Keempat, rencanakan perubahan itu. Kelima, sadarlah bahwa perubahan itu memerlukan waktu. Keenam, kenalilah dirimu sendiri dan kenalilah pula semua aspek dari pekerjaanmu sebagai guru. Ketujuh, selalu renungkanlah hakekat perubahan pada dirimu itu dan temukanlah makna di balik dari setiap perubahan mu itu. Kedelapan, tetapkanlah hatimu sebagai komandan pada setiap perubahan dirimu.
Guru:
Wahai perubahan, bagaimana cara membangun kerjasama untuk melakukan perubahan?
Perubahan:
Pertama, budayakanlah kerjasama untuk tujuan kebaikan di dunia dan akherat. Kedua, lakukanlah percobaan secara terbatas tentang aspek perubahan itu dan implementasikanlah pada masalah-masalah yang nyata. Ketiga, tetapkan harapan-harapanmu dari perubahan yang engkau lakukan. Keempat, jujurlah dan bersifat terbuka dalam kerjasamamu. Kelima, kembangkanlah sikap peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Keenam, selalu temukanlah hikmah dari segala kejadian yang engkau alami. Ketujuh, berpikiran positiflah terhadap sesama dan lingkungan. Kedelapan, selalu ikhlaslah dalam setiap tindakanmu. Kesembilan, belajarlah mengambil keputusan yang tepat atas segala aspek kehidupanmu. Kesepuluh, lakukanlah semuanya itu dengan semangat dan tawadu’.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pertama, kenalilah faktor pendukungnya. Kedua, Kenalilah segala informasi yang berkenaan dengan inovasi pembelajaran. Ketiga, berkomunikasilah dengan referensi dan nara sumber. Keempat, carilah orang-orang yang mempunyai visi, persepsi, kepentingan dan tujuan yang sama. Kelima, pelajarilah atau lihatlah model-model inovasi pembelajaran yang telah ada, misalnya video pembelajaran. Keenam, tetapkanlah skala prioritas. Ketujuh, kenalilah dan pelajarilah teori-teori dan paradigma pendidikan. Sesuaikan paradigma mengajarmu. Maka sebenar-benar kelas pembelajaranmu adalah laboratorium. Kedelapan, kenalilah hakekat keilmuan. Kesembilan, kenalilah hakekat siswa. Kenalilah hakekat penilaian, Kenalilah hakekat alat peraga, dst. Kesepuluh, kenalilah konteks pembelajaran, kenalilah budaya, kenalilah kebiasaan, kenalilah individu siswa, kenalilah ..dst.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus lagi, bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pertama, pahamilah arah dan tujuan pendidikan atau pembelajaran. Itulah yang disebut misi pendidikan. Kedua, pahamilah bagaimana cara mencapai misi tersebut. Itulah visi pendidikan. Ketiga, lakukanlah kegiatan penelitian pendidikan. Keempat, kenalilah masalah, dari mana masalah, dan kepada siapa masalah itu. Kelima, kembangkanlah skema pembelajaran yang fleksibel. Keenam, kembangkan interaksi belajar bagi semua siswa. Ketujuh, kembangkanlah sumber belajar. Kedelapan, kembangkanlah teknologi pembelajaran. Kesembilan, keterampilan menyelesaikan masalah. Kesepuluh, promosikanlah bekerja bersama dalam belajar. Kesebelas, kembangkanlah pendekatan pemecahan masalah dan inovasi pada level sekolah. Duabelas, kembangkanlah pangkalan data berkaitan dengan pemecahan masalah dan inovasi.
Guru:
Wahai perubahan, secara lebih khusus dan khusus lagi, bagaimana cara melakukan inovasi pembelajaran?
Perubahan:
Pelajarilah lesson study dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.Pelajarilah Penelitian Tindakan kelas dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.Pelajarilah model-model dan strategi pembelajaran dan implementasikan aspek-aspeknya sesuai dengan konteksnya.
Guru:
Kenapa semua itu musti terjadi?
Orang tua berambut putih:
Wahai guru, sebenar-benar kelas pembelajaran adalah laboratorium bagi siswa-siswamu. Maka sebenar-benar kegiatan pembelajaran adalah kegiatan penelitian. Maka tiadalah perubahan dan inovasi dapat engkau lakukan tanpa pemahaman-pemahaman tersebut. Sesungguhnya perubahan atau inovasi itu betul-betul sunatullah. Amien
Friday, April 10, 2009
Elegi Hakekat Memilih
Apakah sebenarnya hakekat memilih secara filosofis?
Saya menanti jawabannya.
Marsigit
Saya menanti jawabannya.
Marsigit
Thursday, April 9, 2009
Elegi Menggapai Jawaban Filsafat
Ass. kepada semuanya, berikut saya berikan pertanyaan filsafat:
"Mengapa anda dilahirkan di Indonesia, bukan di Eropa, Amerika atau Australia?".
Jawablah pertanyaan di atas secara filsafat.
Selamat menjawab.
Marsigit
"Mengapa anda dilahirkan di Indonesia, bukan di Eropa, Amerika atau Australia?".
Jawablah pertanyaan di atas secara filsafat.
Selamat menjawab.
Marsigit
Tuesday, April 7, 2009
Elegi Menggapai Lengkap
Oleh Marsigit
Obyek pikir:
Wahai lengkap, siapakah diriku itu? Apakah keadaanku itu memenuhi kelengkapan? Mengapa banyak orang memikirkan diriku beraneka ragam?
Lengkap:
Aku saat ini sedang memikirkanmu sebagai tidak lengkap. Senyatanya aku tidaklah mampu memikirkan dirimu secara lengkap. Itulah keterbatasanku. Tetapi keterbatasanku itu juga keterbatasanmu.
Obyek pikir:
Mengapa engkau menampakkan diri. Bahkan lebih dari itu? Mengapa engkau mengaku-aku dapat menjamin kelengkapanku.
Lengkap:
Itulah hakekat yang ada dan yang mungkin ada. Jika aku adalah yang mungkin ada, mengapa engkau musti protes tentang keberadaanmu. Ketahuilah wahai obyek pikir, bahwa diriku itu juga bernasib sepertimu juga. Aku tidak lain tidak bukan juga merupakan obyek pikir. Aku sepertimu juga, yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Tetapi aku sekaligus juga merupakan metode berpikir. Aku merupakan kelengkapan atau penyeimbang dari adanya reduksi. Tugasku adalah mengawasi reduksi. Maka jika aku biarkan reduksi itu berkeliaran, itulah sebenar-benar dirimu semua. Karena engkau semua akan binasa dimangsa oleh reduksi. Maka sebetulnya fungsiku adalah menjaga dirimu semua.
Obyek pikir:
Oh maafkan aku, jika aku telah lancang terhadapmu. Tetapi mengapa engkau bersifat kontradiksi. Suatu saat engkau mengharuskan diriku untuk menggapai lengkap, tetapi suatu saat engkau selalu mengakui tidak akan pernah diriku itu menggapai lengkap. Maka manakah dirimu itu yang dapat aku percaya?
Lengkap:
Itulah sebenar-benar dirimu. Manusia itu pada hakekatnya terbatas dalam semua hal. Aku bagi dirimu adalah kontradiksi, padahal bagi diriku aku tidaklah kontradiksi. Itulah kodratnya. Itulah batas pikiranmu. Tetapi agar engkau mempunyai gambaran bagaimana sulitnya menggapai lengkap, maka undanglah teman-temanmu kemari. Aku akan berikan penjelasan secukupnya kepada engkau semua.
Kubus:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai kubus mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai kubus yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai bentuk dan ukurannya saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan. Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Bola:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai bola mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai bola yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai bentuk dan ukurannya saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Guru matematika:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai guru matematika mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagaiguru matematika dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai guru matematika yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai dari sisi kompetensi mendidik dan hubunganku dengan subyek didik dan pendidikan matematika. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Mahasiswa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai mahasiswa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai mahasiswa dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai mahasiswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan dari sisi kompetensi belajarku dan hubunganku dengan tugas-tugasku sebagai mahasiswa dan dunia mahasiswaku. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Siswa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai siswa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai siswa dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai siswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai nilai UAN. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Bilangan:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai bilangan mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai bilangan yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai nilai saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Dosen:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai dosen mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai dosen dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai dosen yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan kompetensi mengajarku dan hubunganku dengan tugas-tugasku sebagai dosen dan dunia dosenku. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Diskusi:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai diskusi mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Aku bisa menyebutkan sifat-sifatku sebagai diskusi yang mahal, murah, seru, heboh, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai diskusi yang baik. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Doa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai doa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Aku bisa menyebutkan sifat-sifatku sebagai doa yang mahal, murah, seru, heboh, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai doa yang khusuk. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Lengkap:
Wahai semua obyek pikir, kubus, bola, guru matematika, mahasiswa, siswa, bilangan, dosen, diskusi, doa, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi...
Wahai semua obyek pikir, kubus, bola, guru matematika, mahasiswa, bilangan, dosen, diskusi, doa, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Iba rasa hatiku menyaksikanmu dan juga menyaksikanku. Mengapa? Karena yang engkau akui sebagai kekuatanmu itu sebenarnya adalah kelemahanmu. Dengan bangganya dan sombongnya engkau selalu katakan “......dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku”. Itulah sebenar-benar kelemahanmu dan juga kelemahanku. Mengapa?
Jikalau engkau semua memang bermaksud menggapai lengkap, mengapa engkau sendiri tidak bisa lengkap menyebutkan semua sifat-sifatmu itu? Mengapa engkau musti selalu berkata “...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku”. Bukankah itu bukti bahwa tiadalah ada satu obyek pikirpun dapat aku pikirkan sebagai lengkap. Sebenar-benar lengkap adalah lengkap absolut. Itulah kelengkapan hanya milik Tuhan YME.
Semua obyek pikir bersama-sama berkata:
Wahai lengkap ampunilah aku semua. Karena kepicikanku semua itulah aku telah berbuat tidak bijaksama terhadap ketentuanmu. Tetapi bukankah engkau tahu bahwa kami semua selalu terancam oleh reduksi. Kami semua benar-benar merasa ketakutan, terhadap perilaku reduksi. Terus bagaimanakan solusinya?
Orang tua berambut putih:
Wahai lengkap. Wahai reduksi. Dan wahai semua obyek pikir. Ingatlah bahwa lengkap dan reduksi itu juga obyek pikir. Jadi ketentuan bagi obyek pikir berlaku juga bagi lengkap dan reduksi. Maka dengarkanlah semua nasehatku ini.
Ketahuilah bahwa karena keterbatasan manusia, maka dia hanya mampu memikirkan sebagian saja dari yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu maka manusia dibekali dengan metode berpikir reduksi. Sejak lahir hingga mati, semua manusia menggunakan metode reduksi. Sebetul betulnya reduksi adalah metode untuk terbebas dari jebakan ruang dan waktu.
Ketahuilah bahwa tiadalah mudah menerima bagi suatu obyek pikir untuk dihilangkan atau dieliminasi sebagian atau beberapa sifat-sifatnya. Maka itulah kodratnya bahwa manusia diberi karunia untuk selalu berikhtiar agar dapat melengkapi hidupnya. Namun ketahuilah bahwa karena keterbatasan manusia maka manusia tidak dapat lengkap memeikirkan dirinya dan juga memikirkan obyek pikirnya. Itulah kodrat Nya.
Maka dapat aku katakan bahwa sebenar-benar hidup adalah menjaga keseimbangan antara reduksi dan lengkap. Sebenar-benar reduksi adalah sesuai ruang, waktu dan peruntukkannya. Sebenar-benar lengkap adalah idamanmu. Maka bacalah elegi-elegi yang lainnya agar satu dengan yang lainnya selalu dapat dikaitkan. Baca juga khususnya elegi menggapai harmoni.
Demikianlah kesaksian saya. Renungkanlah. Selamat belajar. Semoga sukses. Amien.
Obyek pikir:
Wahai lengkap, siapakah diriku itu? Apakah keadaanku itu memenuhi kelengkapan? Mengapa banyak orang memikirkan diriku beraneka ragam?
Lengkap:
Aku saat ini sedang memikirkanmu sebagai tidak lengkap. Senyatanya aku tidaklah mampu memikirkan dirimu secara lengkap. Itulah keterbatasanku. Tetapi keterbatasanku itu juga keterbatasanmu.
Obyek pikir:
Mengapa engkau menampakkan diri. Bahkan lebih dari itu? Mengapa engkau mengaku-aku dapat menjamin kelengkapanku.
Lengkap:
Itulah hakekat yang ada dan yang mungkin ada. Jika aku adalah yang mungkin ada, mengapa engkau musti protes tentang keberadaanmu. Ketahuilah wahai obyek pikir, bahwa diriku itu juga bernasib sepertimu juga. Aku tidak lain tidak bukan juga merupakan obyek pikir. Aku sepertimu juga, yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Tetapi aku sekaligus juga merupakan metode berpikir. Aku merupakan kelengkapan atau penyeimbang dari adanya reduksi. Tugasku adalah mengawasi reduksi. Maka jika aku biarkan reduksi itu berkeliaran, itulah sebenar-benar dirimu semua. Karena engkau semua akan binasa dimangsa oleh reduksi. Maka sebetulnya fungsiku adalah menjaga dirimu semua.
Obyek pikir:
Oh maafkan aku, jika aku telah lancang terhadapmu. Tetapi mengapa engkau bersifat kontradiksi. Suatu saat engkau mengharuskan diriku untuk menggapai lengkap, tetapi suatu saat engkau selalu mengakui tidak akan pernah diriku itu menggapai lengkap. Maka manakah dirimu itu yang dapat aku percaya?
Lengkap:
Itulah sebenar-benar dirimu. Manusia itu pada hakekatnya terbatas dalam semua hal. Aku bagi dirimu adalah kontradiksi, padahal bagi diriku aku tidaklah kontradiksi. Itulah kodratnya. Itulah batas pikiranmu. Tetapi agar engkau mempunyai gambaran bagaimana sulitnya menggapai lengkap, maka undanglah teman-temanmu kemari. Aku akan berikan penjelasan secukupnya kepada engkau semua.
Kubus:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai kubus mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai kubus yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai bentuk dan ukurannya saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan. Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Bola:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai bola mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai bola yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai bentuk dan ukurannya saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Guru matematika:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai guru matematika mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagaiguru matematika dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai guru matematika yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai dari sisi kompetensi mendidik dan hubunganku dengan subyek didik dan pendidikan matematika. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Mahasiswa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai mahasiswa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai mahasiswa dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai mahasiswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan dari sisi kompetensi belajarku dan hubunganku dengan tugas-tugasku sebagai mahasiswa dan dunia mahasiswaku. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Siswa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai siswa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai siswa dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai siswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai nilai UAN. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Bilangan:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai bilangan mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku dapat menyebutkan berbagai sifatku antara lain sebagai bilangan yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai nilai saja. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Dosen:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai dosen mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Ketahuilah bahwa aku sebagai dosen dapat menyebutkan sifat-sifatku sebagai dosen yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya diambil sifatku yang sedikit saja. Oleh reduksi aku hanya dipikirkan kompetensi mengajarku dan hubunganku dengan tugas-tugasku sebagai dosen dan dunia dosenku. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Diskusi:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai diskusi mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Aku bisa menyebutkan sifat-sifatku sebagai diskusi yang mahal, murah, seru, heboh, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai diskusi yang baik. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Doa:
Wahai lengkap, perkenankanlah aku ingin melaporkan kepada dirimu. Aku telah merasa didholimi oleh reduksi. Ketahuilah bahwa aku sebagai doa mempunyai sifat-sifatku yang lengkap. Sifat-sifatku itu luas merentang seluas dunia, sampai batas pikiranku. Aku bisa menyebutkan sifat-sifatku sebagai doa yang mahal, murah, seru, heboh, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi mengapa oleh reduksi aku hanya dipikirkan sebagai doa yang khusuk. Dan sifat-sifatku yang lain telah direduksi atau dihilangkan.Dengan demikian aku merasa sedih dan timpang hidupku. Aku merasa jauh dari kelengkapan seperti yang aku idamkan.
Lengkap:
Wahai semua obyek pikir, kubus, bola, guru matematika, mahasiswa, siswa, bilangan, dosen, diskusi, doa, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku. Tetapi...
Wahai semua obyek pikir, kubus, bola, guru matematika, mahasiswa, bilangan, dosen, diskusi, doa, ...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Iba rasa hatiku menyaksikanmu dan juga menyaksikanku. Mengapa? Karena yang engkau akui sebagai kekuatanmu itu sebenarnya adalah kelemahanmu. Dengan bangganya dan sombongnya engkau selalu katakan “......dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku”. Itulah sebenar-benar kelemahanmu dan juga kelemahanku. Mengapa?
Jikalau engkau semua memang bermaksud menggapai lengkap, mengapa engkau sendiri tidak bisa lengkap menyebutkan semua sifat-sifatmu itu? Mengapa engkau musti selalu berkata “...dan seterusnya. Saya ulangi dan seterusnya. Itulah kekuatanku”. Bukankah itu bukti bahwa tiadalah ada satu obyek pikirpun dapat aku pikirkan sebagai lengkap. Sebenar-benar lengkap adalah lengkap absolut. Itulah kelengkapan hanya milik Tuhan YME.
Semua obyek pikir bersama-sama berkata:
Wahai lengkap ampunilah aku semua. Karena kepicikanku semua itulah aku telah berbuat tidak bijaksama terhadap ketentuanmu. Tetapi bukankah engkau tahu bahwa kami semua selalu terancam oleh reduksi. Kami semua benar-benar merasa ketakutan, terhadap perilaku reduksi. Terus bagaimanakan solusinya?
Orang tua berambut putih:
Wahai lengkap. Wahai reduksi. Dan wahai semua obyek pikir. Ingatlah bahwa lengkap dan reduksi itu juga obyek pikir. Jadi ketentuan bagi obyek pikir berlaku juga bagi lengkap dan reduksi. Maka dengarkanlah semua nasehatku ini.
Ketahuilah bahwa karena keterbatasan manusia, maka dia hanya mampu memikirkan sebagian saja dari yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu maka manusia dibekali dengan metode berpikir reduksi. Sejak lahir hingga mati, semua manusia menggunakan metode reduksi. Sebetul betulnya reduksi adalah metode untuk terbebas dari jebakan ruang dan waktu.
Ketahuilah bahwa tiadalah mudah menerima bagi suatu obyek pikir untuk dihilangkan atau dieliminasi sebagian atau beberapa sifat-sifatnya. Maka itulah kodratnya bahwa manusia diberi karunia untuk selalu berikhtiar agar dapat melengkapi hidupnya. Namun ketahuilah bahwa karena keterbatasan manusia maka manusia tidak dapat lengkap memeikirkan dirinya dan juga memikirkan obyek pikirnya. Itulah kodrat Nya.
Maka dapat aku katakan bahwa sebenar-benar hidup adalah menjaga keseimbangan antara reduksi dan lengkap. Sebenar-benar reduksi adalah sesuai ruang, waktu dan peruntukkannya. Sebenar-benar lengkap adalah idamanmu. Maka bacalah elegi-elegi yang lainnya agar satu dengan yang lainnya selalu dapat dikaitkan. Baca juga khususnya elegi menggapai harmoni.
Demikianlah kesaksian saya. Renungkanlah. Selamat belajar. Semoga sukses. Amien.
Elegi Teka-Teki Telur dan Ayam
Dari pada berpikir yang sulit-sulit, cobalah jawablah pertanyaanku yang sederhana ini. Duluan mana AYAM dan TELUR? Jelaskan mengapa anda memilih salah satu? Tidak perlu khawatir, karena aku pasti akan menjawab setelah anda sekalian menjawab terlebih dulu.
Selamat menjawab
(Marsigit)
Selamat menjawab
(Marsigit)
Sunday, April 5, 2009
Elegi Menggapai Reduksi
Oleh Marsigit
Obyek pikir:
Wahai reduksi, siapakah diriku itu? Apakah keadaanku itu memenuhi kelengkapan? Mengapa banyak orang memikirkan diriku beraneka ragam?
Reduksi:
Aku saat ini memikirkanmu sebagai lengkap. Tetapi aku dapat tidak memeikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu.
Kubus:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku kubus belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai kubus, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai kubus yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memeikirkan dirimu itu sebagai bentuk dan ukurannya saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Bola:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku bola belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai bola, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai bola yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu sebagai bentuk dan ukurannya saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Guru matematika:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku guru matematika belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai guru matematika, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai guru matematika yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai guru matematika dan pembelajaran matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi mendidik dan hubunganmu dengan subyek didik dan pendidikan matematika. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Mahasiswa:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku mahasiswa belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai mahasiswa, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai mahasiswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai mahasiswa maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi belajarmu dan hubunganmu dengan tugas-tugasmu sebagai mahasiswa dan dunia mahasiswamu. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Bilangan:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku bilangan belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai bilangan, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai bilangan yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu sebagai nilai saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Dosen:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku dosen belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai dosen, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai dosen yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai pendidik maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi mengajarmu dan hubunganmu dengan tugas-tugasmu sebagai dosen dan dunia dosenmu. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Diskusi:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku diskusi belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai diskusi, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai diskusi yang mahal, murah, seru, heboh, ...dst.
Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu bagaimana berdiskusi yang baik maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi diskusi yang baik. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Berdoa:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku berdoa belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai berdoa, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai doa yang mahal, murah, seru, heboh, ...dst.
Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu bagaimana berdoa yang baik maka aku hanya memikirkan tentang Tuhan. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Semua obyek pikir bertanya kepada reduksi:
Wahai reduksi, kenapa jawabanmu engkau ulang-ulang saja? Siapakah sebenarnya dirimu itu?
Orang tua berambut putih:
Wahai semua obyek pikir, sebenar-benar reduksi adalah metode berpikir. Ketahuilah bahwa reduksi itu sejalan dengan penyederhanaan, dia juga sejalan dengan abstraksi. Itulah reduksi yaitu metode berpikir dimana hanya mengambil bagian tertentu saja sesuai dengan peruntukan berpikirnya. Dia ibarat pisau tajam bersisi dua. Tiadalah orang dapat meninggalkannya, tetapi jika salah menggunakannya maka bisa berbahaya pula. Ketahuilah bahwa tiada mudah mengalaminya bagi sifat-sifat yang terpaksa dihilangkan.
Obyek pikir:
Wahai reduksi, siapakah diriku itu? Apakah keadaanku itu memenuhi kelengkapan? Mengapa banyak orang memikirkan diriku beraneka ragam?
Reduksi:
Aku saat ini memikirkanmu sebagai lengkap. Tetapi aku dapat tidak memeikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu.
Kubus:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku kubus belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai kubus, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai kubus yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memeikirkan dirimu itu sebagai bentuk dan ukurannya saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Bola:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku bola belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai bola, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai bola yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu sebagai bentuk dan ukurannya saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Guru matematika:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku guru matematika belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai guru matematika, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai guru matematika yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai guru matematika dan pembelajaran matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi mendidik dan hubunganmu dengan subyek didik dan pendidikan matematika. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Mahasiswa:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku mahasiswa belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai mahasiswa, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai mahasiswa yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai mahasiswa maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi belajarmu dan hubunganmu dengan tugas-tugasmu sebagai mahasiswa dan dunia mahasiswamu. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Bilangan:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku bilangan belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai bilangan, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai bilangan yang indah, mahal, murah, buruk, besar, kecil, terbuat dari kayu, terbuat dari besi, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai matematika maka aku hanya memikirkan dirimu itu sebagai nilai saja. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Dosen:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku dosen belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai dosen, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai dosen yang gemuk, kurus, cantik, tampan, kaya, miskin, ...dst. Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu sebagai pendidik maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi kompetensi mengajarmu dan hubunganmu dengan tugas-tugasmu sebagai dosen dan dunia dosenmu. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Diskusi:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku diskusi belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai diskusi, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai diskusi yang mahal, murah, seru, heboh, ...dst.
Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu bagaimana berdiskusi yang baik maka aku hanya memikirkan dirimu itu dari sisi diskusi yang baik. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Berdoa:
Wahai reduksi, maaf, sebagai salah satu obyek pikir, aku berdoa belum tahu apa yang engkau maksud dengan pernyataanmu itu?
Reduksi:
Wahai berdoa, sekarang aku memikirkanmu dalam keadaan engkau itu lengkap. Artinya, aku sedang memikirkan semua sifat-sifatmu yang engkau miliki. Padahal engkau tahu bahwa sifat-sifatmu itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Maka seluruh sifat-sifatmu itu adalah semuanya sampai batas pikiranku. Sifat-sifatmu itu bisa aku sebutkan sebagai doa yang mahal, murah, seru, heboh, ...dst.
Tetapi aku dapat tidak memikirkanmu sebagian atau banyak dari bagianmu. Dan aku dapat memikirkan sebagian kecil atau satu saja dari dirimu. Itulah pengetahuanku akan dirimu. Karena aku sedang mempelajarimu bagaimana berdoa yang baik maka aku hanya memikirkan tentang Tuhan. Jadi terpaksa sifat-sifatmu yang lain aku kurangi, aku hilangkan atau aku reduksi.
Semua obyek pikir bertanya kepada reduksi:
Wahai reduksi, kenapa jawabanmu engkau ulang-ulang saja? Siapakah sebenarnya dirimu itu?
Orang tua berambut putih:
Wahai semua obyek pikir, sebenar-benar reduksi adalah metode berpikir. Ketahuilah bahwa reduksi itu sejalan dengan penyederhanaan, dia juga sejalan dengan abstraksi. Itulah reduksi yaitu metode berpikir dimana hanya mengambil bagian tertentu saja sesuai dengan peruntukan berpikirnya. Dia ibarat pisau tajam bersisi dua. Tiadalah orang dapat meninggalkannya, tetapi jika salah menggunakannya maka bisa berbahaya pula. Ketahuilah bahwa tiada mudah mengalaminya bagi sifat-sifat yang terpaksa dihilangkan.
Elegi Menggapai fungsi f(x) = 1
Oleh Marsigit
Fungsi:
Wahai variabel x, operator sama dengan, dan bilangan satu. Engkau semua saya panggil kemari karena saya ingin mengadakan pertunjukkan perihal fungsi x sama dengan satu. Oleh karena itu saya ingin mengetahui persiapanmu semua. Engkau juga saya silahkan untuk mengenalkan dirimu masing-masing serta tugas-tugasmu. Silahkan.
Variabel x:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah variabel. Khususnya namaku adalah variabel x. Fungsiku adalah sebagai rumah semua bilangan. Penghuniku bisa bilangan kontinu, bilangan diskret, bilangan pecah, bilangan real, bilangan rasional, bilangan kompleks, dst. Maka aku siap menjalankan semua perintah-perintahmu.
Operator sama dengan:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah operator sama dengan. Lambangku adalah “=”. Fungsiku adalah mengidentikan semua yang ada di sebelah kiriku dan di sebelah kananku. Aku juga mengidentikan sebelum dan sesudahku. Tiadalah dapat terbebas dari hukumku, jika telah aku pasang lambangku. Maka aku siap menjalankan semua perintah-perintahmu.
Bilangan satu:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah bilangan satu. Aku mempunyai beberapa sifat sekaligus. Bilangan satu itu adalah bilangan ganjil. Aku juga bilangan pertama dari membilang. Aku adalah bilangan rasional. Aku juga bilangan bulat. Aku juga bilangan positif.
Fungsi:
Wahai varfiabel x, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau adalah rumah dari semua bilangan. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat. Engkau tidak lagi hanya berfungsi sebagai rumah bilangan, tetapi engkau akan aku beri tugas sebagai rumah dari segala hal. Segala hal yang ada dan yang mungkin ada dalam pikiranmu dan dalam hatimu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Wahai operator sama dengan, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau berfungsi menyamakan apapun yang ada di sebelah kirimu dan di sebelah kananmu. Engkau juga berfungsi menyamakan sebelum dan sesudahmu. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat.
Tugasmu adalah menyadarkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Wahai bilangan satu, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau adalah bilangan satu dengan semua sifat-sifatmu. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat. Engkau akan aku beri tugas sebagai penunjuk bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Variabel x, operator sama dengan dan bilangan satu bersama-sama berkata:
Wahai fungsi f, terimakasih atas tugas-tugas baruku itu. Tetapi sesungguhnya aku belum begitu jelas apakah tugasku secara lebih khusus?
Fungsi:
Wahai variabel x, telah aku tetapkan bahwa engkau adalah semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan. Maka kewajibanmu adalah selalu bertanya kepada operator sama dengan tentang penunjukkan dari semua dirimu.
Wahai operator sama dengan, telah aku tetapkan bahwa tugasmu adalah menyadarkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Maka sadarkanlah semuanya itu.
Wahai bilangan satu, engkau adalah penunjuk bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga.
Variabel x, operator sama dengan dan bilangan satu bersama-sama berkata:
Wahai fungsi f, terimakasih atas tugas-tugas baruku itu. Tetapi sesungguhnya aku belum begitu jelas apakah tugasku secara lebih khusus?
Fungsi:
Wahai semuanya kita adalah fungsi x sama dengan satu. Jika ditulis dalam bentuk lambang maka kita adalah f(x) =1, dimana x adalah semua yang ada dan yang mungkin ada; “=” adalah kesadaranmu semua tentang yang satu; “1” adalah penunjukkan bahwa tiadalah sesuatu itu terlepas dari kehendak Nya. Maka cukup jelaslah kiranya, bahwa tiadalah di dunia dan akhirat itu terlepas dari kehendak Nya.
Fungsi:
Wahai variabel x, operator sama dengan, dan bilangan satu. Engkau semua saya panggil kemari karena saya ingin mengadakan pertunjukkan perihal fungsi x sama dengan satu. Oleh karena itu saya ingin mengetahui persiapanmu semua. Engkau juga saya silahkan untuk mengenalkan dirimu masing-masing serta tugas-tugasmu. Silahkan.
Variabel x:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah variabel. Khususnya namaku adalah variabel x. Fungsiku adalah sebagai rumah semua bilangan. Penghuniku bisa bilangan kontinu, bilangan diskret, bilangan pecah, bilangan real, bilangan rasional, bilangan kompleks, dst. Maka aku siap menjalankan semua perintah-perintahmu.
Operator sama dengan:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah operator sama dengan. Lambangku adalah “=”. Fungsiku adalah mengidentikan semua yang ada di sebelah kiriku dan di sebelah kananku. Aku juga mengidentikan sebelum dan sesudahku. Tiadalah dapat terbebas dari hukumku, jika telah aku pasang lambangku. Maka aku siap menjalankan semua perintah-perintahmu.
Bilangan satu:
Wahai fungsi f, perkenankanlah diriku untuk mengenalkan terlebih dulu. Namaku adalah bilangan satu. Aku mempunyai beberapa sifat sekaligus. Bilangan satu itu adalah bilangan ganjil. Aku juga bilangan pertama dari membilang. Aku adalah bilangan rasional. Aku juga bilangan bulat. Aku juga bilangan positif.
Fungsi:
Wahai varfiabel x, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau adalah rumah dari semua bilangan. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat. Engkau tidak lagi hanya berfungsi sebagai rumah bilangan, tetapi engkau akan aku beri tugas sebagai rumah dari segala hal. Segala hal yang ada dan yang mungkin ada dalam pikiranmu dan dalam hatimu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Wahai operator sama dengan, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau berfungsi menyamakan apapun yang ada di sebelah kirimu dan di sebelah kananmu. Engkau juga berfungsi menyamakan sebelum dan sesudahmu. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat.
Tugasmu adalah menyadarkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Wahai bilangan satu, aku telah memahami semua keteranganmu. Engkau adalah bilangan satu dengan semua sifat-sifatmu. Tetapi sekarang engkau akan mendapat tugas yang lebih berat. Engkau akan aku beri tugas sebagai penunjuk bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan.
Variabel x, operator sama dengan dan bilangan satu bersama-sama berkata:
Wahai fungsi f, terimakasih atas tugas-tugas baruku itu. Tetapi sesungguhnya aku belum begitu jelas apakah tugasku secara lebih khusus?
Fungsi:
Wahai variabel x, telah aku tetapkan bahwa engkau adalah semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Itulah seberat-berat tugasmu yang harus engkau laksanakan. Maka kewajibanmu adalah selalu bertanya kepada operator sama dengan tentang penunjukkan dari semua dirimu.
Wahai operator sama dengan, telah aku tetapkan bahwa tugasmu adalah menyadarkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga. Maka sadarkanlah semuanya itu.
Wahai bilangan satu, engkau adalah penunjuk bagi semua yang ada dan yang mungkin ada. Padahal semua yang ada dan yang mungkin ada itu meliputi hati dan pikiranmu. Padahal pikiranmu dan hatimu itu berkenaan dengan dunia dan akhirat juga.
Variabel x, operator sama dengan dan bilangan satu bersama-sama berkata:
Wahai fungsi f, terimakasih atas tugas-tugas baruku itu. Tetapi sesungguhnya aku belum begitu jelas apakah tugasku secara lebih khusus?
Fungsi:
Wahai semuanya kita adalah fungsi x sama dengan satu. Jika ditulis dalam bentuk lambang maka kita adalah f(x) =1, dimana x adalah semua yang ada dan yang mungkin ada; “=” adalah kesadaranmu semua tentang yang satu; “1” adalah penunjukkan bahwa tiadalah sesuatu itu terlepas dari kehendak Nya. Maka cukup jelaslah kiranya, bahwa tiadalah di dunia dan akhirat itu terlepas dari kehendak Nya.
Saturday, April 4, 2009
Elegi Menggapai Obyek Penelitian
Oleh Marsigit
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin mengadakan penelitian kelas secara sederhana. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau sebagai guru itu mempunyai sifat-sifat diri dan mampu mengembangkan sifat-sifat diri itu. Maka sifat-sifat dirimu itulah dapat menjadi obyek penelitianmu.
Bukankah siswa-siswamu itu mempunyai sifat-sifat diri dan mampu mengembangkan sifat-sifat diri. maka sifat-sifat diri siswa-siswamu itulah merupakan obyek penelitianmu.
Bukankah sifat-sifatmu sebagai guru itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Maka obyek peneltitianmu itu juga bisa berupa pengaruh sifat-sifat guru terhadap jenis aktivitas belajar siswa.
Bukankah engkau sebagai guru mempunai sikap dan perilaku pedagogik. Maka itulah juga merupakan obyek penelitianmu.
Bukankah sikap dan perilaku pedagogik guru itu akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Itulah juga merupakan obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah murid-muridmu itu juga mempunyai sikap dan perilaku belajar. Maka itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sikap dan perilaku guru akan mempengaruhi sikap dan perilaku belajar siswa. Itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sifat-sifat diri, sikap dan perilaku pedagogik guru itu juga mempengaruhi sifat-sifat, sikap dan perilaku belajar serta hasil belajar para siswa. Itulah obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah sifat-sifat, sikap dan perilaku muridmu juga mempengaruhi sifat-sifat, sikap dan perilaku pedagogikmu sebagai guru. Itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sebenar-benar hasil belajar itu meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor? Itulah obyek-obyek penelitianmu yang semakin meningkat kualitasnya.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian kelas:
Bukankah banyak faktor yang mempengaruhi sifat-sifat dirimu sebagai guru itu. Sifatmu juga ditentukan oleh sikapmu. Sifatmu juga ditentukan oleh keyakinanmu. Sifatmu juga ditentukan oleh pengetahuanmu. Itulah obyek-obyek penelitianmu.
Bukankah engkau harus mengetahui bagaimana siswa-siswamu belajar. Engkau juga harus mengetahui berbagai macam teori pembelajaran. Engkau juga harus menguasai konten pembelajaran. Itu semua adalah obyek-obyek penelitianmu.
Bukankah engkau juga harus mengetahui tentang inovasi pembelajaran. Engkau juga harus mengetahui teori-teori pendidikan dan paradigmanya. Itulah obyek-obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah siswa-siswamu itu perlu motivasi untuk belajar. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu itu perlu appersepsi dalam belajar. Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau sebagai guru perlu mengetahui hakekat motivasi, bagaimana mengembangkan motivasi, hakekat appersepsi dan mengembangkan appersepsi. Itulah obyek-obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mempunyai sikap yang baik terhadap pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu itu juga perlu mengembangkan metode dalam belajarnya. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu juga perlu menguasai konten pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu melakukan aktivitas belajar secara mandiri?. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu bekerjasama dalam belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu melakukan diskusi kelompok? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan keterampilan-keterampilan? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mencapai kompetensi-kompetensi? Itulah obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau perlu melakukan evaluasi proses belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu melakukan evaluasi hasil belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan berbagai instrumen penilaian? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan portfolio untuk hasil-hasil belajar siswa? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau ingin mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen-instrumen penilaian? Itulah obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau perlu mengembangkan RPP yang cocok bagi pembelajaranmu? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan Lembar Kerja? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan alat bantu pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan alat peraga pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah siswa-siswamu perlu mengetahui pola-pola dan hubungan antar konsep-konsep? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan ketrampilan problem solving? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan keterampilan mengadakan penelitian? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan hasil-hasil belajarnya? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu memerlukan konteks dalam belajarnya? Itulah obyek-obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin mengadakan penelitian kelas secara sederhana. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau sebagai guru itu mempunyai sifat-sifat diri dan mampu mengembangkan sifat-sifat diri itu. Maka sifat-sifat dirimu itulah dapat menjadi obyek penelitianmu.
Bukankah siswa-siswamu itu mempunyai sifat-sifat diri dan mampu mengembangkan sifat-sifat diri. maka sifat-sifat diri siswa-siswamu itulah merupakan obyek penelitianmu.
Bukankah sifat-sifatmu sebagai guru itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Maka obyek peneltitianmu itu juga bisa berupa pengaruh sifat-sifat guru terhadap jenis aktivitas belajar siswa.
Bukankah engkau sebagai guru mempunai sikap dan perilaku pedagogik. Maka itulah juga merupakan obyek penelitianmu.
Bukankah sikap dan perilaku pedagogik guru itu akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Itulah juga merupakan obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah murid-muridmu itu juga mempunyai sikap dan perilaku belajar. Maka itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sikap dan perilaku guru akan mempengaruhi sikap dan perilaku belajar siswa. Itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sifat-sifat diri, sikap dan perilaku pedagogik guru itu juga mempengaruhi sifat-sifat, sikap dan perilaku belajar serta hasil belajar para siswa. Itulah obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah sifat-sifat, sikap dan perilaku muridmu juga mempengaruhi sifat-sifat, sikap dan perilaku pedagogikmu sebagai guru. Itulah obyek penelitianmu.
Bukankah sebenar-benar hasil belajar itu meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor? Itulah obyek-obyek penelitianmu yang semakin meningkat kualitasnya.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian kelas:
Bukankah banyak faktor yang mempengaruhi sifat-sifat dirimu sebagai guru itu. Sifatmu juga ditentukan oleh sikapmu. Sifatmu juga ditentukan oleh keyakinanmu. Sifatmu juga ditentukan oleh pengetahuanmu. Itulah obyek-obyek penelitianmu.
Bukankah engkau harus mengetahui bagaimana siswa-siswamu belajar. Engkau juga harus mengetahui berbagai macam teori pembelajaran. Engkau juga harus menguasai konten pembelajaran. Itu semua adalah obyek-obyek penelitianmu.
Bukankah engkau juga harus mengetahui tentang inovasi pembelajaran. Engkau juga harus mengetahui teori-teori pendidikan dan paradigmanya. Itulah obyek-obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah siswa-siswamu itu perlu motivasi untuk belajar. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu itu perlu appersepsi dalam belajar. Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau sebagai guru perlu mengetahui hakekat motivasi, bagaimana mengembangkan motivasi, hakekat appersepsi dan mengembangkan appersepsi. Itulah obyek-obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mempunyai sikap yang baik terhadap pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu itu juga perlu mengembangkan metode dalam belajarnya. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu juga perlu menguasai konten pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu melakukan aktivitas belajar secara mandiri?. Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu bekerjasama dalam belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu melakukan diskusi kelompok? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan keterampilan-keterampilan? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mencapai kompetensi-kompetensi? Itulah obyek penelitianmu.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau perlu melakukan evaluasi proses belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu melakukan evaluasi hasil belajar? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan berbagai instrumen penilaian? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan portfolio untuk hasil-hasil belajar siswa? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau ingin mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen-instrumen penilaian? Itulah obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah engkau perlu mengembangkan RPP yang cocok bagi pembelajaranmu? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan Lembar Kerja? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan alat bantu pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Bukankah engkau perlu mengembangkan alat peraga pembelajaran? Itulah obyek penelitian.
Guru:
Wahai penelitian kelas, jika aku ingin meningkatkan lagi kualitas penelitian kelas. Maka apakah yang harus aku cari dan aku amati?
Penelitian Kelas:
Bukankah siswa-siswamu perlu mengetahui pola-pola dan hubungan antar konsep-konsep? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan ketrampilan problem solving? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan keterampilan mengadakan penelitian? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu perlu mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan hasil-hasil belajarnya? Itulah obyek penelitian.
Bukankah siswa-siswamu memerlukan konteks dalam belajarnya? Itulah obyek-obyek penelitianmu.
Elegi Menggapai Sepi
Oleh Marsigit
Ramai:
Aku adalah suaraku. Aku diucapkan dengan sepenuh dayaku oleh subyekku. Tiadalah orang di luar diriku mendengar suaraku, karena aku menutup bibirku. Aku juga menutup mulutku. Aku juga menutup leherku. Aku tidak menggunakan hanya hatiku yang satu. Aku tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Aku tidak hanya menggunakan seluruh tubuhku sebagai hatiku. Tetapi aku juga menggunakan seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku sebagai hatiku. Anehnya aku mulai mendengar suaraku di dalam telingaku. Aku juga juga mulai mendengar suaraku di dalam mulutku. Aku juga mulai mendengar suaraku di leherku. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang satu. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang tiga. Aku tidak hanya mendengar suaraku di seluruh tubuhku. Tetapi aku mendengar suaraku di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Jika aku sebut seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku adalah hatiku maka aku mendengar suaraku di semua hatiku. Aku mendengar suaraku di hatiku yang tersebar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku.
Padahal aku tahu suara apakah yang aku ucapkan itu. Maka ketika aku suaraku itu dengan segenap daya, upaya, jiwa dan ragaku, aku mendengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuhku tetapi suara itu juga aku dengar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Maka aku merasa menemukan dunia dan di luar duniaku penuh dengan suaraku itu. Di dalam kesepian aku telah menemukan ramai luar biasa.
Wahai sepi, aku ingin bertanya benarkan semua pengakuan-pengakuan itu?
Apakah ramaiku itu sepi?
Apakah perbedaan ramai dan sepi?
Bagaimanakah menggapai sepi itu?
Sepi:
Wahai suara, menurut kesaksianku, tiadalah engkau mampu menggapai sepi jikalau engkau masih mengaku-aku dirimu itu. Sekali saja engkau membuat pengakuanmu, maka setidaknya sekali itu pula dirimu telah membuat tidak sepi. Itu artinya engkau tidak akan pernah bisa menggapai sebenar-benar sepi.
Ramai:
Contoh konkritnya bagaimana?
Sepi:
Ulangi saja ucapanmu tadi, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.
Ramai:
Baiklah akan aku coba.
Adalah suara. Diucapkan dengan sepenuh daya. Tiadalah orang di luar diri mendengar suara, karena bibir ditutup. Mulut juga ditutup. Leher juga ditutup. Tidak menggunakan hanya hati yang satu. Tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Tidak hanya menggunakan seluruh tubuh sebagai hati. Tetapi juga menggunakan seluruh lingkungan sampai batas pikiran sebagai hati. Anehnya mulai terdengar suara di dalam telinga. Juga mulai terdengar suara di dalam mulut. Juga mulai terdengar suara di leher. Juga mulai terdengar suara di hati yang satu. Juga mulai terdengar suara di hati yang tiga. Suara tidak hanya terdengar di seluruh tubuh. Tetapi terdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Jika disebut seluruh lingkungan sampai batas pikiran adalah hati maka suara terdengar di semua hati. Suara terdengar di hati yang tersebar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran.
Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubu tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa.
Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?
Ramai:
Aku agak merasakan bedanya. Setidaknya aku merasa telah kehilangan keakuanku.
Sepi:
Ulangi lagi saja ucapanmu bagian akhir, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.
Ramai:
Baiklah akan aku coba:
"Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuh tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa"
Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?
Ramai:
Wahai sepi. Ampunilah diriku. Aku telah merasakan bedanya yang luar biasa. Aku telah merasakan diriku itu tiada daya dan upaya. Maka aku tidak tahu dari manakah suara itu. Aku terasa sangat lemah. Aku tidak mampu berpikir bahkan aku hampir lupa siapa diriku itu. Tak terasa air mataku mulai mengalir membasahi pipiku. Tubuhku mulai terasa bergemetar.
Sepi:
Wahai ramai, mengapa masih saja engkau ucapkan dirimu itu? Maka jika engkau masih saja ucapkan dirimu itu, maka sepi itu tidaklah akan datang menghampiri dirimu. Maka ulangilah ucapanmu yang terakhir, tetapi janganlah ucapkan dirimu itu.
Ramai:
"Ampunilah. Telah terasa bedanya yang luar biasa. Telah dirasakan diri itu tiada daya dan upaya. Maka tidaklah diketahui dari manakah suara itu. Terasa sangat lemah. Tidak mampu berpikir bahkan hampir lupa siapa diri itu. Tak terasa air mata mulai mengalir membasahi pipi. Tubuh mulai bergemetar"
Sepi:
Wahai ramai. Sia-sialah dirimu itu. Mengapa tidak engkau gunakan kata-katamu itu untuk sebenar-benar berdoa? Sebenar-benar sepi ialah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku.
Ramai:
Wahai sepi, ampunilah diriku. Oh maaf ampunilah diri. Aku ingin menangis. Oh maaf ingin menangis.
Sepi:
Wahai ramai, sebenar-benar sepi adalah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sebenar-benar sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku. Tangisanmu itulah kecerdasan hatimu. Maka marilah kita berdoa kepada Tuhan.
Sepi dan Ramai bersama-sama berdoa:
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Mu keselamatan pada agama, kesehatan badan, tambahan ilmu pengetahuan, keberkahan rizqi, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan setelah mati. Ya Allah, ringankanlah sekarat-maut (kami), selamat dari neraka dan ampunan pada hari diperhitungkan amal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta hindarkanlah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanku, Tuhan Pemilik kemuliaan, dari apa yang mereka (orang-orang kafir) katakan. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada para Utusan. Segala puji bagi Allah, Tuhan Pemelihara alam semesta. Amien
Ramai:
Aku adalah suaraku. Aku diucapkan dengan sepenuh dayaku oleh subyekku. Tiadalah orang di luar diriku mendengar suaraku, karena aku menutup bibirku. Aku juga menutup mulutku. Aku juga menutup leherku. Aku tidak menggunakan hanya hatiku yang satu. Aku tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Aku tidak hanya menggunakan seluruh tubuhku sebagai hatiku. Tetapi aku juga menggunakan seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku sebagai hatiku. Anehnya aku mulai mendengar suaraku di dalam telingaku. Aku juga juga mulai mendengar suaraku di dalam mulutku. Aku juga mulai mendengar suaraku di leherku. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang satu. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang tiga. Aku tidak hanya mendengar suaraku di seluruh tubuhku. Tetapi aku mendengar suaraku di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Jika aku sebut seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku adalah hatiku maka aku mendengar suaraku di semua hatiku. Aku mendengar suaraku di hatiku yang tersebar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku.
Padahal aku tahu suara apakah yang aku ucapkan itu. Maka ketika aku suaraku itu dengan segenap daya, upaya, jiwa dan ragaku, aku mendengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuhku tetapi suara itu juga aku dengar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Maka aku merasa menemukan dunia dan di luar duniaku penuh dengan suaraku itu. Di dalam kesepian aku telah menemukan ramai luar biasa.
Wahai sepi, aku ingin bertanya benarkan semua pengakuan-pengakuan itu?
Apakah ramaiku itu sepi?
Apakah perbedaan ramai dan sepi?
Bagaimanakah menggapai sepi itu?
Sepi:
Wahai suara, menurut kesaksianku, tiadalah engkau mampu menggapai sepi jikalau engkau masih mengaku-aku dirimu itu. Sekali saja engkau membuat pengakuanmu, maka setidaknya sekali itu pula dirimu telah membuat tidak sepi. Itu artinya engkau tidak akan pernah bisa menggapai sebenar-benar sepi.
Ramai:
Contoh konkritnya bagaimana?
Sepi:
Ulangi saja ucapanmu tadi, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.
Ramai:
Baiklah akan aku coba.
Adalah suara. Diucapkan dengan sepenuh daya. Tiadalah orang di luar diri mendengar suara, karena bibir ditutup. Mulut juga ditutup. Leher juga ditutup. Tidak menggunakan hanya hati yang satu. Tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Tidak hanya menggunakan seluruh tubuh sebagai hati. Tetapi juga menggunakan seluruh lingkungan sampai batas pikiran sebagai hati. Anehnya mulai terdengar suara di dalam telinga. Juga mulai terdengar suara di dalam mulut. Juga mulai terdengar suara di leher. Juga mulai terdengar suara di hati yang satu. Juga mulai terdengar suara di hati yang tiga. Suara tidak hanya terdengar di seluruh tubuh. Tetapi terdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Jika disebut seluruh lingkungan sampai batas pikiran adalah hati maka suara terdengar di semua hati. Suara terdengar di hati yang tersebar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran.
Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubu tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa.
Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?
Ramai:
Aku agak merasakan bedanya. Setidaknya aku merasa telah kehilangan keakuanku.
Sepi:
Ulangi lagi saja ucapanmu bagian akhir, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.
Ramai:
Baiklah akan aku coba:
"Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuh tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa"
Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?
Ramai:
Wahai sepi. Ampunilah diriku. Aku telah merasakan bedanya yang luar biasa. Aku telah merasakan diriku itu tiada daya dan upaya. Maka aku tidak tahu dari manakah suara itu. Aku terasa sangat lemah. Aku tidak mampu berpikir bahkan aku hampir lupa siapa diriku itu. Tak terasa air mataku mulai mengalir membasahi pipiku. Tubuhku mulai terasa bergemetar.
Sepi:
Wahai ramai, mengapa masih saja engkau ucapkan dirimu itu? Maka jika engkau masih saja ucapkan dirimu itu, maka sepi itu tidaklah akan datang menghampiri dirimu. Maka ulangilah ucapanmu yang terakhir, tetapi janganlah ucapkan dirimu itu.
Ramai:
"Ampunilah. Telah terasa bedanya yang luar biasa. Telah dirasakan diri itu tiada daya dan upaya. Maka tidaklah diketahui dari manakah suara itu. Terasa sangat lemah. Tidak mampu berpikir bahkan hampir lupa siapa diri itu. Tak terasa air mata mulai mengalir membasahi pipi. Tubuh mulai bergemetar"
Sepi:
Wahai ramai. Sia-sialah dirimu itu. Mengapa tidak engkau gunakan kata-katamu itu untuk sebenar-benar berdoa? Sebenar-benar sepi ialah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku.
Ramai:
Wahai sepi, ampunilah diriku. Oh maaf ampunilah diri. Aku ingin menangis. Oh maaf ingin menangis.
Sepi:
Wahai ramai, sebenar-benar sepi adalah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sebenar-benar sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku. Tangisanmu itulah kecerdasan hatimu. Maka marilah kita berdoa kepada Tuhan.
Sepi dan Ramai bersama-sama berdoa:
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Mu keselamatan pada agama, kesehatan badan, tambahan ilmu pengetahuan, keberkahan rizqi, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan setelah mati. Ya Allah, ringankanlah sekarat-maut (kami), selamat dari neraka dan ampunan pada hari diperhitungkan amal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta hindarkanlah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanku, Tuhan Pemilik kemuliaan, dari apa yang mereka (orang-orang kafir) katakan. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada para Utusan. Segala puji bagi Allah, Tuhan Pemelihara alam semesta. Amien
Subscribe to:
Posts (Atom)