tag:blogger.com,1999:blog-86178706120006195682024-03-14T09:43:45.414+07:00Pembelajaran MatematikaSenyatanya, jika kita menyatakan bahwa pendidikan adalah investasi tanpa mereka mengetahui apa, bagaimana dan kemana investasi itu, maka termasuklah kita orang-orang yang mendholimi mereka. Jika mereka bisa mengatakan bahwa pendidikan adalah investasi bagi mereka, maka itu adalah luar biasa tetapi sulit ditemukan. Bukankah, sebetul-betulnya yang nyata adalah bahwa pendidikan adalah kebutuhan bagi mereka. Siapakah mereka itu? Tidak lain tidak bukan kecuali murid-murid kita sendiri. (Marsigit)Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.comBlogger116125tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-78908833919487431942009-10-21T02:24:00.003+07:002009-10-21T02:38:40.606+07:00Refleksi DiriOleh Marsigit<br /><br />Jika kita ingin melihat dunia maka tengoklah ke dalam pikiran kita, karena dunia itu persis seperti apa yang kita pikirkan.<br />Jika kita pikir dunia itu baik, maka baiklah dunia itu.<br />Jika kita tersenyum kepada dunia, maka dunia juga akan tersenyum kepada kita.<br />Tetapi jika kita menghujat dunia, maka dunia juga akan menghujat kita.<br />Jika kita berlaku sombong kepada dunia, maka dunia juga akan berlaku sombong kepada kita.<br />Jika kita santun kepada dunia maka dunia juga akan berlaku santun kepada kita.<br />Maka jika kita ingin merasakan dunia maka tengoklah perasaan kita, karena dunia itu persis seperti apa yang kita rasakan.<br />Janganlah menunda meraih syurga menunggu kematian kita, sedangkan neraka itu siap menjemput walau kita masih di dunia.<br />Mencari ilmu berbekal ilmu, menggapai hidayah berbekal hidayah.<br />Setinggi-tinggi urusan dunia dan akhirat adalah ikhlas adanya.<br />Aku menyadari bahwa kesombongan adalah dosa pertama dan paling besar di hadapan Tuhan.<br />Aku menyadari bahwa sebuah kesombongan akan menutup dan mencegah diriku memperoleh ilmu dan hidayah. Lebih dari itu, kesombongan juga akan membakar habis semua yang telah aku peroleh.<br />Sedang aku juga menyadari bahwa bertambahnya umurku maka akan bertambah pula egoku. Aku juga menyadari bahwa egoku yang aku lebih-lebihkan itu ternyata merupakan kesombonganku pula.<br />Maka aku selalu berusaha untuk meluruhkan kesombonganku dengan memohon ampun dan pertolongan kepada Tuhan. Amin.<br />Untuk kita semuanya yang selalu ikhlas dalam membaca dan berusaha semoga Tuhan YME selalu melimpahkan rakhmat dan hidayahnya.<br /><br />Amiiin.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com32tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-49701330162414735042009-05-28T01:44:00.002+07:002009-05-28T14:07:32.354+07:00Jargon dan Elegi Ditinggal, Orang Tua Berambut Putih BermujahadahOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Tiadalah semua urusan dapat aku selesaikan sepenuhnya. Padahal aku merasa apa yang telah aku berikan kepada logos belum seberapa. Walau demikian, tak terasa aku sendiri telah merasa berkurang tingkat kebasahanku. Artinya ada bagian-bagian tertentu dari diriku sudah mulai mengering. Mengapa? Mungkin karena selama ini aku terlalu sibuk bermain-main dengan jargon-jargonku. Diantara jargon-jargon besar para muridku, maka diriku itulah jargon paling besar. Sebetulnya aku enggan mengatakannya, tetapi setidaknya aku ingin tinggalkan jargon-jargon. Aku sudah merasa haus, aku juga ingin tinggalkan elegi-elegi. Aku ingin bermujahadah.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai seseorang siapakah engkau itu. Mengapa engkau mendatangiku? Apa yang dapat aku bantu?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Banyak orang menyebutku sebagai orang tua berambut putih. Tetapi sebetulnya aku adalah pengetahuan-pengetahuan mereka. Jadi aku adalah pikiran mereka. Aku ingin bertemu dengan engkau, yaitu sebenar-benar hati. Bolehkah aku bermujahadah?<br /><br />Hati bersih:<br />Ketahuilah bermujahadah itu adalah melawan hawa nafsu yang tidak baik. Sedangkan engkau itu sebenarnya mempunyai hawa nafsu baik yang tidak baik maupun yang baik. Padahal aku melihat bahwa hawa nafsumu itu sungguhlah besar-besar. Elegi dan jargon itu adalah contoh dari hawa nafsumu yang besar-besar. Walaupun engkau mungkin sulit membedakan mana nafsumu yang baik dan mana nafsumu yang tidak baik dari elegi dan jargonmu. Sebenar-benar engkau dapat membedakan adalah jika engkau bermujahadah. Tetapi tidaklah mudah bagi dirimu agar engkau dapat memerangi hawa nafsumu yang tidak baik. Diperlukan banyak syarat-syarat antara lain lepaskanlah segala simbol-simbol kebesaran yang melekat pada dirimu. Lepaskanlah segala tanda-tanda kepangkatanmu. Mengapa? Karena simbol-simbol kebesaran dan kepangkatanmu itu menjadi penghalang bagi usahamu untuk bermujahadah. Disamping itu engkau juga harus sungguh-sungguh dalam melaksanakan niatmu bermujahah.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Bagaimana caranya aku bisa melepaskan segala simbol kebesaran dan kepangkatanku? Kapan dan di mana aku bisa melepaskannya?<br /><br />Hati bersih:<br />Namamu sebagai orang tua berambut putih itu adalah lambang kebesaran dan pangkatmu. Maka jika engkau ingin bermujahadah betul-betul maka lepaskanlah namamu itu. Maka cukup engkau sebut dirimu sebagai hamba saja. Sedangkan kapan dan di mana engkau melepaskan simbol-simbol kebesaran dan kepangkatanmu itu, tanyakan saja kepada ruang dan waktu. <br /><br />Hamba:<br />Wahai hati sejati. Perkenankanlah pada waktu inilah dan pada tempat inilah aku melepaskan nama kebesaranku itu. Perkenankanlah engkau sebut aku sebagai hamba seperti nasehatmu. Dan aku akan bersungguh-sungguh dihadapanmu. <br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba yang bersahaja. Jangan salah paham. Bukanlah mujahadahmu itu ditujukan kepadaku, tetapi bertaqarrublah kepada Allah SWT. Wahai hamba yang sedang bermujahadah. Sekali lagi aku ulangi bahwa bermujahadah itu adalah melawan hawa nafsu yang tidak baik. Banyak sifat-sifatnya nafsu tidak baik itu. Nafsu tidak baik itu adalah nafsu yang hanya menuruti hawa nafsunya, suka yang enak-enak saja, suka bersenang-senang saja. Nafsu yang tidak baik itu juga identik dengan sifat sombong, iri, dengki, marah, bakhil, riya, khianat, munafik dan pendusta. Maka orang-orang yang demikian itu belum mampu membedakan yang baik dan yang buruk, dan belum memperoleh tuntunan dari Allah SWT. Semua yang bertentangan dengan nafsunya dianggap musuh, dan semua yang sejalan dengan nafsunya adalah kawan-kawannya.<br /><br />Hamba:<br />Wahai hati sejati. Padahal aku terkadang melakukan hal-hal demikian, walaupaun cuma sedikit. Maka mohon ampunlah aku ya Allah robbul alamin.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa nafsu tidak baik itu tidaklah hanya yang telah aku sebut di atas. Nafsu yang tidak baik itu juga meliputi nafsu yang tidak stabil. Pada suatu saat dia merasa telah bertaqwa dan memperoleh pencerahan hati, tetapi pada saat yang lain dia itu tergoda untuk kembali melakukan maksiat, walaupun kemudian sadar dan bertaubat. Dia itu telah menyadari akibat-akibat dari perbuatannya, tetapi belum mampu mengekang nafsunya.<br /><br />Hamba bersahaja:<br />Wahai hati sejati. Padahal aku terkadang melakukan hal-hal demikian, walaupaun cuma sedikit. Maka mohon ampunlah aku ya Allah robbul alamin.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa jikalau engkau betul-betul bermujahadah sembari beristigfar dan telah melampaui dan mengatasi keadaan di atas maka engkau akan segera memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Jiwa dan hatimu telah bersih dari sifat-sifat tercela dan engkau mulai mampu memproduksi sifat-sifat yang baik dan terpuji. Jiwamu akan terasa tenang, mampu mengendalikan diri, ingin melakukan kebaikan-kebaikan serta menghindari diri dari perbuatan dosa. Dirimu yang tenang kemudian menimbulkan kemampuan untuk selalu mengingat Allah SWT sehingga engkau selalu ingin beramal saleh. Semakin bertambah ruang dan waktu maka dirimu akan semakin mantap dan tidak mudah tergoda oleh nafsu-nafsu tidak baik. <br /><br />Hamba bersahaja:<br />Alhamdulillah. Amien<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa jikalau engkau betul-betul bermujahadah sembari beristigfar dan telah melampaui dan mengatasi keadaan di atas maka engkau akan segera memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Engkau akan diberi kemudahan untuk memperoleh ilmu-ilmu yang bermanfaat. Engkau akan bersifat tawadu’, pemurah, mudah bersyukur. Maka insyaallah, hidupmu akan memperoleh hiasan akhlak yang terpuji, menjadi orang yang sabar, tabah dan ulet, karena engkau selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT. <br /><br />Hamba bersahaja:<br />Amien..amien..ya robbul alamin.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa jikalau engkau betul-betul bermujahadah sembari beristigfar dan telah melampaui dan mengatasi keadaan di atas maka engkau akan segera memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Insyaallah, atas doa-doamu dan perkenan Nya, Allah SWT akan selalu meridlai mu dengan segala ketetapan Nya. Maka engkau akan mempunyai kemampuan mengamban amanah untuk mensejahterakan keluargamu, masyarakatmu dan bangsamu. Engkau akan selalu mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan YME. Maka dalam keadaan apapun engkau akan selalu ridlo dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan ikhlas menjauhi larangan Nya, serta merasakan selalu berkecukupan terhadap apa yang diberikan oleh Allah SWT.<br /><br />Hamba bersahaja:<br />Amien..amien..ya robbul alamin.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa jikalau engkau betul-betul bermujahadah sembari beristigfar dan telah melampaui dan mengatasi keadaan di atas maka engkau akan segera memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Insyaallah, atas doa-doamu dan perkenan Nya, Allah SWT akan selalu meridlai mu dengan segala ketetapan Nya. Jika Allah SWT telah ridla terhadap dirimu maka tanda-tanda keridlaan Nya akan tampak pada dirimu. Doa-doamu adalah dzikir-dzikirmu. Maka seluruh tubuhmu itulah dzikirmu. Insyaallah, jika Allah SWT mengijinkannya, maka orang-orang seperti itu akan memperoleh kemuliuan baik di dunia maupun di akhirat. Kunfayakun, jika Allah SWT menghendakinya maka tiadalah orang mampu menghalanginya untuk segala kebaikanmu maupun keburukanmu. <br /><br />Hamba bersahaja:<br />Amien..amien..ya robbul alamin.<br /><br />Hati bersih:<br />Wahai hamba bersahaja. Jangan salah paham. Ketahuilah bahwa jikalau engkau betul-betul bermujahadah sembari beristigfar dan telah melampaui dan mengatasi keadaan di atas maka engkau akan segera memperoleh kebaikan pada nafsumu itu. Insyaallah, atas doa-doamu dan perkenan Nya, Allah SWT akan selalu meridlai mu dengan segala ketetapan Nya. Jika Allah SWT telah ridla terhadap dirimu maka tanda-tanda keridlaan Nya akan tampak pada dirimu. Doa-doamu adalah dzikir-dzikirmu. Maka seluruh tubuhmu itulah dzikirmu. Insyaallah, jika Allah SWT mengijinkannya, maka orang-orang seperti itu akan memperoleh kemuliuan baik di dunia maupun di akhirat. Kunfayakun, jika Allah SWT menghendakinya maka tiadalah orang mampu menghalanginya untuk segala kebaikanmu maupun keburukanmu. Segala macam ilmumu yang engkau peroleh adalah anugerah dari Allah SWT. Jika Allah SWT berkenan menghampirimu, maka jiwa dan hatimu begitu dekat dengan Nya. Kemanapun engkau palingkan wajahmu maka yang tampak adalah rakhmat dan hidayah Nya. Untuk itu maka jagalah dirimu itu dengan sepenuh hati dengan cara selalu bermujahadah, yaitu mengendalikan hawa nafsu yang tercela, mengarahkan ke hawa nafsu yang baik-baik, meningkatkan ketaqwaan terhadapAllah SWT, dan selalu memohon ampun dan pertolongan Nya. <br /><br />Hati bersih dan hamba bersahaja:<br />Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Mu keselamatan pada agama, kesehatan badan, tambahan ilmu pengetahuan, keberkahan rizqi, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan setelah mati. Ya Allah, ringankanlah sekarat-maut (kami), selamat dari neraka dan ampunan pada hari diperhitungkan amal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta hindarkanlah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanku, Tuhan Pemilik kemuliaan, dari apa yang mereka (orang-orang kafir) katakan. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada para Utusan. Segala puji bagi Allah, Tuhan Pemelihara alam semesta. Amien<br /><br />(Tulisan ini didukung oleh beberapa sumber buku-buku doa Agama Islam)Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com22tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-70560678346243916602009-05-26T03:05:00.004+07:002009-05-27T19:34:23.476+07:00Jargon Perkelahian Keburukan dan KebaikanOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wah gawat situasinya. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada perkelahian antara jargon keburukan dan jargon kebaikan. Perkelahian kelihatannya sangat seru. Masing-masing menggunakan dan menyerang dengan jargon-jargonnya. <br /><br />Jargon keburukan:<br />Wahai para kebaikan, bagaimana engkau bisa meraih kehormatanmu di dunia dan akhirat? Bagaimana pula engkau mendapatkan ilmu dunia dan akhirat? Sedangkan aku, lihatlah. Aku akan sikat habis semua kesempatan di dunia agar aku memperoleh kehormatanku dan ilmuku. Sedangkan akhirat, belumlah jelas bagiku. Aku hanya berpikir dan bertindak kepada hal-hal yang jelas-jelas saja. Naiflah bagi engkau itu yang selalu tidak jelas akan perilakumu itu.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai jargon keburukan. Kenalkanlah diriku. Menyangkut kabaikanku, aku enggan menganggap diriku sebagai jargon. Mengapa? Karena kebaikanku itu sebagian besar berdomisili di dalam hatiku. Padahal engkau tahu bahwa hatiku itu bukanlah jargon-jargonku, melainkan dia itu adalah keyakinanku. Maka untuk menjawab dan membantah semua pemikiranmu, aku tidak akan menggunakan jargon-jargonku.<br />...Ketahuilah sesungguhnya..:<br />“Barang siapa masuk ke kubur tanpa membawa bekal, tak ubahnya menyeberang laut tanpa perahu” (Abu Bakar ra)<br />“Kehormatan dunia didukung oleh harta, sedang kehormatan akhirat didukung oleh amal saleh” (Umar Ibn Khatab ra)<br />“Perhatian kepada dunia menggelapkan hati, sedangkan perhatian kepada akhirat meneranginya” (Utsman Ibn Affan ra)<br /> “Barang siapa mencari ilmu, maka sorga akan mencarinya; dan barang siapa mengejar dosa, maka neraka akan mengejarnya” (Ali Ibn Abi Thalib)<br /><br />Jargon keburukan:<br />Waha..sombong amat engkau itu. Aku tidak peduli engkau menggunakan jargon atau bukan jargon. Bagiku sama saja. Semua itu adalah jargon-jargonmu. Tetapi sebaik apapun ucapanmu itu aku tidak akan mendengarkannya.<br /><br />Kebaikan:<br />Dasar keburukan ya tetap buruk. Satu-satunya sifatmu yang tidak termaafkan adalah kesombonganmu.<br />Ketahuilah..<br />“Semua dosa yang bersumber dari syahwat, masih ada harapan akan diampuni Tuhan. Tapi dosa yang bersumber dari kesombongan tidak akan ada harapan untuk diampuni. Pembangkangan iblis terhadap Allah SWT bersumber dari kesombongannya, sedangkan tergelincirnya Adam bersumber dari syahwatnya”(Sufyan Tsauri)<br /><br />Jargon keburukan:<br />Wahai kebaikan...rupanya engkau sudah mulai bicara dosa-dosa. Gajah dipelupuk mata tidak tampak, sedangkan kuman di seberang lautan itu tampak jelas. <br /><br />Kebaikan:<br />Ketahuilah wahai keburukan...<br />“Barang siapa berbuat dosa sambil tertawa, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis. Barang siapa berbuat taat sambil menangis, maka Allah akan memasukkannya ke dalam sorga dalam keadaan tertawa gembira”(Zahid)<br /><br />Jargon keburukan:<br />Ah..itu kan kalau dosanya besar-besar. Sedangkan menurut perasaanku, jikalau ada dosa pada diriku, dosaku itu masih kecil-kecil.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan...jangan kau anggap dosa kecil itu sepele, karena daripadanya akan berkembang dosa-dosa besar.<br />Ketahulah...<br />“Bukan dosa kecil lagi jika dilakukan terus menerus, dan bukan dosa besar jika diikuti istigfar”(Muhammad SAW)<br /><br />Keburukan:<br />Ah..wahai kebaikan. Engkau itu memang munafik. Mana mungkin engkau itu terbebas dari segala nafsu, syahwat, dosa, sombong dan melakukan yang khalal-khalal?<br /><br />Kebaikan:<br />Aku melihat ada peningkatan pada dirimu. Sekarang engkau tidak lagi bersembunyi di balik jargon-jargonmu. Pertanda bahwa engkau tidak lagi menggunakan jargon di depan namamu. Tetapi ketahuilah bahwa celakalah orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai penguasa dan akalnya sebagai tawanannya. Sedangkan aku melihat hal yang demikian itu ada pada dirimu. Barang siapa meninggalkan dosa-dosa, hatinya akan menjadi lembut, dan barang siapa meninggalkan yang haram dan hanya makan yang halal saja, maka pikirannya akan menjadi bening. Allah telah berfirman kepada Nabi-nabinya:”patuhilah segala hal yang Aku perintahkan kepadamu dan janganlah engkau durhaka terhadap nasehat-nasehat-Ku”<br /><br />Keburukan:<br />Aku mengakui telah melepas jargon-jargonku. Karena engkau mulai mengetahui siapa diriku, buat apa aku bersembunyi di balik jargon-jargonku itu. Dasar engkau selalu membenciku. Pertanyaan pertanyaanku selalu engkau bantah dengan peraturan-peraturan. Dasar engkau itu sok idealis.<br /><br />Kebaikan:<br />Baiklah wahai keburukan. Sekarang yang ada tinggalah engkau dan diriku. Ketahuilah...<br />“Kasih sayang yang utuh kepada orang lain merupakan separuh akal. Pertanyaan yang baik merupakan separuh ilmu. Dan peraturann yang baik merupakan separuh kehidupan”(Umar ra)<br /><br />Keburukan:<br />Wahai kebaikan..kelihatannya engkau itu berbicara seakan-akan hanya dirimu yang akan selamat dan hanya diriku yang akan tidak selamat. Sombong amat engkau itu!<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan, ketahuilah...<br />“Ada tiga hal yang menyelamatkan manusia dan ada tiga hal lainnya yang akan membinasakannya. Tiga hal yang menyelamatkan manusia yaitu: takut kepada Allah baik dalam keadaan sepi sendirian maupun di hadapan orang banyak; hidup sederhana baik diwaktu miskin maupun kaya; bersikap adil baik di waktu senang maupun marah. Sedangkan tiga perkara yang membinasakan yaitu: kikir yang keterlaluan; hawa nafsu yang diturut; dan kagum pada diri sendiri”(Muhammad SAW)<br /><br />Keburukan:<br />Wahai kebaikan. Aku lihat engkau itu barlagak santun.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan, ketahuilah...<br />“Barang siapa tak punya sopan santun, berarti ia tak berilmu. Barang siapa tidak memiliki kesabaran berarti ia tidak beragama”(Hasan al-Basri)<br /><br />Keburukan:<br />Wahai kebaikan..menurutku engkau terlalu banyak bicara. Engkau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membantah. Kelihatannya engkau itu bisa hidup sendiri tanpa diriku.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan..<br />“Berilah kesempatan kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi pemimpinnya. Tadahkan tanganmu kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi tawanannya. Cukupkan dirimu tanpa membutuhkan orang lain, niscaya engkau menjadi tandingannya”(Ali Karramallahu wajhah)<br /><br />Keburukan:<br />Wahai kebaikan, apakah engkau tidak butuh harta dan kemuliaan dunia? Padahal untuk meraihnya itu haruslah berbekal imu. Bukankah engkau tahu bahwa ilmuku itu telah cukup untuk itu.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan...barang siapa hanya mengandalkan kecerdasan akalnya, ia akan sesat. Barang siapa merasa kaya dengan hartanya, maka hartanya akan terasa sedikit. Barang siapa merasa mulia karena dukungan makhluk, maka ia sebenarnya hina.<br /><br />Keburukan:<br />Bolehkah aku mengetahui sifat-sifatmu?<br /><br />Kebaikan:<br />Ada empat hal yang merupakan diriku sebagai kebaikan: pertama, sifat malu pada laki-laki itu baik, tetapi sifat malu pada perempuan itu lebih baik; kedua, sifat adil pada setiap orang itu baik, tetapi sikap adil dari seorang pemimpin itu lebih baik; ketiga, orang tua bertaubat itu baik, tetapi orang muda bertaubat itu lebih baik; keempat, sifat pemurah orang kaya itu baik, tetapi sifat pemurah orang miskin itu lebih baik.<br /><br />Keburukan:<br />Ah..itu kan menurutmu. Menurutku mungkin bisa lain. Tetapi, apakah engkau bisa menyebut ciri-ciriku?<br /><br />Kebaikan:<br />Ada empat hal yang merupakan dirimu sebagai keburukan: pertama, dosa yang diperbuat oleh orang muda itu buruk, tetapi dosa yang diperbuat orang tua itu lebih buruk lagi; kedua, sibuk urusan dunia oleh orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sibuk urusan dunia oleh orang pintar; ketiga, malas beribadah bagi orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi malas bagi orang pintar; keempat, sombongnya orang kaya itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sombongnya orang miskin.<br /><br />Keburukan:<br />Ah..kamu itu sok pintar. Memangnya hanya engkau orang yang paling berilmu, beramal, dan bijak.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan, ketahuilah...<br />“Ilmu itu petujuk amal. Filsafat itu gudangnya ilmu. Akal adalah penuntun kebajikan. Hawa nafsu itu tempat bercokolnya dosa. Harta merupakan kebanggaan orang congkak. Dan dunia itu ladangnya akhirat”(Yahya Ibn Muad)<br /><br />Keburukan:<br />Baiklah kebaikan..aku akan mengujimu. Jika engkau bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku maka aku akan mempertimbangkan kebaikan-kebaikanmu. Pertanyaan-pertanyaanku adalah: apa yang lebih berat dari langit?, apa yang lebih luas dari bumi?, apa yang lebih keras dari batu?, apa yang lebih panas dari neraka?, dan apa yang lebih berbisa dari pada racun?<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan, ketahuilah...<br />“Membohongi masyarakat itu lebih berat dibanding langit. Kebenaran itu lebih luas dari langit. Hati seorang munafik itu lebih keras dibanding batu. Pemimpin yang zhalim itu lebih panas dibanding neraka. Dan adu domba itu lebih berbisa dibanding racun”(Ali Karramallahu wajhah)<br /><br />Keburukan mulai bimbang:<br />Wah kebaikan..aku mulai ragu dengan sikapku. Setelah engkau katakan bahwa hati seorang munafik itu lebih keras dari batu, maka aku merasa disambar petir di siang hari bolong. Jangan-jangan aku ini termasuk golongan orang munafik. Aku mulai merasa tidak pede bicara dengan engkau. Apakah memang engkau itu betul-betul kebaikan. Apakah kebaikanmu itu memang betul-betul engkau. Apakah sebetul-betul kebaikan itulah yang engkau maksud sebagai bukan jargon. Aku mulai terasa berat dalam hatiku. Aku mulai terasa haru dalam hatiku. Tubuhku mulai bergetar. Kenapa selama ini aku selalu mengandalkan jargon-jargonku untuk memantapkan kedudukanku. Padahal menghadapi kebaikan sejati ternyata aku tidak dapat mengandalkan jargon-jargonku. Wahai kebaikan perhatikanlah diriku. Apakah aku sudah tampak seperti orang bertaubat. Bolehkah engkau memberi kesempatan bagi diriku untuk meneteskan air mataku. Hih....hih....Jika aku ingin bertaubat bagaimanakah caranya? Bolehkah aku memohon kepada dirimu? Janganlah selalu sebut aku sebagai keburukan. Aku ingin engkau menyebutku sebagai kebaikan pula. Oh Tuhan ampunilah dosa-dosaku, ampunilah keburukanku ini.<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai keburukan yang mulai sadar akan kebaikan. Artinya engkau itu adalah setengah baik, sebelum aku betul-betul mengetahui bahwa engkau betul-betul baik. Ketahuilah, bahwa tidaklah mudah orang bertaubat itu. Ada syarat-syaratnya orang bertaubat: membaca istighfar, menyesal dalam hati, melepaskan diri dari perbuatan maksiat, berjanji tidak akan mengulangi dosa-dosa, mencintai akhirat, gemar belajar dan beribadah.<br /><br />Kebaikan baru:<br />Wahai kebaikan saya bertekad akan menjalani syarat-syaratmu itu, maka bagaimanakah kemudian keadaanku?<br /><br />Kebaikan:<br />Wahai kebaikan baru, bacalah:<br />Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.<br /><br />Kebaikan baru:<br />Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Saya telah menyaksikan dan merasakan Tuhan telah menurunkan rakhmat dan hidayah Nya buat kita semua. Alhamdullilah.Amien..amien..amien.<br /><br />Referensi:<br />Ibnu Hajar al-'Asqalani, 1986, "Untaian Hikmah: Percikan Ucapan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Mujahid dan Guru-guru Sufi", Bandung: Penerbit PustakaDr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-7476908113631857842009-05-26T00:00:00.000+07:002009-05-26T00:01:39.855+07:00Jargon Kebaikan dan KeburukanOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon keburukan dan jargon kebaikan. Wahai jargon keburukan dan jargon kebaikan dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon keburukan kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon kebaikan kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon keburukan:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon keburukan. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. Barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada kebaikan agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para kebaikan tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon kebaikan:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon kebaikan. Saya menyadari bahwa jargon para keburukan itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada keburukan agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para keburukan. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon keburukan. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon keburukan:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon keburukan. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi kebaikan pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada kebaikan. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada kebaikan maka kedudukanku sebagai keburukan akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi keburukan yang kuat, yaitu sebenar-benar keburukan. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai keburukan sejati maka aku harus mengelola semua kebaikan sedemikian rupa sehingga semua kebaikanku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar kebaikan selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para kebaikan. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para kebaikan. Dari pada jargon kebaikan menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon keburukan, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para mu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon keburukan :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon keburukan. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai kebaikan. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, di tetapkan sebagai keburukan. Ketika aku menjadi keburukan maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai kebaikan. Maka setelah aku menjadi keburukan aku mulai kehilangan jargon kebaikan, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon keburukan. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai keburukan, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Kekuasaanku sebagai keburukan itu mengalir melalui jargon-jargonku. Maka demi menjaga statusku sebagai keburukan terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para kebaikan. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai keburukan. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon keburukan. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon keburukan, agar dapat mengendalikan jargon-jargon kebaikan.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon kebaikan. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon kebaikan:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon kebaikan. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para keburukan. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada keburukan. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada keburukan maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu ingin terbebas sepenuhnya dari jargon-jargon keburukan. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para keburukan. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai kebaikan sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para keburukan. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para keburukan. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para keburukan. Tetapi apalah dayaku sebagai kebaikan. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap ingin terbebas dari para jargon keburukan.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon kebaikan, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para mu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon kebaikan :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon kebaikan. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai kebaikan. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku bertemu dengan jargon keburukan. Ketika aku bertemu denganjargon keburukan, aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai kebaikan. Maka setelah aku bertemu dengan jargon keburukan aku mulai kehilangan jargon kebaikan, dan kemudian mulailah aku merasa akan di dominasi oleh jargon keburukan. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai yang kebaikan hakiki, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan jargon keburukan itu mengalir melalui jargon-jargon nya. Maka demi menjaga statusku sebagai kebaikan sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para keburukan, agar aku selamat dari cengkeraman para jargon keburukan. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai kebaikan. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon kebaikan . Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon kebaikan , agar aku bisa berlindung dari ancaman jargon para keburukan. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Keburukan memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai keburukan, sedangkan kebaikan memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana keburukan itu merupakan ujian bagi kebaikan. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Wahai para kebaikan, menterjemahkan dan diterjemahkanlah agar engkau mampu mengenali jargon-jargon keburukan. Aku ingin memperingatkan para keburukan, bolehlah engkau menggoda dan mengganggu para kebaikan, tetapi jangan sekali-sekali dan berani-berani engkau menggoda para kebaikan yang selalu ingat dan beriman kepada Tuhan YME. Aku juga ingin mengingatkan para kebaikan agar ta’aruf dan tawadu’ dalam menegakkan kebaikan. Maka semua jargon keburukan niscaya akan hilang lenyap dikarenakan oleh keikhlasan para kebaikan. Amien.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-22417430163463101402009-05-24T10:35:00.001+07:002009-05-24T10:35:54.746+07:00Jargon Pertengkaran Pengembang Pusat dan Pengembang DaerahOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, pusat itu daerah dan daerah itu pusat,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon pusat dan jargon daerah. Wahai jargon pengembang pusat dan jargon pengembang daerah dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon pusat kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon daerah kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat seru. Pusat terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi daerah. Sedangkan daerah juga tidak ketinggalan. Daerah terlihat menempati kedudukan istimewa juga, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi pusat.<br /><br />Jargon pengembang pusat:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon pengembang pusat. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. Barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada daerah agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para pengembang daerah tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon pengembang daerah:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon pengembang daerah. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. Barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada pengembang pusat agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para pusat tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon pengembang pusat. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon pusat:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon pengembang pusat. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi pengembang daerah pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada daerah. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada daerah maka kedudukanku sebagai pusat akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi pusat yang kuat, yaitu sebear-benar pusat. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai pusat sejati maka aku harus mengelola semua daerah sedemikian rupa sehingga semua daerahku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar daerah selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para daerah. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para pengembang daerah. Dari pada jargon daerah menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon pengembang pusat, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para daerahmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon pusat :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon pengembang pusat. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai pengembang pusat. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih mengembangkan program-program pusat. Ketika aku terpilih untuk mengembangkan program-program pusat, maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku ku yang lama. Maka setelah aku terpilih untuk mengembangkan program-program pusat aku mulai kehilangan jargonku yang lama, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon pengembang pusat yang baru. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai pengembang pusat, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai daerah itu harus jujur, sebagai daerah itu harus peduli, sebagai daerah harus patuh, sebagai daerah harus bijak. Begitu aku menemukan para daerah tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai pengembang program pusat. Kekuasaanku sebagai pengembang program pusat itu mengalir melalui jargon-jargonku: pusat itu memang harus lebih mengetahui, pusat memang harus peduli, pusat memang harus mempunyai inisiatif, pusat memang harus mempunyai wawasan yang lebih luas. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: pusat harus terhormat, pusat harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai pusat adalah: kurang baik demi kebaikan, kurang adil demi keadilan, kurang tepat demi ketepatan, kurang teliti demi ketelitian, terlambat karena cermat, ..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai pengembang program pusat terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para pengembang daerah. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai pengembang pusat. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon pengembang pusat. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon pengembang pusat, agar diketahui oleh para pengembang daerah. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon pengembang daerah. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon pengembang daerah:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon pengembang daerah. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para pengembang pusat. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada pengembang pusat. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada pengembang pusat maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh pengembang pusat-pengembang pusatku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para pengembang pusat. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai pengembang daerah sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para pengembang pusat. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para pengembang pusat. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para pengembang pusat. Tetapi apalah dayaku sebagai pengembang daerah. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi pengembang daerahnya para jargon pengembang pusat.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon pengembang daerah, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para pengembang daerahmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon pengembang daerah :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon pengembang daerah. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku di daerah. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku dipilih sebagai pengembang daerah. Ketika aku diharapkan sebagai pengembang daerah aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku yang lama. Maka setelah aku menjadi pengembang daerah aku mulai kehilangan jargonku yang lama, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon pengembang daerah. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai pengembang daerah yang hakiki, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai pengembang daerah itu harus jujur, sebagai pengembang daerah itu harus peduli, sebagai pengembang daerah harus patuh, sebagai pengembang daerah harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan pengembang pusat itu mengalir melalui jargon-jargon : sebagai pengembang pusat terbaik itu memang harus jujur, sebagai pengembang pusat itu memang harus peduli, sebagai pengembang pusat itu memang harus kreatif, sebagai pengembang pusat itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa pengembang pusat tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: pengembang pusat harus akomodatif, pengembang pusat harus komunikatif, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai pengembang daerah adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, kedudukan itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai pengembang daerah sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para pengembang pusat. Agar aku selamat dari ketidak adilan para jargon pengembang pusat. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai pengembang daerah. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon pengembang daerah. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon pengembang daerah, agar aku bisa berlindung dari ancaman para pengembang pusat. Tetapi aku ternyata kurang bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari ketidak adilan jargon pengembang pusat saja, saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Pengembang pusat memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai pengembang pusat, sedangkan pengembang daerah memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana pengembang pusat dan pengembang daerah dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Wahai engkau para pengembang pusat dan pengembang daerah saling menterjemahkan dan diterjemahkanlah agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, pengembang pusat itu adalah pengembang daerah, dan pengembang daerah itu adalah pengembang pusat. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan pengembang pusat, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap pengembang daerah itu. Pahamilah sifat dan kondisi daerah agar engkau mampu mendekatinya. Saya juga ingin memperingatkan daerah, janganlah engkau melebihi batasmu. Pahamilah ketentuan-ketentuan pusat agar engkau mampu mengembangkannya. Tiadalah sebenar-benar pengembang pusat sejati bagimu. Tiadalah sebenar-benar pengembang daerah sejati bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-83555386910482562712009-05-24T10:02:00.001+07:002009-05-24T10:02:47.049+07:00Jargon Pertengkaran antara Atasan dan BawahanOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, atasan itu bawahan dan bawahan itu atasan,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon atasan dan jargon bawahan. Wahai jargon atasan dan jargon bawahan dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon atasan kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon bawahan kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon atasan:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon atasan. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. Barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada bawahan agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para bawahan tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon bawahan:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon bawahan. Saya menyadari bahwa jargon para atasan itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada atasan agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para atasan. Ketahuilah tiadalah atasan itu jika tidak ada bawahan. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon atasan. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon atasan:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon atasan. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi bawahan pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada bawahan. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada bawahan maka kedudukanku sebagai atasan akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi atasan yang kuat, yaitu sebear-benar atasan. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai atasan sejati maka aku harus mengelola semua bawahan sedemikian rupa sehingga semua bawahanku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar bawahan selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para bawahan. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para bawahan. Dari pada jargon bawahan menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon atasan, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para mu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon atasan :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon atasan. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai bawahan. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai atasan. Ketika aku menjadi atasan maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai bawahan. Maka setelah aku menjadi atasan aku mulai kehilangan jargon bawahan, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon atasan. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai atasan, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai bawahan itu harus jujur, sebagai bawahan itu harus peduli, sebagai bawahan harus patuh, sebagai bawahan harus bijak. Begitu aku menemukan para bawahanku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai atasan. Kekuasaanku sebagai atasan itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai atasan itu harus jujur, sebagai atasan itu harus peduli, sebagai atasan itu harus patuh, sebagai atasan itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: atasan harus terhormat, atasan harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu,..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai atasan adalah: kurang baik demi kebaikan, kurang adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai atasan terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para bawahan. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai atasan. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon atasan. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon atasan, agar diketahui oleh para bawahan-bawahanku. Aku akan memanfaatkan seoptimal mungkin berbagai kesempatan seperti seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon bawahan. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon bawahan:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon bawahan. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para atasan. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada atasan. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada atasan maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh atasan-atasanku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para atasan. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai bawahan sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para atasan. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para atasan. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para atasan. Tetapi apalah dayaku sebagai bawahan. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi bawahannya para jargon atasan.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon bawahan, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para mu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon bawahan :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon bawahan. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai bawahan. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai atasan baru. Ketika aku mempunyai atasan baru aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai bawahan. Maka setelah aku mempunyai atasan aku mulai kehilangan jargon , dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon atasan. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai yang bawahan hakiki, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai atasan itu harus jujur, sebagai atasan itu harus peduli, sebagai atasan harus patuh, sebagai atasan harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan atasanku itu mengalir melalui jargon-jargon atasan: sebagai bawahan itu harus jujur, sebagai bawahan itu harus peduli, sebagai bawahan itu memang harus komit, sebagai bawahan itu harus disiplin. Tetapi begitu aku menemukan bahwa atasanku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: atasan harus melindungi , atasan harus menolong , dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai bawahan adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, atasan itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai bawahan sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para atasan. Agar aku selamat dari ketidak adilan para jargon atasan. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai bawahan. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon bawahan . Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon bawahan , agar aku bisa berlindung dari ancaman jargon para atasan. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon atasan saja kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Atasan memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai atasan, sedangkan bawahan memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana atasan dan bawahan dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Wahai engkau para atasan dan bawahan, menterjemahkan dan diterjemahkanlah agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, atasan itu adalah bawahan, dan bawahan itu adalah atasan. <br />Aku ingin memperingatkan atasan agar bijaksana terhadap bahawan. Aku juga ingin mengingatkan bawahan agar ta’aruf dan tawadu’ dalam bekerja. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Hidup harmonilah bersama jargon-jargonmu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-84472471289387660142009-05-23T22:38:00.000+07:002009-05-23T22:39:04.999+07:00Jargon Pertengkaran Tradisional dan InovatifOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, tradisional itu inovatif dan inovatif itu tradisional,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon tradisional dan jargon inovatif. Wahai jargon tradisional dan jargon inovatif dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon tradisional kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon inovatif kelihatannya demikian juga. Aku betul-betul melihat pertengkaran yang sangat seru. Tradisional terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi inovatif. Sedangkan inovatif juga terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi tradisional. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon tradisional:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon tradisional. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada inovatif agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para inovatif tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon inovatif:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon inovatif. Saya menyadari bahwa jargon para tradisional itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada tradisional agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para tradisional. Ketahuilah tiadalah tradisional itu tanpa inovatif. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih agar aku bisa bergaul dengan tradisional.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon tradisional. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon tradisional:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon tradisional. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi inovatif pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada inovatif. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada inovatif maka kedudukanku sebagai tradisional akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi tradisional yang kuat, yaitu sebenar-benar tradisional. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai tradisional sejati maka aku harus mengelola semua tradisi sedemikian rupa sehingga semua tradisiku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar inovatif tidak pernah menggangguku. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para inovatif. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para inovatif. Dari pada jargon inovatif menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon tradisional, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para anggotamu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon guru tradisional :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon guru tradisional senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai guru tradisional. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai guru inovatif. Ketika aku menjadi terpilih sebagai guru inovatif maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai guru tradisional. Maka setelah aku menjadi guru inovatif aku mulai kehilangan jargon guru tradisional, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon guru inovatif. Namun demikian aku sebetulnya belum siap untuk menjadi guru inovatif. Uku lebih suka menjadi guru tradisional. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai guru tradisional, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: guru itu tidak perlu repot-repot, rpp itu kewajiban yang memberatkan, metode mengajar cukup ceramah, ..dst. Begitu aku menemukan para siswaku itu tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai guru tradisional. Kekuasaanku sebagai guru tradisional itu mengalir melalui jargon-jargonku: siswa itu harus rajin, siswa itu harus menurut, siswa itu harus giat, siswa itu harus menghafal, ..dst. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: guru itu manusia biasa, belajar itu memerlukan biaya, mengajarku tak ada yang mengawasi, buat apa meneliti,..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai guru tradisional adalah: inilah bisaku, inilah kemampuanku. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai guru tradisional aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para guru inovatif. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai guru tradisional. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon guru tradisional. Maka aku kurang seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya itu hanya mengganggu ketenangan jargon-jargonku. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon inovatif. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon inovatif:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon inovatif. Jikalau aku terbebas dari segala kecurigaan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya sedang berusaha mendekati para tradisional. Hal ini tidaklah off the record, sampaikanlah kepada guru tradisional. Karena jika engkau katakan hal ini kepada guru tradisional maka mungkin mereka akan memahami inovatif. Padahal segenap jiwa ragaku itu betul-betul ikhlas untuk membantu guru tradisional. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala macam kekolotan. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai guru inovatif maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat mendekati guru tradisional. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para tradisional. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para tradisional. Tetapi apalah dayaku sebagai inovatif. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap ingin menjadi menghadap para jargon guru tradisional.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon guru inovatif, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon guru inovatif :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon guru inovatif. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai guru tradisional. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai kesempatan melakukan inovasi metode pembelaaranku . Ketika aku memperoleh julukan sebagai guru inovatif aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai guru tradisional. Maka setelah aku mempunyai kesempatan melakukan inovatif aku mulai kehilangan jargon guru tradisional, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon guru inovatif. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai guru inovatif yang hakiki, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: guru inovatif itu harus jujur, guru inovatif itu harus peduli, guru inovatif itu harus kreatif, guru inovatif itu harus meneliti, guru inovatif itu harus selalu belajar, guru inovatif itu harus melayani kebutuhan belajar siswa, guru inovatif itu harus mengikuti perkembangan jaman, ...dst. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara pengaruh para guru tradisional itu masih tetap mengalir melalui jargon-jargon nya: tak perlulah sok inovatif, inovatif itu asing bagiku, tradisional itu gak apa apa yang penting kompak, ..dst. Tetapi begitu aku menemukan bahwa guru tradisional tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonnya yang lain: tradisional itu melestarikan, tradisional itu budaya, tradisional itu sakral, tradisional itu bentengnya kebiasaan, ...dst.<br />Maka jargon yang paling populer bagi para guru tradisional adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya inovasi, inovasi itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Sebagai guru inovatif aku juga menghasilkan jargon populer berikutnya: <br />mengajar itu totalitas, profesiku adalah guru, hidupku semata-mata aku abdikan pada murid-muridku. Tetapi akupun tidak bisa menutupi kelemahan-kelemahanku. Maka terpaksa aku menjaga statusku sebagai guru inovatif menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para guru tradisional. Agar aku selamat dari pencemoohan para jargon tradisional. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai guru inovatif. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon guru inovatif. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon guru inovatif, agar aku bisa mengajak para guru tradisional untuk melakukan inovasi. Maka aku gembira sekali jika aku mempunyai kesempatan mengikuti seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Guru tradisional memerlukan jargon untuk mempertahankan dirinya, sedangkan guru inovatif memerlukan jargon untuk mengajak inovasi para guru tradisional. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana guru tradisional dan guru inovatif dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Wahai engkau para guru tradisional dan guru inovatif, terjemah dan saling menterjemahkanlah agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, tradisional itu adalah inovatif, dan inovatif itu adalah tradisional. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan tradisional, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa mempertahankan tradisimu. Ingatlah bahwa di luar sana banyak kejadian memerlukan inovasimu. Saya juga ingin memperingatkan para guru inovatif, janganlah engkau bertindak ceroboh. Dekatilah para guru tradisional itu dengan cara-cara empati. Tiadalah sebenar-benar tradisional sejati bagimu. Dan juga tiadalah sebenar-benar inovatif bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-4487011489847691112009-05-23T14:43:00.001+07:002009-05-23T14:43:55.490+07:00Jargon Pertengkaran Standar dan ProsesOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, standar itu proses dan proses itu standar,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon standar dan jargon proses. Wahai jargon standar dan jargon proses dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon standar kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon proses kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Standar terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi proses. Sedangkan proses kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon standar:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon standar. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. Barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada proses agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para proses tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon proses:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon proses. Saya menyadari bahwa jargon para standar itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada standar agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para standar. Ketahuilah tiadalah standar itu jika tidak ada proses. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih agar aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon standar. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon standar. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon standar:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon standar. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi proses pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada proses. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada proses maka kedudukanku sebagai standar akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi standar yang kuat, yaitu sebear-benar standar. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai standar sejati maka aku harus mengelola semua proses sedemikian rupa sehingga semua prosesku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar proses selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para proses. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para proses. Dari pada jargon proses menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon standar, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para prosesmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon standar terbaik :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon standar terbaik. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai proses. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai terbaik. Ketika aku menjadi terbaik maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai proses. Maka setelah aku menjadi terbaik aku mulai kehilangan jargon proses, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon terbaik. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai terbaik, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai proses itu harus jujur, sebagai proses itu harus peduli, sebagai proses harus patuh, sebagai proses harus bijak. Begitu aku menemukan para prosesku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai terbaik. kekuasaanku sebagai terbaik itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai terbaik itu harus jujur, sebagai terbaik itu harus peduli, sebagai terbaik itu harus patuh, sebagai terbaik itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: terbaik harus terhormat, terbaik harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai terbaik adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai terbaik terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para proses. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai terbaik. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon standar terbaik. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon standar terbaik, agar diketahui oleh para proses-prosesku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon proses. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon proses:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon proses. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para standar. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada standar. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada standar maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh standar-standarku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para standar. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai proses sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para standar. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para standar. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para standar. Tetapi apalah dayaku sebagai proses. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi prosesnya para jargon standar.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon proses, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para prosesmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon proses tertindas :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon proses tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai proses. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku diharapka mempunyai standar terbaik . Ketika aku diharapkan mempunyai standar terbaik aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai proses tertindas. Maka setelah aku mempunyai standar terbaik aku mulai kehilangan jargon proses, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon standar terbaik. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai proses yang hakiki, maka aku telah mengembangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai proses itu harus jujur, sebagai proses itu harus peduli, sebagai proses harus patuh, sebagai proses harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan standar terbaik itu mengalir melalui jargon-jargon : sebagai standar terbaik itu memang harus jujur, sebagai standar terbaik itu memang harus peduli, sebagai standar terbaik itu memang harus patuh, sebagai standar terbaik itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa standar terbaik tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: standar terbaik harus melindungi proses, standar terbaik harus menolong proses, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai proses adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur terbaik itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai proses sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para standar. Agar aku selamat dari penindasan para jargon standar. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai proses. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon proses. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon proses, agar aku bisa berlindung dari ancaman para standar. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon standar saja, saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Standar memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai standar, sedangkan proses memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana standar dan proses dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan. Wahai engkau para standar dan proses saling menterjemahkan dan diterjemahkanlah agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, standar itu adalah proses, dan proses itu adalah standar. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan standar, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap proses itu. Tiadalah sebenar-benar standar sejati bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-29159712911465823472009-05-23T08:03:00.000+07:002009-05-23T08:04:09.063+07:00Jargon Pertengkaran Pejabat dan RakyatOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, pejabat itu rakyat dan rakyat itu pejabat,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon pejabat dan jargon rakyat. Wahai jargon pejabat dan jargon rakyat dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon pejabat kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon rakyat kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Pejabat terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi rakyat. Sedangkan rakyat kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon pejabat:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon pejabat. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada rakyat agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para rakyat tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon rakyat:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon rakyat. Saya menyadari bahwa jargon para pejabat itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada pejabat agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para pejabat. Ketahuilah tiadalah pejabat itu jika tidak ada rakyat. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih akan aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon pejabat. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon pejabat. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon pejabat:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon pejabat. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi rakyat pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada rakyat. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada rakyat maka kedudukanku sebagai pejabat akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi pejabat yang kuat, yaitu sebear-benar pejabat. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai pejabat sejati maka aku harus mengelola semua rakyat sedemikian rupa sehingga semua rakyatku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar rakyat selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para rakyat. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para rakyat. Dari pada jargon rakyat menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon pejabat, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon pejabat senior :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon pejabat senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai senior. Ketika aku menjadi senior maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai tertindas. Maka setelah aku menjadi senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai senior, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai tertindas itu harus jujur, sebagai tertindas itu harus peduli, sebagai tertindas harus patuh, sebagai tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan para tertindasku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai senior. kekuasaanku sebagai senior itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai senior itu harus jujur, sebagai senior itu harus peduli, sebagai senior itu harus patuh, sebagai senior itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: senior harus terhormat, senior harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai senior adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai senior terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para rakyat. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai senior. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon pejabat senior. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon pejabat senior, agar diketahui oleh para rakyat-rakyatku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon rakyat. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon rakyat:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon rakyat. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para pejabat. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada pejabat. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada pejabat maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh pejabat-pejabatku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para pejabat. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai rakyat sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para pejabat. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para pejabat. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para pejabat. Tetapi apalah dayaku sebagai rakyat. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi rakyatnya para jargon pejabat.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon rakyat, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon rakyat tertindas :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon rakyat tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai pejabat senior . Ketika aku mempunyai pejabat senior aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai rakyat tertindas. Maka setelah aku mempunyai pejabat senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon pejabat senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai rakyat tertindas yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai rakyat tertindas itu harus jujur, sebagai rakyat tertindas itu harus peduli, sebagai rakyat tertindas harus patuh, sebagai rakyat tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan pejabat seniorku itu mengalir melalui jargon-jargon senior: sebagai pejabat senior itu memang harus jujur, sebagai pejabat senior itu memang harus peduli, sebagai pejabat senior itu memang harus patuh, sebagai pejabat senior itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa pejabat seniorku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: pejabat senior harus melindungi tertindas, pejabat senior harus menolong tertindas, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai rakyat tertindas adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur senior itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai tertindas sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para pejabat. Agar aku selamat dari penindasan para jargon pejabat. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai rakyat tertindas. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon rakyat tertindas. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon rakyat tertindas, agar aku bisa berlindung dari ancaman para pejabat. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon pejabat saja saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Pejabat memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai pejabat, sedangkan rakyat memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana pejabat dan rakyat dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para pejabat dan rakyat agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, pejabat itu adalah rakyat, dan rakyat itu adalah pejabat. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan pejabat, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap rakyat-rakyatmu itu. Tiadalah sebenar-benar pejabat sejati bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-37875389069369625292009-05-23T07:56:00.001+07:002009-05-23T07:56:42.705+07:00Jargon Pertengkaran Orang tua dan Orang mudaOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, orang tua itu orang muda dan orang muda itu orang tua,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon orang tua dan jargon orang muda. Wahai jargon orang tua dan jargon orang muda dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon orang tua kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon orang muda kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Orang tua terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi orang muda. Sedangkan orang muda kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon orang tua:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon orang tua. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada orang muda agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para orang muda tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon orang muda:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon orang muda. Saya menyadari bahwa jargon para orang tua itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada orang tua agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para orang tua. Ketahuilah tiadalah orang tua itu jika tidak ada orang muda. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih akan aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon orang tua. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon orang tua. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon orang tua:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon orang tua. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi orang muda pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada orang muda. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada orang muda maka kedudukanku sebagai orang tua akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi orang tua yang kuat, yaitu sebear-benar orang tua. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai orang tua sejati maka aku harus mengelola semua orang muda sedemikian rupa sehingga semua orang mudaku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar orang muda selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para orang muda. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para orang muda. Dari pada jargon orang muda menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon orang tua, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon orang tua senior :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon orang tua senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai senior. Ketika aku menjadi senior maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai tertindas. Maka setelah aku menjadi senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai senior, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai tertindas itu harus jujur, sebagai tertindas itu harus peduli, sebagai tertindas harus patuh, sebagai tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan para tertindasku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai senior. kekuasaanku sebagai senior itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai senior itu harus jujur, sebagai senior itu harus peduli, sebagai senior itu harus patuh, sebagai senior itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: senior harus terhormat, senior harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai senior adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai senior terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para orang muda. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai senior. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon orang tua senior. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon orang tua senior, agar diketahui oleh para orang muda-orang mudaku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon orang muda. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon orang muda:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon orang muda. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para orang tua. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada orang tua. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada orang tua maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh orang tua-orang tuaku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para orang tua. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai orang muda sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para orang tua. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para orang tua. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para orang tua. Tetapi apalah dayaku sebagai orang muda. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi orang mudanya para jargon orang tua.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon orang muda, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon orang muda tertindas :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon orang muda tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai orang tua senior . Ketika aku mempunyai orang tua senior aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai orang muda tertindas. Maka setelah aku mempunyai orang tua senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon orang tua senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai orang muda tertindas yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai orang muda tertindas itu harus jujur, sebagai orang muda tertindas itu harus peduli, sebagai orang muda tertindas harus patuh, sebagai orang muda tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan orang tua seniorku itu mengalir melalui jargon-jargon senior: sebagai orang tua senior itu memang harus jujur, sebagai orang tua senior itu memang harus peduli, sebagai orang tua senior itu memang harus patuh, sebagai orang tua senior itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa orang tua seniorku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: orang tua senior harus melindungi tertindas, orang tua senior harus menolong tertindas, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai orang muda tertindas adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur senior itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai tertindas sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para orang tua. Agar aku selamat dari penindasan para jargon orang tua. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai orang muda tertindas. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon orang muda tertindas. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon orang muda tertindas, agar aku bisa berlindung dari ancaman para orang tua. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon orang tua saja saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Orang tua memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai orang tua, sedangkan orang muda memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana orang tua dan orang muda dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para orang tua dan orang muda agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, orang tua itu adalah orang muda, dan orang muda itu adalah orang tua. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan orang tua, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap murid-muridmu itu. Tiadalah sebenar-benar orang tua sejati itu bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-63361935975343545052009-05-23T07:46:00.001+07:002009-05-23T07:46:41.024+07:00Jargon Pertengkaran Dosen dan MahasiswaOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, dosen itu mahasiswa dan mahasiswa itu dosen,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon dosen dan jargon mahasiswa. Wahai jargon dosen dan jargon mahasiswa dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon dosen kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon mahasiswa kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Dosen terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi mahasiswa. Sedangkan mahasiswa kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon dosen:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon dosen. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada mahasiswa agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para mahasiswa tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon mahasiswa:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon mahasiswa. Saya menyadari bahwa jargon para dosen itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada dosen agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para dosen. Ketahuilah tiadalah dosen itu jika tidak ada mahasiswa. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih akan aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon dosen. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon dosen. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon dosen:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon dosen. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi mahasiswa pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada mahasiswa. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada mahasiswa maka kedudukanku sebagai dosen akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi dosen yang kuat, yaitu sebear-benar dosen. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai dosen sejati maka aku harus mengelola semua mahasiswa sedemikian rupa sehingga semua mahasiswaku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar mahasiswa selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para mahasiswa. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para mahasiswa. Dari pada jargon mahasiswa menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon dosen, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon dosen senior :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon dosen senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai senior. Ketika aku menjadi senior maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai tertindas. Maka setelah aku menjadi senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai senior, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai tertindas itu harus jujur, sebagai tertindas itu harus peduli, sebagai tertindas harus patuh, sebagai tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan para tertindasku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai senior. kekuasaanku sebagai senior itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai senior itu harus jujur, sebagai senior itu harus peduli, sebagai senior itu harus patuh, sebagai senior itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: senior harus terhormat, senior harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai senior adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai senior terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para mahasiswa. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai senior. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon dosen senior. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon dosen senior, agar diketahui oleh para mahasiswa-mahasiswaku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon mahasiswa. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon mahasiswa:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon mahasiswa. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para dosen. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada dosen. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada dosen maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh dosen-dosenku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para dosen. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai mahasiswa sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para dosen. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para dosen. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para dosen. Tetapi apalah dayaku sebagai mahasiswa. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi mahasiswanya para jargon dosen.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon mahasiswa, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon mahasiswa tertindas :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon mahasiswa tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai dosen senior . Ketika aku mempunyai dosen senior aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai mahasiswa tertindas. Maka setelah aku mempunyai dosen senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon dosen senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai mahasiswa tertindas yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai mahasiswa tertindas itu harus jujur, sebagai mahasiswa tertindas itu harus peduli, sebagai mahasiswa tertindas harus patuh, sebagai mahasiswa tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan dosen seniorku itu mengalir melalui jargon-jargon senior: sebagai dosen senior itu memang harus jujur, sebagai dosen senior itu memang harus peduli, sebagai dosen senior itu memang harus patuh, sebagai dosen senior itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa dosen seniorku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: dosen senior harus melindungi tertindas, dosen senior harus menolong tertindas, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai mahasiswa tertindas adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur senior itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai tertindas sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para dosen. Agar aku selamat dari penindasan para jargon dosen. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai mahasiswa tertindas. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon mahasiswa tertindas. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon mahasiswa tertindas, agar aku bisa berlindung dari ancaman para dosen. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon dosen saja saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Dosen memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai dosen, sedangkan mahasiswa memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana dosen dan mahasiswa dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para dosen dan mahasiswa agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, dosen itu adalah mahasiswa, dan mahasiswa itu adalah dosen. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan dosen, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap murid-muridmu itu. Tiadalah sebenar-benar dosen sejati itu bagimu. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-22737767607340354742009-05-23T07:34:00.001+07:002009-05-23T07:34:47.209+07:00Jargon Pertengkaran Guru dan SiswaOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, guru itu siswa dan siswa itu guru,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon guru dan jargon siswa. Wahai jargon guru dan jargon siswa dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon guru kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon siswa kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Tetapi aku melihat pertengkaran yang sangat tidak adil. Guru terlihat menempati kedudukan istimewa, lengkap dengan segala peralatannya untuk menghadapi siswa. Sedangkan siswa kelihatannya tak berbekal apapun. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon guru:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon guru. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada siswa agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para siswa tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon siswa:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon siswa. Saya menyadari bahwa jargon para guru itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada guru agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para guru. Ketahuilah tiadalah guru itu jika tidak ada siswa. Maka tolonglah wahai orang tua berambut putih akan aku bisa melarikan diri dari cengkeraman jargon guru. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon guru. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon guru:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon guru. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi siswa pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada siswa. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada siswa maka kedudukanku sebagai guru akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi guru yang kuat, yaitu sebear-benar guru. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai guru sejati maka aku harus mengelola semua siswa sedemikian rupa sehingga semua siswaku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar siswa selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para siswa. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para siswa. Dari pada jargon siswa menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon guru, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon guru senior :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon guru senior. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai senior. Ketika aku menjadi senior maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai tertindas. Maka setelah aku menjadi senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai senior, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai tertindas itu harus jujur, sebagai tertindas itu harus peduli, sebagai tertindas harus patuh, sebagai tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan para tertindasku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai senior. kekuasaanku sebagai senior itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai senior itu harus jujur, sebagai senior itu harus peduli, sebagai senior itu harus patuh, sebagai senior itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: senior harus terhormat, senior harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai senior adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai senior terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para siswa. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai senior. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon guru senior. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon guru senior, agar diketahui oleh para siswa-siswaku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon siswa. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon siswa:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon siswa. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para guru. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada guru. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada guru maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh guru-guruku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para guru. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai siswa sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para guru. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para guru. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para guru. Tetapi apalah dayaku sebagai siswa. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi siswanya para jargon guru.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon siswa, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para tertindasmu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon siswa tertindas :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon siswa tertindas. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai tertindas. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai guru senior . Ketika aku mempunyai guru senior aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai siswa tertindas. Maka setelah aku mempunyai guru senior aku mulai kehilangan jargon tertindas, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon guru senior. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai siswa tertindas yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai siswa tertindas itu harus jujur, sebagai siswa tertindas itu harus peduli, sebagai siswa tertindas harus patuh, sebagai siswa tertindas harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan guru seniorku itu mengalir melalui jargon-jargon senior: sebagai guru senior itu memang harus jujur, sebagai guru senior itu memang harus peduli, sebagai guru senior itu memang harus patuh, sebagai guru senior itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa guru seniorku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: guru senior harus melindungi tertindas, guru senior harus menolong tertindas, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai siswa tertindas adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, gur senior itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai tertindas sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para guru. Agar aku selamat dari penindasan para jargon guru. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai siswa tertindas. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon siswa tertindas. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon siswa tertindas, agar aku bisa berlindung dari ancaman para guru. Tetapi aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon guru saja saya kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Guru memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai guru, sedangkan siswa memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuhan itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana guru dan siswa dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para guru dan siswa agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sana, guru itu adalah siswa, dan siswa itu adalah guru. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Saya ingin memperingatkan guru, janganlah engkau berlaku sombong dan sok kuasa terhadap murid-muridmu itu. Tiadalah sebenar-benar guru sejati. Sebenar-benar guru absolut adalah hanya Tuhan YME. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-42141049750078852262009-05-22T23:48:00.001+07:002009-05-22T23:48:37.504+07:00Jargon Pertengkaran antara Subyek dan ObyekOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Hemm indah betul dunia itu. Semakin diungkap semakin banyak pula yang tidak aku tahu. Kenapa aku tidak bisa istirahat? Ancamannya adalah mitos. Tetapi diperbatasan sana aku telah menemukan bahwa mitos itu logos, dan logos itu mitos, tidak itu iya dan iya itu tidak, awal itu akhir dan akhir itu awal, berubah itu tetap dan tetap itu berubah, subyek itu obyek dan obyek itu subyek,...dst. Tetapi aku sekarang sedang melihat para jargon telah menguasai dunia. Maka aku sedang menyaksikan bahwa dunia itu jargon dan jargon itu dunia. <br />Samar-samar aku melihat di kejauhan ada pertengkaran antara jargon subyek dan jargon obyek. Wahai jargon subyek dan jargon obyek dengarlah diriku sebentar. Mengapa engkau kelihatannya sedang berselisih. Jargon subyek kelihatan sangat ganas dan kejam, sedangkan jargon obyek kelihatan sedang bersedih dan rendah diri. Bolehkah aku mengetahui pokok persoalannya?<br /><br />Jargon subyek:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon subyek. Sebenar-benar jargon itu adalah milikku. Maka tiadalah selain diriku dapat mengaku-aku memiliki jargon. barang siapa selain diriku mengaku-aku memiliki jargon, maka akan aku binasakan mereka itu. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, dengan lantang dan dengan penuh hikmat dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya aku proklamasikan bahwa jargon itu tidak lain tidak bukan adalah diriku. Jargon itu adalah kuasaku, jargon itu adalah jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada obyek agar jangan sekali-kali mengklaim memiliki jargon. Jika para obyek tetap teguh pendirian maka dengan bengisnya aku akan hadapi mereka semua.<br /><br />Jargon obyek:<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah aku adalah jargon obyek. Saya menyadari bahwa jargon para subyek itu begitu kuat dan mengerikan bagiku. Tetapi ketahuilah bahwa sebenarnya diriku juga berhak mempunyai jargon. Maka perkenankanlah bahwa diriku juga memiliki jargon. Maka saksikanlah wahai orang tua berambut putih, serendah-rendah dan sekecil-kecil diriku, maka aku itu sebetulnya adalah jargon juga. Jargon itu pelindungku. Jargon itu jiwaku. Jika tidak ada jargon pada diriku maka tiadalah diriku itu. Maka beritahukanlah kepada subyek agar menyadari bahwa diluar dirinya itu sebetulnya terdapat jargon diriku. Itulah sebenar-benar dan sebesar-besar ancaman bagi diriku, yaitu jargon para subyek. Ketahuilah tiadalah subyek itu jika tidak ada obyek. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon subyek. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon subyek:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon subyek. Jikalau emosiku sudah terkendali maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah sedikit berbohong kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui bahwa jargon itu bukan hanya milikku, tetapi obyek pun mempunyai jargon. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada obyek. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada obyek maka kedudukanku sebagai subyek akan terancam. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah menjadi subyek yang kuat, yaitu sebear-benar subyek. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai subyek sejati maka aku harus mengelola semua obyek sedemikian rupa sehingga semua obyekku itu terkendali dan dapat sepenuhnya aku kuasai. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar obyek selalu dapat aku kuasai. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para obyek. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para obyek. Dari pada jargon obyek menimbulkan masalah bagi diriku, maka lebih baik aku binasakan saja sebelum mereka lahir ke bumi. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon subyek, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para anggotamu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon subyek ketua :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon subyek ketua. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai anggota. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku, entah kenapa, bisa terpilih sebagai ketua. Ketika aku menjadi ketua maka aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai anggota. Maka setelah aku menjadi ketua aku mulai kehilangan jargon anggota, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon ketua. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai ketua, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai anggota itu harus jujur, sebagai anggota itu harus peduli, sebagai anggota harus patuh, sebagai anggota harus bijak. Begitu aku menemukan para anggotaku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera menggunakan kekuasaanku sebagai ketua. kekuasaanku sebagai ketua itu mengalir melalui jargon-jargonku: sebagai ketua itu harus jujur, sebagai ketua itu harus peduli, sebagai ketua itu harus adil, sebagai ketua itu harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa diriku tidak sesuai dengan jargon-jargon, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: ketua harus terhormat, ketua harus wibawa, jangan tampakkan kelemahanmu, tutupilah kesalahanmu..dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai ketua adalah: berbohong demi kebaikan, tidak adil demi keadilan, menghukum demi membebaskan..dst. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: manusia itu tidak pernah terlepas dari kesalahan, maka demi menjaga statusku sebagai ketua terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para obyek. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kewibawaanku sebagai ketua. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon subyek ketua. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon subyek ketua, agar diketahui oleh para obyek-obyekku. Seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...semuanya aku manfaatkan untuk memproduksi jargon-jargonku.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai jargon obyek. Supaya aku lebih mengerti tentang dirimu, maka ceriterakanlah tentang dirimu itu kepadaku. Siapakah dirimu, bagaimana dirimu, macam-macam dirimu, tujuan dirimu, dst.<br /><br />Jargon obyek:<br />Terimakasih orang tua berambut putih. Aku adalah jargon obyek. Jikalau aku terbebas dari segala tekanan maka aku dapat bercerita banyak tentang diriku kepadamu. Sebetul-betul yang terjadi tadi adalah aku telah menyampaikan apa adanya kepadamu. Aku sebetulnya mengetahui tidak merdeka dan merasa takut oleh aktivitas para subyek. Tetapi ini off the record, jangan sampaikan kepada subyek. Mengapa? Karena jika engkau katakan hal ini kepada subyek maka jiwaku bisa terancam. Padahal segenap jiwa ragaku itu tergantung sepenuhnya oleh subyek-subyekku. Ketahuilah bahwa setinggi-tinggi tujuanku adalah terbebas dari segala ancaman dan tekanan para subyek. Dalam rangka untuk mencapai tujuanku sebagai obyek sejati maka aku harus memproduksi jargon-jargonku. Maka aku melakukan segala daya dan upaya termasuk menggunakan jargonku agar dapat terhindar dari perbuatan sewenang-wenang para subyek. Sebenar-benar ancaman bagi diriku di dunia ini adalah jargon-jargon para subyek. Maka aku sangat sensitif terhadap jargon para subyek. Tetapi aplah dayaku sebagai obyek. Maka sebenar-benar diriku adalah tetap menjadi obyeknya para jargon subyek.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf jargon obyek, saya belum begitu jelas dengan uaraian-uraianmu itu. Dapatkah engkau memberikan contoh konkritnya. Jika perlu silahkan para anggotamu menyampaikan kepadaku.<br /><br />Jargon obyek anggota :<br />Wahai orang tua berambut putih. Kenalkanlah saya adalah jargon obyek anggota. Mulanya biasa saja bagi diriku, ketika aku sebagai anggota. Tetapi kemudian tidak biasa bagi diriku ketika aku mempunyai ketua baru. Ketika aku mempunyai ketua baru aku merasakan seluruh tubuhku bergetar dan bergemuruh mengalami perubahan jargon. Tadinya aku sangat menyayangi jargon-jargon ku sebagai anggota. Maka setelah aku mempunyai ketua aku mulai kehilangan jargon anggota, dan kemudian mulailah aku di dominasi oleh jargon ketua. Ketahuilah bahwa dalam rangka untuk mempertahankan diriku sebagai anggota yang hakiki, maka aku telah mengambangkan banyak tak berhingga jargon-jargon. Contoh sederhana dari jargonku itu adalah: sebagai anggota itu harus jujur, sebagai anggota itu harus peduli, sebagai anggota harus patuh, sebagai anggota harus bijak. Begitu aku menemukan diriku tidak sesuai dengan jargonku maka aku segera mohon ampun kepada Tuhan ku. Sementara kekuasaan ketuaku itu mengalir melalui jargon-jargon ketua: sebagai ketua itu memang harus jujur, sebagai ketua itu memang harus peduli, sebagai ketua itu memang harus patuh, sebagai ketua itu memang harus bijak. Tetapi begitu aku menemukan bahwa ketuaku tidak sesuai dengan jargon-jargonnya, ternyata muncul jargon-jargonku yang lain: ketua harus melindungi anggota, ketua harus menolong anggota, dst. Maka jargon yang paling populer bagi diriku sebagai anggota adalah: yang penting selamat, hidup itu tidak neko-neko, manusia itu hanya mampir ngombhe, apalah gunanya status itu, ketua itu tidak penting yang penting amal perbuatannya. Ternyata muncul jargon populer berikutnya: semua manusia itu tidak pada hakekatnya sama saja, maka demi menjaga statusku sebagai anggota sejati terpaksa aku harus menggunakan jargon topeng, yaitu topeng kepribadian. Sebenar-benar jargon topeng adalah menutupi segala kelemahanku dan dosa-dosaku di hadapan para subyek. Agar aku selamat dari penindasan para jargon subyek. Kalau bisa apakah jargon topengku itu dapat menyembunyikan diriku dari Tuhan? Oh orang tua berambut putih, janganlah engkau teruskan pertanyaanmu itu, dan janganlah rongrong kedudukanku sebagai anggota. Itulah diriku, yaitu sebenar-benar jargon obyek anggota. Maka aku sangat menyukai semua kesempatan di mana aku bisa memproduksi semua jargon-jargon obyek anggota, agar aku bisa berlindung dari ancaman para subyek. Aku ternyata tidak bisa menggunakan seminar, konferensi, workshop, pengajian, diskusi, kampanye, koran, radio, TV, debat ...untuk memproduksi jargon-jargonku. Jangankan memproduksi jargon, untuk menghindar dari jargon subyek saja kerepotan ketika saya berada di forum-forum itu. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah jelas duduk perkaranya. Ternyata semuanya memerlukan jargon. Subyek memerlukan jargon untuk memantapkan kedudukannya sebagai subyek, sedangkan obyek memerlukan jargon untuk melindungi dirimya. Ketahuilah bahwa Tuha itu maha bijaksana. Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana subyek dan obyek dapat hidup bersama-sama dalam jargon-jargonnya. Maka solusi yang terbaik adalah menterjemahkan dan diterjemahkan wahai engkau para subyek dan obyek agar engkau saling memahami jargonmu masing-masing. Ketahuilah bahwa di batas sama subyek itu adalah obyek, dan obyek itu adalah subyek. Maka semua jargonmu itu akan lenyap diperbatasan pikiranmu masing-masing. Dengan ini aku peringatkan kepada subyek. Janganlah engkau bertindak melebihi batas. Tiadalah manusia itu pernah menjadi subyek sejati. Sebenar-benar subyek absolut adalah Tuhan YME. Sebenar-benar bukan jargon adalah kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-40040267128319268882009-05-22T22:03:00.000+07:002009-05-22T22:04:35.997+07:00Jargon Para ObyekOleh Marsigit<br /><br />Jargon:<br />Wahai para obyek, apa yang engkau ingin katakan kepadaku? Kenapa engkau datang berbondong-bondong kepadaku? Siapa sajakah engkau itu?<br /><br />Para obyek pembuat:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pembuat. <br />Aku itu meliputi para obyek pembuat tugas, obyek pembuat mandat, obyek pembuat amanah, obyek pembuat kewajiban, obyek pembuat aturan, obyek pembuat obyek, obyek pembuat sifat, obyek pembuat permulaan, obyek pembuat inisiatif, obyek pembuat kesimpulan, obyek pembuat pertanyaan, obyek pembuat jawaban, obyek pembuat kesimpulan, obyek pembuat benar, obyek pembuat salah, obyek pembuat suasana, obyek pembuat akhiran, obyek pembuat laporan, obyek pembuat metode, obyek pembuat alat, obyek pembuat tulisan, obyek pembuat bicara, obyek pembuat proposal, obyek pembuat baik, obyek pembuat buruk, obyek pembuat bergerak, obyek pembuat diam, obyek pembuat tidak jelas, obyek pembuat kacau, obyek pembuat tidak kacau, obyek pembuat jargon, obyek pembuat elegi, obyek pembuat contoh, obyek pembuat hubungan, obyek pembuat sesuai, obyek pembuat tidak sesuai, obyek pembuat terang, obyek pembuat gelap, obyek pembuat mahal, obyek pembuat murah, obyek pembuat turun, obyek pembuat naik, pambuat ramai, obyek pembuat sepi, obyek pembuat perang, obyek pembuat kacau, obyek pembuat adil, obyek pembuat jabatan, obyek pembuat PR, obyek pembuat nilai, obyek pembuat naik kelas, obyek pembuat lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek pembuat. Para obyek pembuat itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek penentu:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek penentu.<br />Aku itu meliputi para obyek penentu tugas, obyek penentu mandat, obyek penentu amanah, obyek penentu kewajiban, obyek penentu aturan, obyek penentu obyek, obyek penentu sifat, obyek penentu permulaan, obyek penentu inisiatif, obyek penentu kesimpulan, obyek penentu pertanyaan, obyek penentu jawaban, obyek penentu kesimpulan, obyek penentu benar, obyek penentu salah, obyek penentu suasana, obyek penentu akhiran, obyek penentu laporan, obyek penentu metode, obyek penentu alat, obyek penentu tulisan, obyek penentu bicara, obyek penentu proposal, obyek penentu baik, obyek penentu buruk, obyek penentu bergerak, obyek penentu diam, obyek penentu tidak jelas, obyek penentu kacau, obyek penentu tidak kacau, obyek penentu jargon, obyek penentu elegi, obyek penentu contoh, obyek penentu hubungan, obyek penentu sesuai, obyek penentu tidak sesuai, obyek penentu terang, obyek penentu gelap, obyek penentu mahal, obyek penentu murah, obyek penentu turun, obyek penentu naik, obyek penentu ramai, obyek penentu sepi, obyek penentu perang, obyek penentu kacau, obyek pembuat adil, obyek penentu jabatan, obyek penentu PR, obyek penentu nilai, obyek penentu naik kelas, obyek penentu lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek penentu. Para obyek penentu itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek pengemban:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pengemban.<br />Aku itu meliputi para obyek pengemban tugas, obyek pengemban mandat, obyek pengemban amanah, obyek pengemban kewajiban, obyek pengemban aturan, obyek pengemban obyek, obyek pengemban sifat, obyek pengemban permulaan, obyek pengemban inisiatif, obyek pengemban kesimpulan, obyek pengemban pertanyaan, obyek pengemban jawaban, obyek pengemban kesimpulan, obyek pengemban benar, obyek pengemban salah, obyek pengemban suasana, obyek pengemban akhiran, obyek pengemban laporan, obyek pengemban metode, obyek pengemban alat, obyek pengemban tulisan, obyek pengemban bicara, obyek pengemban proposal, obyek pengemban baik, obyek pengemban buruk, obyek pengemban bergerak, obyek pengemban diam, obyek pengemban tidak jelas, obyek pengemban kacau, obyek pengemban tidak kacau, obyek pengemban jargon, obyek pengemban elegi, obyek pengemban contoh, obyek pengemban hubungan, obyek pengemban sesuai, obyek pengemban tidak sesuai, obyek pengemban terang, obyek pengemban gelap, obyek pengemban mahal, obyek pengemban murah, obyek pengemban turun, obyek pengemban naik, obyek pengemban ramai, obyek pengemban sepi, obyek pengemban perang, obyek pengemban kacau, obyek pembuat adil, obyek pengemban jabatan, obyek pengemban PR, obyek pengemban nilai, obyek pengemban naik kelas, obyek pengemban lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek pengemban. Para obyek pengemban itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek pemangku:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pemangku.<br />Aku itu meliputi para obyek pemangku tugas, obyek pemangku mandat, obyek pemangku amanah, obyek pemangku kewajiban, obyek pemangku aturan, obyek pemangku obyek, obyek pemangku sifat, obyek pemangku permulaan, obyek pemangku inisiatif, obyek pemangku kesimpulan, obyek pemangku pertanyaan, obyek pemangku jawaban, obyek pemangku kesimpulan, obyek pemangku benar, obyek pemangku salah, obyek pemangku suasana, obyek pemangku akhiran, obyek pemangku laporan, obyek pemangku metode, obyek pemangku alat, obyek pemangku tulisan, obyek pemangku bicara, obyek pemangku proposal, obyek pemangku baik, obyek pemangku buruk, obyek pemangku bergerak, obyek pemangku diam, obyek pemangku tidak jelas, obyek pemangku kacau, obyek pemangku tidak kacau, obyek pemangku jargon, obyek pemangku elegi, obyek pemangku contoh, obyek pemangku hubungan, obyek pemangku sesuai, obyek pemangku tidak sesuai, obyek pemangku terang, obyek pemangku gelap, obyek pemangku mahal, obyek pemangku murah, obyek pemangku turun, obyek pemangku naik, obyek pemangku ramai, obyek pemangku sepi, obyek pemangku perang, obyek pemangku kacau, obyek pembuat adil, obyek pemangku jabatan, obyek pemangku PR, obyek pemangku nilai, obyek pemangku naik kelas, obyek pemangku lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek pemangku. Para obyek pemangku itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek pelaksana:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pelaksana.<br />Aku itu meliputi para obyek pelaksana tugas, obyek pelaksana mandat, obyek pelaksana amanah, obyek pelaksana kewajiban, obyek pelaksana aturan, obyek pelaksana obyek, obyek pelaksana sifat, obyek pelaksana permulaan, obyek pelaksana inisiatif, obyek pelaksana kesimpulan, obyek pelaksana pertanyaan, obyek pelaksana jawaban, obyek pelaksana kesimpulan, obyek pelaksana benar, obyek pelaksana salah, obyek pelaksana suasana, obyek pelaksana akhiran, obyek pelaksana laporan, obyek pelaksana metode, obyek pelaksana alat, obyek pelaksana tulisan, obyek pelaksana bicara, obyek pelaksana proposal, obyek pelaksana baik, obyek pelaksana buruk, obyek pelaksana bergerak, obyek pelaksana diam, obyek pelaksana tidak jelas, obyek pelaksana kacau, obyek pelaksana tidak kacau, obyek pelaksana jargon, obyek pelaksana elegi, obyek pelaksana contoh, obyek pelaksana hubungan, obyek pelaksana sesuai, obyek pelaksana tidak sesuai, obyek pelaksana terang, obyek pelaksana gelap, obyek pelaksana mahal, obyek pelaksana murah, obyek pelaksana turun, obyek pelaksana naik, obyek pelaksana ramai, obyek pelaksana sepi, obyek pelaksana perang, obyek pelaksana kacau, obyek pembuat adil, obyek pelaksana jabatan, obyek pelaksana PR, obyek pelaksana nilai, obyek pelaksana naik kelas, obyek pelaksana lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek pelaksana. Para obyek pelaksana itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek pemelihara:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pemelihara.<br />Aku itu meliputi para obyek pemelihara tugas, obyek pemelihara mandat, obyek pemelihara amanah, obyek pemelihara kewajiban, obyek pemelihara aturan, obyek pemelihara obyek, obyek pemelihara sifat, obyek pemelihara permulaan, obyek pemelihara inisiatif, obyek pemelihara kesimpulan, obyek pemelihara pertanyaan, obyek pemelihara jawaban, obyek pemelihara kesimpulan, obyek pemelihara benar, obyek pemelihara salah, obyek pemelihara suasana, obyek pemelihara akhiran, obyek pemelihara laporan, obyek pemelihara metode, obyek pemelihara alat, obyek pemelihara tulisan, obyek pemelihara bicara, obyek pemelihara proposal, obyek pemelihara baik, obyek pemelihara buruk, obyek pemelihara bergerak, obyek pemelihara diam, obyek pemelihara tidak jelas, obyek pemelihara kacau, obyek pemelihara tidak kacau, obyek pemelihara jargon, obyek pemelihara elegi, obyek pemelihara contoh, obyek pemelihara hubungan, obyek pemelihara sesuai, obyek pemelihara tidak sesuai, obyek pemelihara terang, obyek pemelihara gelap, obyek pemelihara mahal, obyek pemelihara murah, obyek pemelihara turun, obyek pemelihara naik, obyek pemelihara ramai, obyek pemelihara sepi, obyek pemelihara perang, obyek pemelihara kacau, obyek pembuat adil, obyek pemelihara jabatan, obyek pemelihara PR, obyek pemelihara nilai, obyek pemelihara naik kelas, obyek pemelihara lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek pemelihara. Para obyek pemelihara itu adalah para obyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para obyek?<br /><br />Para obyek pengawas:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para obyek. Aku adalah para obyek dari golongan para obyek pengawas.<br />Aku itu meliputi para obyek pengawas tugas, obyek pengawas mandat, obyek pengawas amanah, obyek pengawas kewajiban, obyek pengawas aturan, obyek pengawas obyek, obyek pengawas sifat, obyek pengawas permulaan, obyek pengawas inisiatif, obyek pengawas kesimpulan, obyek pengawas pertanyaan, obyek pengawas jawaban, obyek pengawas kesimpulan, obyek pengawas benar, obyek pengawas salah, obyek pengawas suasana, obyek pengawas akhiran, obyek pengawas laporan, obyek pengawas metode, obyek pengawas alat, obyek pengawas tulisan, obyek pengawas bicara, obyek pengawas proposal, obyek pengawas baik, obyek pengawas buruk, obyek pengawas bergerak, obyek pengawas diam, obyek pengawas tidak jelas, obyek pengawas kacau, obyek pengawas tidak kacau, obyek pengawas jargon, obyek pengawas elegi, obyek pengawas contoh, obyek pengawas hubungan, obyek pengawas sesuai, obyek pengawas tidak sesuai, obyek pengawas terang, obyek pengawas gelap, obyek pengawas mahal, obyek pengawas murah, obyek pengawas turun, obyek pengawas naik, obyek pengawas ramai, obyek pengawas sepi, obyek pengawas perang, obyek pengawas kacau, obyek pembuat adil, obyek pengawas jabatan, obyek pengawas PR, obyek pengawas nilai, obyek pengawas naik kelas, obyek pengawas lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para obyek obyek pengawas. Para obyek pengawas itu adalah para obyek.<br /><br />...<br /><br />Jargon:<br />Aku ternyata masih melihat para obyek yang lain. Sekarang aku tahu bahwa di situ juga terdapat obyek para penilai, obyek para komentator, obyek para pendoa, obyek para pengacau, ...dst. Maka aku sedang menghadapi ada tak berhingga banyaknya para para obyek. Ternyata aku masih pula melihat para para para para para...obyek. <br /><br />Para para para ...obyek:<br />Wahai jargon, apa yang sedang engkau pikirkan?<br /><br />Jargon:<br />Aku sedang dalam kondisi di antara jelas dan tidak jelas. Mengapa? Karena aku ternyata mendapatkan para obyek itu banyak dan bermacam-macam. Aku agak sulit membedakan satu dengan yang lain, maka aku sedang mengalami kekacauan pikiran. Tetapi mengapa aku harus bingung, bukankah aku harus bisa bersikap. Ah untuk mengetahui sekedar obyek saja kok sulitnya bukan main. Tak peduli. Mereka ada atau tidak ada, bagiku tak masalah. Obyek itu toh tak ada artinya jika tidak ada subyek. Obyek itu juga tidak ada artinya jika tidak ada subyek pembuat, subyek penentu, subyek pengemban, subyek pemangku, subyek penilai..dst. Tetapi mengapa aku juga ternyata menyebut mereka. Bukankah menyebut mereka itu sama artinya aku menganggap mereka itu penting. Wah kacau pikiranku. Bukankah aku ini adalah jargon. Bukankah jargon itu juga berhak berkuasa. Jika aku berkuasa maka aku dapat menentukan sifat-sifat sesuka hatiku sesuai dengan tujuanku dan kebisaanku, sesuai dengan sifatku, sesuai dengan kepentinganku, sesuai dengan tujuanku. <br /><br />Para para para ...obyek:<br />Wahai jargon, aku telah menyaksikan pengakuanmu sebagai jargon. Itulah sebenar-benar jargon, si berpikir kacau dan obyek pembuat kacau, obyek penentu kacau, obyek pengemban kacau, peneilai kacau, pemroduksi kacau, obyek pemangku kaca, bahasa kacau, ....dst. Ternyata aku melihat bahwa banyak anggotamu itu adalah sebanyak diriku. <br /><br />Jargon:<br />Wahai para obyek, janganlah bersifat munafik. Aku telah menyaksikan bahwa engkau semua itu sebenarnya para jargon itu. Para jargon adalah para obyek dengan pikiran kacau, bahasa kacau, obyek pemangku kacau, penilai kacau, ...dst. Jadi engkau telah memahami bahwa engkau itu ternyata adalah anggota para para para ...jargon.<br /><br />Para para para ...obyek:<br />Maafkanlah wahai para para para...jargon. Ternyata aku telah menyadari bahwa para jargon itu adalah bagian dari diriku. Tetapi aku ingin sampaikan bahwa aku tidak dapat melepaskan dirimu. Aku merasa selalu memerlukanmu untuk menjaga sifatku sebagai para obyek. Ternyata dalam rangka menegakkan diriku sebagai obyek, aku telah terbukti bahwa aku adalah engkau, yaitu para jargon. Aku memerlukan perundingan dan waktu berikutnya lebih jauh dengan dirimu untuk mengetahui lebih lanjut sifat-sifat diriku dan dirimu. Dan ternyata aku menemukan bahwa ketika aku memikirkanku maka aku obyek telah berubah menjadi aku subyek, yaitu jargon. Maka dapat aku katakan bahwa para obyek itu ternyata juga para jargon. Para subyek itu juga para jargon. Lebih lanjut dapat aku katakan bahwa semuanya itu jargon. Jadi ternyata dunia itu jargon. Sebenar-benar bukan jargon adalah hanya kuasa dan milik Tuhan YME.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-41034711547400693642009-05-21T22:01:00.001+07:002009-05-21T22:03:22.854+07:00Jargon Pengakuan Subyek Belajar Filsafat<span style="font-style:italic;">Berikut saya tampilkan sebuah jargon pengakuan Meina Berlianti, seorang subyek belajar filsafat. Semoga contoh ini akan membuka wacana kita mengungkap jargon.</span><br /><br />Perjalananku Mempelajari Filsafat:<br />(Oleh Meina Berlianti)<br /><br />Awalnya aku tak menyangka aku akan belajar filsafat di bangku kuliah. Padahal jurusan yang aku ambil sama sekali tak berhubungan dengan dunia filsafat. Tapi ternyata perkiraanku salah. Ternyata di matematika aku menemukan sebuah filsafat, dan di filsafat aku menemukan matematika. Bukan hanya matematika yang ada di dunia filsafat, masih banyak lagi ilmu l;ain yang ada didalamnya.<br /><br />Tak aku pungkiri, butuh penyesuaian diri yang cukup lama dalam belajar filsafat. Kata-katanya yang cukup membingungkan, kalimatnya yang memusingkan dan bahasanya yang sulit aku pahami membutuhkan waktu yang lebih untuk mempelajarinya. Tapi akhirnya aku sadar filsafat bukanlah hal yang memusingkan pikiranku jika aku mampu menanamkannya dalam diriku karena sebenarnya filsafat itu adalah diriku, filsafat ada pada diriku.<br /><br />Di tengah perjalananku dalam mempelajari filsafat aku mendapatkan sebuah kekuatan magic yang mendorongku untuk belajar filsafat. Aku masih ingat dengan kata-kata seorang ahli filsafat di kampusku, siapa lagi kalau bukan Dr. Marsigit, dosen matematika yang ahli berfilsafat. Hampir di setiap perkuliahan Beliau selalu berpesan pada kami bahwa filsafat adalah sebuah olah pikir, setiap orang yang berfilsafat tak pernah salah karena filsafat adalah olah bahasa dan olah pikir dari seseorang. Kata-kata itulah yang membuatku menjadi bersemangat dan yakin aku pasti bisa. Yah kini aku mulai sadar apa itu filsafat……<br /><br />Sejauh aku belajar filsafat aku menjadi tahu buah dari filsafat itu. Karena filsafatlah aku mencoba berfikir kritis kan sesuatu. Berkat filsafatlah aku melatih diriku untuk menuangkan isi otakku dalam sebuah tulisan-tulisan. Berkat filsafatlah aku belajar memahami dan mengerti pikiran orang lain. Berkat filsafatlah aku mencoba menghargai dan menghargai pendapat orang lain. Berkat filsafatlah aku belajar membuat sebuah elegy. Berkat filsafatlah aku mulai tahu siapa diriku sebenarnya, ternyata selama ini aku terlalu sering termakan oleh mitos yang membuatku seperti mayat hidup. Berkat filsafatlah aku sadar betul betapa berharganya hidup ini.<br /><br />Ternyata filsafat bukan hanya sekedar membaca elegi, fisafat bukanlah sekedar menghafal tokoh-tokoh,. Filsafat bukanlah sekedar mata kuliah yang harus aku tempuh di bangku kuliah. Filsafat adalah sebuah pelajaran hidup karena filsafat mampu menjadi guru di dalam hidupku.<br /><br />Di setiap segi kehidupan pasti ada filsafat karena hidup adalah berfilsafat. Di dalam filsafat pasti ada kehidupan karena filsafat adalah hidup. Di setiap nafas dan kehidupanku pasti ada sebuah filsafat hidup. Walaupun tinggal beberapa minggu lagi aku belajar filsafat di kampusku tetapi aku masih bisa menemukan DIA di setiap sisi kehidupanku. Setiap saat aku masih bisa berfilsafat.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-26694955687306132412009-05-21T21:52:00.001+07:002009-05-21T21:52:23.546+07:00Jargon Para SubyekOleh Marsigit<br /><br />Jargon:<br />Wahai para subyek, apa yang engkau ingin katakan kepadaku? Kenapa engkau datang berbondong-bondong kepadaku? Siapa sajakah engkau itu?<br /><br />Para Subyek pembuat:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pembuat. <br />Aku itu meliputi para pembuat tugas, pembuat mandat, pembuat amanah, pembuat kewajiban, pembuat aturan, pembuat obyek, pembuat sifat, pembuat permulaan, pembuat inisiatif, pembuat kesimpulan, pembuat pertanyaan, pembuat jawaban, pembuat kesimpulan, pembuat benar, pembuat salah, pembuat suasana, pembuat akhiran, pembuat laporan, pembuat metode, pembuat alat, pembuat tulisan, pembuat bicara, pembuat proposal, pembuat baik, pembuat buruk, pembuat bergerak, pembuat diam, pembuat tidak jelas, pembuat kacau, pembuat tidak kacau, pembuat jargon, pembuat elegi, pembuat contoh, pembuat hubungan, pembuat sesuai, pembuat tidak sesuai, pembuat terang, pembuat gelap, pembuat mahal, pembuat murah, pembuat turun, pembuat naik, pambuat ramai, pembuat sepi, pembuat perang, pembuat kacau, pembuat adil, pembuat jabatan, pembuat PR, pembuat nilai, pembuat naik kelas, pembuat lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para pembuat. Para pembuat itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br /><br />Para subyek penentu:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para penentu.<br />Aku itu meliputi para penentu tugas, penentu mandat, penentu amanah, penentu kewajiban, penentu aturan, penentu obyek, penentu sifat, penentu permulaan, penentu inisiatif, penentu kesimpulan, penentu pertanyaan, penentu jawaban, penentu kesimpulan, penentu benar, penentu salah, penentu suasana, penentu akhiran, penentu laporan, penentu metode, penentu alat, penentu tulisan, penentu bicara, penentu proposal, penentu baik, penentu buruk, penentu bergerak, penentu diam, penentu tidak jelas, penentu kacau, penentu tidak kacau, penentu jargon, penentu elegi, penentu contoh, penentu hubungan, penentu sesuai, penentu tidak sesuai, penentu terang, penentu gelap, penentu mahal, penentu murah, penentu turun, penentu naik, penentu ramai, penentu sepi, penentu perang, penentu kacau, pembuat adil, penentu jabatan, penentu PR, penentu nilai, penentu naik kelas, penentu lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek penentu. Para penentu itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br /><br />Para subyek pengemban:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pengemban.<br />Aku itu meliputi para pengemban tugas, pengemban mandat, pengemban amanah, pengemban kewajiban, pengemban aturan, pengemban obyek, pengemban sifat, pengemban permulaan, pengemban inisiatif, pengemban kesimpulan, pengemban pertanyaan, pengemban jawaban, pengemban kesimpulan, pengemban benar, pengemban salah, pengemban suasana, pengemban akhiran, pengemban laporan, pengemban metode, pengemban alat, pengemban tulisan, pengemban bicara, pengemban proposal, pengemban baik, pengemban buruk, pengemban bergerak, pengemban diam, pengemban tidak jelas, pengemban kacau, pengemban tidak kacau, pengemban jargon, pengemban elegi, pengemban contoh, pengemban hubungan, pengemban sesuai, pengemban tidak sesuai, pengemban terang, pengemban gelap, pengemban mahal, pengemban murah, pengemban turun, pengemban naik, pengemban ramai, pengemban sepi, pengemban perang, pengemban kacau, pembuat adil, pengemban jabatan, pengemban PR, pengemban nilai, pengemban naik kelas, pengemban lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek pengemban. Para pengemban itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br /><br />Para subyek pemangku:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pemangku.<br />Aku itu meliputi para pemangku tugas, pemangku mandat, pemangku amanah, pemangku kewajiban, pemangku aturan, pemangku obyek, pemangku sifat, pemangku permulaan, pemangku inisiatif, pemangku kesimpulan, pemangku pertanyaan, pemangku jawaban, pemangku kesimpulan, pemangku benar, pemangku salah, pemangku suasana, pemangku akhiran, pemangku laporan, pemangku metode, pemangku alat, pemangku tulisan, pemangku bicara, pemangku proposal, pemangku baik, pemangku buruk, pemangku bergerak, pemangku diam, pemangku tidak jelas, pemangku kacau, pemangku tidak kacau, pemangku jargon, pemangku elegi, pemangku contoh, pemangku hubungan, pemangku sesuai, pemangku tidak sesuai, pemangku terang, pemangku gelap, pemangku mahal, pemangku murah, pemangku turun, pemangku naik, pemangku ramai, pemangku sepi, pemangku perang, pemangku kacau, pembuat adil, pemangku jabatan, pemangku PR, pemangku nilai, pemangku naik kelas, pemangku lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek pemangku. Para pemangku itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br /><br />Para subyek pelaksana:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pelaksana.<br />Aku itu meliputi para pelaksana tugas, pelaksana mandat, pelaksana amanah, pelaksana kewajiban, pelaksana aturan, pelaksana obyek, pelaksana sifat, pelaksana permulaan, pelaksana inisiatif, pelaksana kesimpulan, pelaksana pertanyaan, pelaksana jawaban, pelaksana kesimpulan, pelaksana benar, pelaksana salah, pelaksana suasana, pelaksana akhiran, pelaksana laporan, pelaksana metode, pelaksana alat, pelaksana tulisan, pelaksana bicara, pelaksana proposal, pelaksana baik, pelaksana buruk, pelaksana bergerak, pelaksana diam, pelaksana tidak jelas, pelaksana kacau, pelaksana tidak kacau, pelaksana jargon, pelaksana elegi, pelaksana contoh, pelaksana hubungan, pelaksana sesuai, pelaksana tidak sesuai, pelaksana terang, pelaksana gelap, pelaksana mahal, pelaksana murah, pelaksana turun, pelaksana naik, pelaksana ramai, pelaksana sepi, pelaksana perang, pelaksana kacau, pembuat adil, pelaksana jabatan, pelaksana PR, pelaksana nilai, pelaksana naik kelas, pelaksana lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek pelaksana. Para pelaksana itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br />Para subyek pemelihara:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pemelihara.<br />Aku itu meliputi para pemelihara tugas, pemelihara mandat, pemelihara amanah, pemelihara kewajiban, pemelihara aturan, pemelihara obyek, pemelihara sifat, pemelihara permulaan, pemelihara inisiatif, pemelihara kesimpulan, pemelihara pertanyaan, pemelihara jawaban, pemelihara kesimpulan, pemelihara benar, pemelihara salah, pemelihara suasana, pemelihara akhiran, pemelihara laporan, pemelihara metode, pemelihara alat, pemelihara tulisan, pemelihara bicara, pemelihara proposal, pemelihara baik, pemelihara buruk, pemelihara bergerak, pemelihara diam, pemelihara tidak jelas, pemelihara kacau, pemelihara tidak kacau, pemelihara jargon, pemelihara elegi, pemelihara contoh, pemelihara hubungan, pemelihara sesuai, pemelihara tidak sesuai, pemelihara terang, pemelihara gelap, pemelihara mahal, pemelihara murah, pemelihara turun, pemelihara naik, pemelihara ramai, pemelihara sepi, pemelihara perang, pemelihara kacau, pembuat adil, pemelihara jabatan, pemelihara PR, pemelihara nilai, pemelihara naik kelas, pemelihara lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek pemelihara. Para pemelihara itu adalah para subyek.<br /><br />Jargon:<br />Aku masih melihat engkau yang lain. Apakah engkau juga para subyek?<br /><br />Para subyek pengawas:<br />Kenalkan wahai jargon, aku adalah para subyek. Aku adalah para subyek dari golongan para pengawas.<br />Aku itu meliputi para pengawas tugas, pengawas mandat, pengawas amanah, pengawas kewajiban, pengawas aturan, pengawas obyek, pengawas sifat, pengawas permulaan, pengawas inisiatif, pengawas kesimpulan, pengawas pertanyaan, pengawas jawaban, pengawas kesimpulan, pengawas benar, pengawas salah, pengawas suasana, pengawas akhiran, pengawas laporan, pengawas metode, pengawas alat, pengawas tulisan, pengawas bicara, pengawas proposal, pengawas baik, pengawas buruk, pengawas bergerak, pengawas diam, pengawas tidak jelas, pengawas kacau, pengawas tidak kacau, pengawas jargon, pengawas elegi, pengawas contoh, pengawas hubungan, pengawas sesuai, pengawas tidak sesuai, pengawas terang, pengawas gelap, pengawas mahal, pengawas murah, pengawas turun, pengawas naik, pengawas ramai, pengawas sepi, pengawas perang, pengawas kacau, pembuat adil, pengawas jabatan, pengawas PR, pengawas nilai, pengawas naik kelas, pengawas lulus...dst. Maka ada tak berhingga banyaknya para subyek pengawas. Para pengawas itu adalah para subyek.<br /><br />...<br /><br />Jargon:<br />Aku ternyata masih melihat para subyek yang lain. Sekarang aku tahu bahwa di situ juga terdapat subyek para penilai, para komentator, para pendoa, para pengacau, ...dst. Maka aku sedang menghadapi ada tak berhingga banyaknya para para subyek. Ternyata aku masih pula melihat para para para para para...subyek. <br /><br />Para para para ...subyek:<br />Wahai jargon, apa yang sedang engkau pikirkan?<br /><br />Jargon:<br />Aku sedang dalam kondisi di antara jelas dan tidak jelas. Mengapa? Karena aku ternyata mendapatkan para subyek itu banyak dan bermacam-macam. Aku agak sulit membedakan satu dengan yang lain, maka aku sedang mengalami kekacauan pikiran. Tetapi mengapa aku harus bingung, bukankah aku harus bisa bersikap. Ah untuk mengetahui sekedar subyek saja kok sulitnya bukan main. Tak peduli. Mereka ada atau tidak ada, bagiku tak masalah. Subyek itu toh tak ada artinya jika tidak ada obyek. Subyek itu juga tidak ada artinya jika tidak ada pembuat, penentu, pengemban, pemangku, penilai..dst. Tetapi mengapa aku juga ternyata menyebut mereka. Bukankah menyebut mereka itu sama artinya aku menganggap mereka itu penting. Wah kacau pikiranku. Bukankah aku ini adalah jargon. Bukankah jargon itu juga berhak berkuasa. Jika aku berkuasa maka aku dapat menentukan sifat-sifat sesuka hatiku sesuai dengan tujuanku dan kebisaanku, sesuai dengan sifatku, sesuai dengan kepentinganku, sesuai dengan tujuanku. <br /><br />Para para para ...subyek:<br />Wahai jargon, aku telah menyaksikan pengakuanmu sebagai jargon. Itulah sebenar-benar jargon, si berpikir kacau dan pembuat kacau, penentu kacau, pengemban kacau, peneilai kacau, pemroduksi kacau, pemangku kaca, bahasa kacau, ....dst. Ternyata aku melihat bahwa banyak anggotamu itu adalah sebanyak diriku. <br /><br />Jargon:<br />Wahai para subyek, janganlah bersifat munafik. Aku telah menyaksikan bahwa engkau semua itu sebenarnya para jargon itu. Para jargon adalah para subyek sengan pikiran kacau, bahasa kacau, pemangku kacau, penilai kacau, ...dst. Jadi engkau telah memahami bahwa engkau itu ternyata adalah anggota para para para ...jargon.<br /><br />Para para para ...subyek:<br />Maafkanlah wahai para para para...jargon. Ternyata aku telah menyadari bahwa para jargon itu adalah bagian dari diriku. Tetapi aku ingin sampaikan bahwa aku tidak dapat melepaskan dirimu. Aku merasa selalu memerlukanmu untuk menjaga sifatku sebagai para subyek. Ternyata dalam rangka menegakkan diriku sebagai subyek, aku telah terbukti bahwa aku adalah engkau, yaitu para jargon. Aku memerlukan perundingan dan waktu berikutnya lebih jauh dengan dirimu untuk mengetahui lebih lanjut sifat-sifat diriku dan dirimu.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-178079032567785482009-05-19T22:10:00.002+07:002009-05-19T22:13:34.624+07:00Selamat Datang JargonOleh Marsigit<br /><br />Saya ucapkan selamat datang kepada jargon. Setelah saya mengucapkan selamat jalan untuk elegi, maka seakan persoalan-persoalan akan selesai, tetapi nyatanya tidak. Aku ternyata menemukan jargon. Ternyata jargon itu cukup besar, luas dan ada di mana-mana. Hal yang demikian telah membangkitkan kembali hasratku untuk menulis sekaligus untuk menjaga silaturakhim kepada handaitolan. Sekali lagi selamat datang wahai jargon.<br /><br />Jargon:<br />Aku adalah jargon. Jargon itu bahasa kacau. Kacau itu tidak beraturan. Tidak beraturan itu bisa teratur. <br />Diriku itu terdiri dari banyak macam: jargon politik, jargon pendidikan, jargon perdagangan, jargon pikiran, jargon program, jargon persaudaraan, jargon lembaga, jargon keluarga, jargon sekolah, jargon sifat-sifat, jargon subyek, jargon obyek, jargon berdoa, jargon belajar, jargon komitmen, jargon kewajiban, jargo hak, jargon cinta, jargon pendapat, jargon pertandingan, jargon tujuan, jargon sosial, jargon subyek, jargon obyek, jargon nyanyian, ..jargon kehidupan.<br /><br />Subyek:<br />Wahai jargon, apakah manfaat memikirkanmu dan mengapa engkau mengenalkan diri kepadaku?<br /><br />Jargon:<br />Wahai subyek. Jargon itu bisa kurang bermanfaat, bisa bermanfaat, bisa sangat bermanfaat. Jika engkau pikirkan jargon sebagi kacau, maka kacau itu tidaklah tidak kacau. Kacau itu tidak sesuai aturan. Kacau itu tidak sesuai prinsip. Kacau itu prinsip yang sempit untuk yang besar. Kacau itu prinsip subyektif untuk obyektif. Kacau itu prinsip sendiri untuk bersama. Kacau itu pendapat pribadi untuk umum. Kacau itu prinsip koheren untuk korespondensi. Kacau itu prinsip khusus untuk umum. Kacau itu tidak sesuai janji. Kacau itu tidak sesuai jadual. Kacau itu tidak sesuai ruang. Kacau itu tidak sesuai waktu. Kacau itu tidak seperti biasanya. Kacau itu tidak lazim. Kacau itu tidak sesuai rencana. Kacau itu tidak jelas. Kacau itu samar-samar. Kacau itu negative.<br /><br />Subyek:<br />Wahai jargon, jika engkau itu negative, mengapa mesti aku perlu membicarakanmu?<br /><br />Jargon:<br />Wahai subyek. Ini adalah permulaan pembicaraanku. Ketahuilah bahwa pembicaraanku itu masih panjang dan lebar. Bukankah engkau pernah membaca elegi perbincangan para banyak. Maka bacalah sekali lagi elegi itu dan elegi-elegi yang lainnya, agar engkau mampu memahami bagaimana orang-orang itu bisa memanfaatkan, memanipulasi, hidup dan subur, bahagia dengan jargon-jargon. Semakin hari semakin banyak orang, baik sadar maupun tidak sadar, memanfaatkan keadaan yang tidak sesuai aturan, keadaan yang tidak sesuai prinsip, keadaan dimana prinsip yang sempit untuk yang besar, keadaan dimana prinsip subyektif untuk obyektif, keadaan dimana prinsip sendiri untuk bersama, keadaan di mana pendapat pribadi untuk umum, keadaan di mana prinsip koheren untuk korespondensi, keadaan di mana prinsip khusus untuk umum, keadaan di mana tidak sesuai janji, keadaan di mana tidak sesuai jadual, keadaan di mana tidak sesuai ruang, keadaan di mana tidak sesuai waktu, keadaan di mana tidak seperti biasanya, keadaan dimana tidak lazim, keadaan di mana tidak sesuai rencana, keadaan di mana tidak jelas, keadaan di mana samar-samar, keadaan yang negative.<br /><br />Subyek:<br />Apa saja contoh kongkritnya?<br /><br />Jargon:<br />Wahai subyek, ketahuilah bahwa banyaknya jargon itu adalah sebanyak tidak jargon. Maka tidaklah adil jika dunia jargon pun tidak boleh tampil dalam panggung kehidupan ini. Maka berkenanlah, bahwa untuk periode-periode berikutnya, aku berniat akan selalu mengawali karya-karyaku dengan jargon. Sedangkan contoh kongkritnya adalah kekacauan memahami obyek yang bicara, kekacauan memahami subyek yang menjadi obyek, kekacauan memahami obyek yang menjadi subyek, kekacauan memahami kuasa yang dikuasai, kekacauan memahami yang ada dan yang mungkin ada, kekacauan memahami tetap yang berubah, kekacauan memahami berubah yang tetap, kekacauan memahami benar yang salah, kekacauan memahami salah yang benar, kekacauan memahami baik yang buruk, kekacauan memahami buruk yang baik, kekacauan memahami awal yang tidak berawal, kekacauan memahami akhir yang tidak berakhir, kekacauan memahami pertanyaan yang bukan pertanyaan, kekacauan memahami reduksi menuju kelengkapan, kekacauan memahami kelengkapan yang tereduksi, kekacauan memahami hidup yang mati, kekacauan memahami mati yang hidup, kekacauan memahami dunia di syurga, kekacauan memahami syurga di dunia, kekacauan memahami dunia di neraka, mengalami kekacauan memahami neraka di dunia, kekacauan memahami logosnya mitos, kekacauan memahami mitosnya logos, kekacauan memahami pikiran di hati, kekacauan memahami hati di pikiran, kekacauan memahami guru sebagai siswa, kekacauan memahami siswa sebagai guru, kekacauan memahami hakekat dibalik penampakan, kekacauan memahami elegi-elegi, kekacauan memahami merterjemahkan dan diterjemahkan, kekacauan memahami memperbincangkan segala yang ada dan yang mungkin ada, kekacauan memahami fatamorgana, kekacauan mengenali para mitos, dan kekacauan mengenali musuh-musuh hati. Kekacauan-kekacauan itu akan menghasilkan bahasa yang kacau. Itulah jargon.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-8694847126697240522009-05-16T00:42:00.002+07:002009-05-17T23:47:59.793+07:00Elegi Ucapan Selamat JalanOleh Marsigit<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai para elegi, berat rasanya aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.<br /><br />Para elegi:<br />Wahai orang tua berambut putih, janganlah engkau merasa ragu untuk menyampaikan sesuatu kepadaku. Berbicara lugaslah kepadaku, jangan sembunyikan identitasmu, dan jangan sembunyikan pula maksudmu.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sudah saatnya aku menyampaikan bahwa saatnya kita berpisah itu juga sudah dekat. Mengapa? Jika aku terlalu lama dalam elegi maka bukankah engkau itu akan segera menjadi mitos-mitosku. Maka aku juga enggan untuk menyebut sebagai orang tua berambut putih. Aku juga ingin menanggalkan julukanku sebagai orang tua berambut putih. Bukankah jika engkau terlalu lama menyebutku sebagai orang tua berambut putih maka engkau juga akan segera termakan oleh mitos-mitosku. Ketahuilah bahwa orang tua berambut putih itu adalah pikiranku. Sedagkan pikiranku adalah diriku. Sedangkan diriku adalah Marsigit. Setujukah?<br /><br />Para elegi:<br />Bagaimana kalau aku katakana bahwa Marsigit adalah pikirannya. Sedangkan pikirannya adalah ilmunya. Sedangkan ilmunya itu adalah orang tua berambut putih.<br /><br />Marsigit:<br />Maafkan aku para elegi, bolehkah aku minta tolong kepadamu. Aku mempunyai banyak murid-murid. Apalagi mereka, sedangkan engkau pula akan segera aku tinggalkan. Maka murid-muridku juga akan segera aku tinggalkan. Mengapa aku akan segera meninggalkanmu dan meninggalkan murid-muridku? Itulah suratan takdir. Jika para muridku mengikuti jejakku maka dia melakukan perjalanan maju. Sedangkan jika aku tidak segera meninggalkan muridku maka aku aku akan menghalangi perjalanannya. Aku harus member jalan kepada murid-muridku untuk melenggangkan langkahnya menatap masa depannya. <br /><br />Mahasiswa:<br />Maaf pak Marsigit. Saya masih ingin bertanya. Bagaimanakah menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari?<br /><br />Marsigit:<br />Filsafat itu meliputi semuanya yang ada dan yang mungkin ada. Padahal dirimu itu termasuk yang ada. Maka dirimu itu adalah filsafat. Seangkan kehidupan sehari-hari itu juga meliputi yang ada dan yang mungkin ada, maka kehidupan sehari-hari itu adalah filsafat. Sedangkan pertanyaanmu itu disampiang telah terbukti ada, maka pertanyaan itu adalah awal dari ilmumu. Maka untuk menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari gunakanlah metode menterjemahkan dan diterjemahkan. <br /><br />Mahasiswa:<br />Wahai Pak Marsigit, apakah sebenarnya filsafat pendidikan matematika itu? Dan apa bedanya dengan filsafat matematika? Dan apa pula bedanya dengan matematika?<br /><br />Marsigit:<br />Pengertian matematika itu ada banyak sekali, sebanyak orang yang memikirkannya. Secara implicit, menurut Socrates matematika adalah pertanyaan, menurut Plato matematika adalah ide, menurut Arstoteles, matematika adalah pengalaman, menurut Descartes matematika adalah rasional, menurut Kant matematika adalah sintetik a priori, menurut Hegel matematika itu mensejarah, menurut Russell matematika adalah logika, menurut Wittgenstain matematika adalah bahasa, menurut Lakatos matematika adalah kesalahan, dan menurut Ernest matematika adalah pergaulan. <br /><br />Mahasiswa:<br />Wahai Pak Marsigit, tetapi aku tidak pernah menemukan semua ungkapanmu itu dalam buku-buku referensi primer?<br /><br />Marsigit:<br />Ungkapan-ungkapanku itu adalah kualitas kedua atau ketiga. Kualitas kedua atau ketiga itu merupakan hasil refleksi. Filsafat adalah refleksi. Jadi hanya dapat diketahui melalui kajian metafisik.<br /><br />Mahasiswa:<br />Apa pula yang dimaksud metafisik?<br /><br />Marsigit:<br />Metafisik adalah setelah yang fisik. Maksudnya adalah penjelasanmu tentang segala sesuatu. Jadi jika engkau sudah berusaha menjelaskan sesuatu walaupun sangat sederhana, maka engkau telah melakukan metafisik. Maka dirimu itulah metafisik.<br /><br />Mahasiswa:<br />Lalu apa bedanya matematika dengan filsafat matematika?<br /><br />Marsigit:<br />Untuk matematika 3+5 = 8 itu sangat jelas dan final, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mengapa karena matematika itu adalah meneliti. Jadi 3+5=8 itu dapat dipandang sebagai hasil penelitian matematika yang sangat sederhana dan terlalu sia-sia untuk mempersoalkan. Tetapi bagi filsafat kita berhak bertanya mengapa 3+5=8. Mengapa? Karena filsafat itu refleksi. Ketahuilah 3+5=8 itu, bagi filsafat, hanya betul jika kita mengabaikan ruang dan waktu. Tetapai selama kita masih memperhatika ruang dan waktu maka kita bias mempunyai 3 buku, 3 topi, 3 hari, dst…5 pensil, 5 pikiran, 5pertanyaan, dst…Maka kita tidak bisa mengatakan 3pensil +5 topi = 8 topi, misalnya. <br /><br />Mahasiswa:<br />Lalu apa relevansinya mempelajari filsafat dengan pendidikan matematika?<br /><br />Marsigit:<br />Pendidikan itu dapat diibaratkan sebagai gerbong kereta api. Demikian juga pendidikan matematika. Filsafat itu dapat diibaratkan sebagai helicopter pengawal gerbong KA. Para pendidik, atau guru atau praktisi kependidikan jika tidak pernah mempelajari filsafat pendidikan atau filsafat pendidikan matematika, mereka itu ibarat penunmpang KA tersebut. Maka bagaimana mungkin penumpang KA bisa mengetahui semua aspek sudut-sudut gerbong KA dalam perjalanannya. Maka filsafat pendidikan matematika itu ibarat seorang penumpang KA itu keluar dari gerbong KA an kemudian naik helicopter untuk mengikuti dan memonitor laju perjalanan KA itu. Maka orang yang telah mempelajari filsafat pendidikan matematika jauh lebih kritis dan lebih dapat melihat dan mampu mengetahui segala aspek pendidikan matematika.<br /><br />Mahasiswa:<br />Aku bingung dengan penjelasanmu itu. Bisakah engkau memberikan gambaran yang lebih jelas?<br /><br />Marsigit:<br />Filsafat itu adalah refleksi. Maka filsafat pendidikan matematika adalah refleksi terhadap pendidikan matematika, meliputi refleksi terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Padahal pendidikan matematika itu meliputi guru, matematika, murid, ruang, kegiatan, alat dst..banyak sekali. Padahal guru itu mempunyai sifat yang banyak sekali. Jadi ada banyak sekali yang perlu direfleksikan. Maka dalam filsafat pendidikan matematika, tantanganmu adalah bagaimana engkau bisa memperbincangkan semua obyek-obyeknya. Maksud meperbincangkan adalah menjelaskan semua dari apa yang dimaksud dengan semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Jelaskanlah apa arti bilangan phi? Jelaskanlah apa hakekat siswa diskusi? Jelaskan apa hakekat LKS? Jelaskan apa hakekat media pembelajaran matematika? Itu semua merupakan pekerjaan filsafat pendidikan matematika? Maka bacalah elegi-elegi itu semua, maka niscaya engkau akan bertambah sensitive terhadap pendidikan matematika. Sensitivitasmu terhadap pendidikan matematika itu merupakan modal dasar bagi dirimu agar mampu merefleksikannya.<br /><br />Mahasiswa:<br />Apakah filsafat itu meliputi agama?<br /><br />Marsigit:<br />Filsafat itu olah pikir. Sedangkan agama itu tidak hanya olah pikir tetapi meliputi juga olah hati. Pikiranku tidak dapat memikirkan semua hatika. Artinya filsafat tidak mampu menjelaskan semua keyakinanku. <br /><br />Mahasiswa:<br />Apa yang engkau maksud dengan jebakan filsafat?<br /><br />Marsigit:<br />Jebakan filsafat itu artinya tidak ikhlas, tidak sungguh-sungguh, palsu, menipu, pura-pura, dsb. Maka jika engkau mempelajari filsafat hanya untuk mengejar nilai, itu adalah jebakan filsafat. Jika para guru peserta pelatihan, kemudian enggan melaksanakan hasil-hasil pelatihan setelah selesai pelatihan, itu adalah jebakan filsafat. Jika engkau pura-pura disipli maka itu jebakan filsafat. Maka bacalah lagi elegi jebakan filsafat.<br /><br />Mahasiswa:<br />Apa pantangan belajar filsafat?<br /><br />Marsigit:<br />Belajar filsafat itu tidak boleh sepotong-sepotong. Kalimat-kalimat filsafat juga tidak bisa diambil sepenggal-penggal. Karena jika demikian maka tentu akan diperoleh gambaran yang tidak lengkap. Pantangan yang lain adalah jangan gunakan filsafat itu tidak sesuai ruang dan waktunya. Jika engkau bicara dengan anak kecil perihal hakekat sesuatu maka engkau itu telah menggunakan filsafat tidak sesuai dengan ruang dan waktunya.<br /><br />Mahasiswa:<br />Apa tujuan utama mempelajari filsafat?<br /><br />Marsigit:<br />Tujuan mempelajari filsafat adalah untuk bisa menjadi saksi. Mempelajari filsafat pendidikan matematika untuk menjadi saksi tentang pendidikan matematika. Tidaklah mudah menjadi saksi itu. Jika ada seminar tentang pendidikan matematika, tetapi engkau tidak ikut padahal mestinya engkau bisa ikut, maka engkau telah gagal menjadi saksinya pendidikan matematika. Itu hanyalah satu contoh saja. Jika ada perubahan kurikulum tentang pendidikan matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu padahal engkau mestinya bisa, maka engkau telah kehilangan kesempatanmu menjadi saksi. Jika ada praktek-praktek pembelajaran matematika yang tidak sesuai dengan hakekat matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu maka engkau telah gagal menjadi saksi. Dst.<br /><br />Mahasiswa:<br />Wahai Pak Marsigit, kenapa engkau melakukan ujian-ujian untuk kuliah filsafat pendidikan matematika? Padahal aku sangat ketakutan dengan ujian-ujian. <br /><br />Marsigit:<br />Ujian itu ada dan jika keberadaannnya tersebar sampai kemana-mana untuk berbagai kurun waktu maka mungkin ujian itu termasuk sunatullah. Maka aku mengadakan ujian itu juga dalam rangka menjalani suratan takdir. Padahal bagiku tidaklah mudah untuk mengujimu, karena akan sangat berat mempertangungjawabkannya. <br /><br />Mahasiswa:<br />Kenapa bapak kelihatan berkemas-kemas mau meninggalkanku?<br /><br />Marsigit:<br />Aku tidak bisa selamanya bersamamu. Paling tidak itu fisikku, tenagaku, energiku, ruangku dan waktuku. Tetapi ada hal yang tidak dapat dipisahkan antara aku dan engkau, yaitu ilmuku dan ilmumu. Diantara ilmuku dan ilmuku ada yang tetap, ada yang sama, ada yang. Tetapi komunikasi kita tidak hanya tentang hal yang sama. Kita bisa berkomunikasi tentang kontradiksi kita masing-masing dan kebenaran kita masing-masing.<br /><br />Mahasiwa:<br />Apa bekalku untuk berjalan sendiri tanpa kehadiranmu?<br /><br />Marsigit:<br />Ketahuilah bahwa akhir dari pertemuan kita dalam ruang dan waktu yang ini, adalah awal dari perjuangan kita masing-masing. Engkau semua akan memasukki hutan rimbanya kehidupan yang sebenarnya di masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan matematika. Ketahuilah salah satu hasil yang engkau peroleh dari belajar filsafat adalah kemerdekaan berpikir, kemandirian, keterampilan dan daya kritis, serta keteguhan hati. Itulah bekal yang engkau miliki. Selalu berusaha tingkatkanlah dimensi pikiran dan hatimu, dengan cara menterjemahkan dan diterjemahkan. <br /><br />Mahasiswa:<br />Bagaimana tentang elegi-elegimu itu?<br /><br />Marsigit:<br />Bacalah elegi-elegi itu. Itu adalah karya-karyaku yang semata-mata aku berikan kepadamu. Tetapi bacalah elegi-elegi dengan daya kritismu, karena engkau telah paham bahwa setiap kata itu adalah puncaknya gunung es. Maka sebenar-benar ilmumu adalah penjelasanmu tentang kata-kata itu. <br /><br />Mahasiswa:<br />Bagaimana dengan elegiku?<br /><br />Marsigit:<br />Buatlah dan gunakan elegi itu sebagai latihan untuk memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Tetapi gunakan dia itu sesuai dengan ruang dan waktunya. Sebenar-benar tantanganmu itu bukanlah elegi, tetapi adalah kemampuanmu menjelaskan semua yang ada dan yang mungkin ada dari pendidikan matematika. Sedangkan tugasmu adalah bagaimana murid-muridmu juga mampu mengetahui dan menjelaskan yang ada dan yang mungkin ada dari matematika sekolah yang mereka pelajari. Jika engkau ingin mengetahui dunia, maka tengoklah pikiranmu. Maka dunia matematika itu adalah pikiran siswa. Jadi matematika itu adalah siswa itu sendiri. Motivasi adalah siswa itu sendiri. Apersepsi adalah siswa itu sendiri. Maka berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam mengelola tugas-tugasmu. Tugas-tugasmu adalah kekuasaanmu. Maka godaan yang paling besar bagi orang yang berkuasa adalah menggunakan kekuasaanmu. Padahal sifat dari kekuasaanmu itu selalu menimpa dan tertuju kepada obyek kekuasaanmu. Siapakah obyek kekuasaanmu itu. Tidak lain tidak bukan adalah murid-muridmu. Tiadalah daya dan upaya bagi murid-muridmu itu dalam genggaman kekuasaanmu kecuali hanya bersaksi kepada rumput yang bergoyang. Tetapi ingatlah bahwa suara rumput itu suara Tuhan. Maka barang siapa menyalahgunakan kekuasaan, dia itulah tergolong orang-orang yang berbuat dholim. Maka renungkanlah.<br /><br />Mahasiswa:<br />Terimakasih pak Marsigit.<br /><br />Marsigit:<br />Maafkan jika selama ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Pakailah yang baik dariku, dan campakkan yang buruk dariku. Semoga kecerdasan pikir dan kecerdasan hati senantiasa menyertaimu. Semoga kita semua selalu mendapat rakhmat dan hidayah dari Allah SWT. Amien. …Selamat berjuang.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-3847450233936377982009-05-14T01:39:00.001+07:002009-05-14T01:39:56.415+07:00Elegi Perbincangan Para BanyakOleh Marsigit<br />(Khusus untuk perbincangan filsafat, dan bukan untuk referensi langsung ke pembelajaran matematika)<br /><br />Para banyak:<br />Wahai orang tua berambut putih, sebentar dulu...janganlah tergesa pergi... Aku para banyak masih ingin menyampaikan pemikiranku kepadamu. Selama ini tiadalah orang itu peduli terhadapku dan terhadap para anggotaku. Tetapi aku selalu tertimpakan oleh pemikiran, sikap dan perbuatan mereka. Kalau yang lain juga sudah menyampaikan pemikiran melalui berbagai forum misalnya konferensi, seminar,perbincangan, dst, maka kami juga ingin melakukan hal yang sama.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Oh engkau para banyak. Aku minta maaf belum bisa memberimu kesempatan untuk menyampaikan pemikiranmu dan para anggotamu. Sebetulnya aku untuk sementara akan off dulu, untuk memberikan kesempatan para subyek dan para obyek merenungkan pemikirannya. Tetapi ternyata engkau telah mendatangiku. Baiklah, silahkan.<br /><br />Satu:<br />Kenalkan, aku adalah satu. Satu adalah anggota dari para banyak. Tiadalah banyak itu tanpa pernah dimulai dari diriku. Satu itu bukanlah satu. Oleh karena satu itu bukan satu, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan satu. Padahal engkau tahu bahwa satu itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan satu di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan satu buku, satu pensil, satu guru, satu siswa, satu lautan, satu bicara, satu pikiran, satu pendapat, satu tingkat, satu dimensi, satu dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa satu itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar satu, yaitu bahwa satu adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Dua:<br />Kenalkan, aku adalah dua. Dua adalah anggota dari para banyak. Dua itu bukanlah dua. Oleh karena dua itu bukan dua, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan dua. Padahal engkau tahu bahwa dua itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan dua di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan dua buku, dua, pensil, dua guru, dua siswa, dua lautan, dua bicara, dua pikiran, dua pendapat, dua tingkat, dua dimensi, dua dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa dua itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar dua, yaitu bahwa dua adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Tiga:<br />Kenalkan, aku adalah tiga. Tiga adalah anggota dari para banyak. Tiga itu bukanlah tiga. Oleh karena tiga itu bukan tiga, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan tiga. Padahal engkau tahu bahwa tiga itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan tiga di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan tiga buku, tiga pensil, tiga guru, tiga siswa, tiga lautan, tiga bicara, tiga pikiran, tiga pendapat, tiga tingkat, tiga dimensi, tiga dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa tiga itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar tiga, yaitu bahwa tiga adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Empat:<br />Kenalkan, aku adalah empat. Empat adalah anggota dari para banyak. Empat itu bukanlah empat. Oleh karena empat itu bukan empat, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan empat. Padahal engkau tahu bahwa empat itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan empat di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan empat buku, empat pensil, empat guru, empat siswa, empat lautan, empat bicara, empat pikiran, empat pendapat, empat tingkat, empat dimensi, empat dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa empat itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar empat, yaitu bahwa empat adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Lima:<br />Kenalkan, aku adalah lima. Lima adalah anggota dari para banyak. Lima itu bukanlah lima. Oleh karena lima itu bukan lima, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan lima. Padahal engkau tahu bahwa lima itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan lima di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan lima buku, lima pensil, lima guru, lima siswa, lima lautan, lima bicara, lima pikiran, lima pendapat, lima tingkat, lima dimensi, lima dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa lima itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar lima, yaitu bahwa lima adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Banyak:<br />Kenalkan, aku adalah banyak. Banyak adalah anggota dari para banyak. Banyak itu bukanlah banyak. Oleh karena banyak itu bukan banyak, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan banyak. Padahal engkau tahu bahwa banyak itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan banyak di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan banyak buku, banyak pensil, banyak guru, banyak siswa, banyak lautan, banyak bicara, banyak pikiran, banyak pendapat, banyak tingkat, banyak dimensi, banyak dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa banyak itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar banyak, yaitu bahwa banyak adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Para banyak:<br />Kenalkan, aku adalah para banyak. Para banyak adalah anggota dari para banyak. Para banyak itu bukanlah para banyak. Oleh karena para banyak itu bukan para banyak, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan para banyak. Padahal engkau tahu bahwa para banyak itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan para banyak di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan para banyak buku, para banyak pensil, para banyak guru, para banyak siswa, para banyak lautan, para banyak bicara, para banyak pikiran, para banyak pendapat, para banyak tingkat, para banyak dimensi, para banyak dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa para banyak itu ada para banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar para banyak, yaitu bahwa para banyak adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak. <br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Lantas, apa masalahmu jika engkau semua telah menyampailkan pemikiranmu?<br /><br />Para banyak:<br />Yang menjadi masalah adalah sulitnya manusia memahami tentang satu bukanlah satu, dua bukanlah dua, tiga bukanlah tiga, empat bukanlah empat, lima bukanlah lima, dan banyak bukanlah banyak, serta para banyak bukanlah para banyak.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Apa pentingnya memahami hal yang demikian itu?<br /><br />Para banyak:<br />Jika mereka belum memahami para banyak maka mereka akan mengalami kesulitan untuk memahami obyek yang bicara, mengalami kesulitan untuk memahami subyek yang menjadi obyek, mengalami kesulitan untuk memahami obyek yang menjadi subyek, mengalami kesulitan untuk memahami kuasa yang dikuasai, mengalami kesulitan untuk memahami yang ada dan yang mungkin ada, mengalami kesulitan untuk memahami tetap yang berubah, mengalami kesulitan untuk memahami berubah yang tetap, mengalami kesulitan untuk memahami benar yang salah, mengalami kesulitan untuk memahami salah yang benar, mengalami kesulitan untuk memahami baik yang buruk, mengalami kesulitan untuk memahami buruk yang baik, mengalami kesulitan untuk memahami awal yang tidak berawal, mengalami kesulitan untuk memahami akhir yang tidak berakhir, mengalami kesulitan untuk memahami pertanyaan yang bukan pertanyaan, mengalami kesulitan untuk memahami reduksi menuju kelengkapan, mengalami kesulitan untuk memahami kelengkapan yang tereduksi, mengalami kesulitan untuk memahami hidup yang mati, mengalami kesulitan untuk memahami mati yang hidup, mengalami kesulitan untuk memahami dunia di syurga, mengalami kesulitan untuk memahami syurga di dunia, mengalami kesulitan untuk memahami dunia di neraka, mengalami kesulitan untuk memahami neraka di dunia, mengalami kesulitan untuk memahami logosnya mitos, mengalami kesulitan untuk memahami mitosnya logos, mengalami kesulitan untuk memahami pikiran di hati, mengalami kesulitan untuk memahami hati di pikiran, mengalami kesulitan untuk memahami guru sebagai siswa, mengalami kesulitan untuk memahami siswa sebagai guru, mengalami kesulitan untuk memahami hakekat dibalik penampakan, mengalami kesulitan untuk memahami elegi-elegi, mengalami kesulitan untuk memahami merterjemahkan dan diterjemahkan, mengalami kesulitan untuk memahami memperbincangkan segala yang ada dan yang mungkin ada, mengalami kesulitan untuk memahami fatamorgana, mengalami kesulitan untuk mengenali para mitos, dan mengalami kesulitan untuk mengenali musuh-musuh hati.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Wahai para banyak. Sungguh mulia hatimu itu. Sungguh agung pemikiranmu itu. Semoga pemikiran-pemikiranmu itu dapat dibaca oleh para logos, sehingga para logos itu bisa selalu mengatasi para mitos-mitosnya. Mudah-mudahan uraianmu ini juga bisa menjadi jawaban dan solusi bagi yang masih kesulitan memahami elegi-elegi. Dan semoga apa yang telah engkau sampaikan dapat mencerdaskan kita semua dan menambah iman dan taqwa kita kepa Allah SWT. Amien.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-14162603067566719172009-05-11T02:03:00.003+07:002009-05-11T22:19:00.528+07:00Elegi Wawancara Orang Tua Berambut PutihOleh Marsigit<br /><br />Wartawan:<br />Apa yang engkau maksud elegi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Elegi itu adalah nyanyian susah<br /><br />Wartawan:<br />Kenapa engkau gunakan elegi sebagai judul setiap karangan bebasmu?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Untuk menggambarkan betapa susahnya memahami isi karyaku itu.<br /><br />Wartawan:<br />Kenapa engkau buat elegi-elegi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Elegi adalah salah satu cara yang aku gunakan untuk mengkomunikasikan filsafat tanpa menyebut-sebut filsafat.<br /><br />Wartawan:<br />Apa maksud tanpa menyebut-sebut filsafat?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Biasanya orang berpendapat filsafat itu sulit. Banyak juga orang yang berpendapat bahwa filsafat itu tak bermanfaat atau bahkan sesat. <br /><br />Wartawan:<br />Lantas, kalau memang demikian, lalu kenapa?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Justeru itulah, melalui elegi-elegi aku ingin menunjukkan bahwa tidaklah demikian. Filsafat itu sangat dekat dan dekat sekali dengan kita. Bahkan aku dapat katakan bahwa filsafat itu adalah diri kita. melalui elegi itu aku juga berusaha menunjukkan bahwa kajian filsafat itu banyak manfaatnya dan langsung bersentuhan dengan kehidupan manusia.<br /><br />Wartawan:<br />Lalu apa yang dimaksud dengan tanpa menyebut-sebut filsafat?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Tantangan bagi orang yang berfilsafat adalah bagaimana menjelaskan filsafat itu dengan bahasa yang paling mudah dipahami. Sedangkan kata filsafat itu sendiri merupakan istilah yang sulit dipahami.<br /><br />Wartawan:<br />Bagaimana awalnya engkau membuat elegi.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Elegi itu muncul sebagai kebutuhan. Aku merasa perlu mengembangkan komunikasi filsafat dalam bentuk yang netral, tidak menyuruh, tidak memaksa, lebih bersifat empati tetapi tetap memuat tesis-tesis filsafat.<br /><br />Wartawan:<br />Apa referensi yang engkau gunakan untuk membuat elegi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Ketahuilah bahwa referensi itu ada banyak ragamnya. Sumber pertama yang langsung dari pelakunya, itu disebut sumber primer (pertama). Jika sumber itu merupakan penuturan dari orang lain, maka sumber tersebut disebut sumber seconder (kedua). Sedangkan elegi-elegi ini aku susun berdasarkan refleksi pengalamanku. Balam elegi-elegi ini, sumber pertama dan kedua adalah sebagai inspirasi saja. Sedangkan yang paling pokok dan paling banyak adalah refleksi <br />pengalaman saya setelah membaca filsafat dan mengalami kehidupan langsung.<br /><br />Wartawan:<br />Metode apa yang anda gunakan untuk menyusun elegi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Untuk menyususun elegi ini, aku menggunakan beberapa peralatan meliputi: bahasa analog, reduksi atau penyederhanaan, kelengkapan, pengandaian, personifikasi, pengembangan pola, korespondensi (isomorphisma), teleologi, phenomenologi, induksi, deduksi, berpikir kritis, membuat pertanyaan-pertanyaan, membuat figur orang tua berambut putih, komunikasi, <br />menterjemahkan dan diterjemahkan.<br /><br />Wartawan:<br />Siapakah orang tua berambut putih.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Orang tua berambut putih adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu berasal dari pertanyaan-pertanyaan, jawaban-jawaban, sampai batas pikiranmu. Maka orang tua berambut putih itu dapat berupa pertanyaan-pertanyaan, tesis-tesis, anti-tesis, sintesis, dan semuanya yang tergolong olah pikir. Jadi orang tua berambut putih itu juga bisa berarti filsafat. Jika dia diartikan sebagai sipembawa pesan filsafat, bolehlah, khusus dalam elegi ini, jika engkau artikan bahwa elegi itu adalah dosen filsafat, setidak-tidaknya orang tua berambut putih itu adalah pikiranku, yaitu pikiran seorang Marsigit.<br /><br />Wartawan:<br />Bagaimana seseuatu elegi itu muncul?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Sekali lagi aku katakan bahwa elegi itu muncul karena kebutuhan. Ketika aku melihat situasi lingkungan tertentu dimana saya merasa perlu mengungkapkannya maka aku buatlah elegi.<br /><br />Wartawan:<br />Kenapa antara beberapa elegi ada yang terkesan kontradiksi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Ketahuilah bahwa hidup itu kontradiksi. Hakekat berubah dan hakekat diam itu kelihatannya kontradiksi. Tetapi keduanya itu ada. Maka aku mengkhawatirkan jika ada seseorang hanya berhenti sampai hakekat perubahan saja, karena hal yang demikian berarti dia hanya berpikir parsial.<br /><br />Wartawan:<br />Kenapa kuliah filsafat pendidikan matematika, kelihatannya lebih banyak filsafatnya, lalu apa hubungan antara filsafat dan filsafat matematika?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Ketahuilah bahwa filsafat itu dapat ditaruh di depan apapun. Maka kita punya filsafat matematika, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat negara, filsafat umum, filsafat alam, ..dst. Apapun filsafatnya, maka filsafat itu selalu mempunyai 3 jalur utama yaitu ontologi (ilmu hakekat), epistemologi (ilmu cara), dan aksiologi (etik dan estetika). Hal yang paling berat bagi orang yang ingin mempelajari filsafat adalah pada bagian depan, yaitu ada filsafat umum. Jika ini sudah dipahami, maka untuk mempelajari filsafat-filsafat yang lain, misalnya filsafat pendidikan matematika, kita tinggal tarik analogi-analogi dan benang merahnya.<br /><br />Wartawan:<br />Apakah akan ada elegi-elgi tentang matematika atau pendidikan matematika.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Tentu bisa saja hal demikian itu dibuat oleh para mahasiswa untuk latihan.<br /><br />Wartawan:<br />Apa sebetulnya tujuan utama atau visi dibuatnya elegi.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Elegi dibuat sebagai sarana berlatih memberbincangkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka mahasiswa matematika itu perlu kemampuan memperbincangkan semua matematika yang ada dan yang mungkin ada. Sebagai seorang guru, maka perlu mempunyai keterampilan memperbincangkan semua yang ada dan yang mungkin ada.<br /><br />Wartawan:<br />Apa yang dimaksud sebagai memperbincangkan.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Bukan subyek yang bicara, bukan dosen yang bicara, bukan guru yang bicara. Jika mereka itu yang bicara, maka bicaranya bersifat otoriter, merayu, membujuk atau memaksa para siswa untuk percaya. Tetapi yang bicara adalah para obyek, para mahasiswa dan pada siswa serta semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka sebetulnya yang ada dan yang mungkin ada itu berhak bicara. Jika anda telah mampu memperbincangkan mereka maka kemampuanmu itu mempunyai dimensi setingkat lebih tinggi.<br /><br />Wartawan:<br />Apa yang engkau maksud dengan yang ada dan yang mungkin ada?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Yang ada dan yang mungkin ada itu adalah obyek kajian filsafat.<br /><br />Wartawan:<br />Apakah engkau akan terus membuat elegi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Belum tahu, karena elegi merupakan kebutuhan. <br /><br />Apa sisi kelemahan elegi:<br />Satu-satunya kelemahan atau sisi kekurangan elegi adalah jika dia digunakan tidak sesuai ruang dan waktunya.<br /><br />Wartawan:<br />Apa yang dimaksud digunakan tidak sesuai ruang dan waktunya?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Elegi itu hanya untuk sarana berpikir filsafat. Itu saja hanya salah satu. Jadi porsinya memang perlu dibatasi. Dia juga bukan suatu topik pembelajaran. Jadi elegi itu tidak cocok untuk digunakan pada pembelajaran disekolah. Tetapi substansinya itulah yang di ambil.<br /><br />Wartawan:<br />Apa yang dimaksud substansi?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Seorang guru matematika hendaknya tidak hanya hapal rumus. Jika seorang guru matematika mendidik siswa dengan hanya menghapal rumus, itu namanya mitos. Maka guru seharusnya mengetahui apa makna dibalik dalil Pythagoras. Maka guru juga berusaha agar siswanya mengetahui apa makna dibalik dalil Pythagoras. Begitu saja maksudnya.<br /><br />Wartawan:<br />Apa beda mitos dan patung filsafat? Apa beda logos dan orang tua berambut putih?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Mitos adalah patung filsafat. Logos adalah orang tua berambut putih.<br /><br />Wartawan:<br />Mengapa sering banyak cerita dalam elegi selalu berakhir kepada hati atau Tuhan?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Filsafat itu tergantung orangnya. Dia bisa berangkat dari mana saja, melalui mana saja, dan berhenti di mana saja dan tentu kapan saja. Elegi-elgi ini setidaknya menggambarkan keadaan diriku atau filsafatku.<br /><br />Wartawan:<br />Bagaimana peran para filsof?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Filsafat adalah pikiran para filsuf. Jadi tiadalah artinya kita bicara filsafat jika kita tidak membicarakan pikiran para filsufnya.<br /><br />Wartawan:<br />Tetapi kenapa dalam elegi ini jarang muncul pemikiran para filsuf?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Pemikiran mereka tersembunyi atau muncul secara implisit.<br /><br />Wartawan:<br />Diantara elegi-elegi apakah terdapat elegi favorit dan elegi kurang favorit?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Tentu ada. Elegi favoritku adalah elegi yang memberi inspirasi kepada berdayanya obyek dan terhindarnya eksploitasi dari subyek. Sedangkan elegi yang tidak demikian itu kurang favorit bagi saya. <br /><br />Wartawan:<br />Terimakasih<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Terimakasih kembali.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-32404582372421576562009-05-10T14:00:00.001+07:002009-05-10T14:04:34.903+07:00Elegi Perbincangan Para SamaOleh Marsigit<br /><br />Para sama:<br />Mendengar konferensi para beda, geram rasanya aku ini. Para beda telah mengambil kesimpulan seakan-akan hanyalah mereka yang ada dan yang berhak ada. Dengan kesimpulan para beda tersebut seakan-akan aku dan pengikutku telah habis da finis dan telah hilang tertelan bumi. Padahal tidaklah demikian adanya. Bukankah setiap hari para manusia selalu memanggilku, memerlukanku, dan menggunakanku. Kalau begitu dengan ini aku akan memberi kesempatan kepada pengikutku untuk menyarakan suara hatinya. Silahkan.<br /><br />Ontologi sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah ontologi sama. Ketahuilah ontologi sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi sama yang dipikirkan manusia adalah sama relatif. Sedangkan sebenar-benar sama adalah sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Perasaan sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah perasaan sama. Ketahuilah perasaan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan perasaanmu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku rasakan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi perasaan sama yang dipikirkan manusia adalah perasaan relatif. Sedangkan sebenar-benar perasaan adalah perasaan absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Pikiran sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah pikiran sama. Ketahuilah pikiran sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi pikiran sama yang dipikirkan manusia adalah pikiran sama relatif. Sedangkan sebenar-benar pikiran sama adalah pikiran sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Penampakan sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah penampakan sama. Ketahuilah penampakan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang berpenampakan sama. Jikalau engkau tampakkan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku tampakkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi penampakkan sama yang dipikirkan manusia adalah penampakkan sama relatif. Sedangkan sebenar-benar penampakan sama adalah penampakan sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Hukum dan aturan sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah hukum dan aturan sama. Ketahuilah hukum dan aturan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang berhukum dan beraturan sama. Jikalau engkau buat hukum dan aturan dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku dan engkau tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu telah engkau buat hukum dan aturannya. Padahal aku dan engkau tahu hukum dan aturan itu bukanlah untuk diri sendiri. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu yang mempunyai hukum dan aturan yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi hukum dan aturan yang dipikirkan manusia adalah hukum dan aturan sama relatif. Sedangkan sebenar-benar hukum dan aturan sama adalah hukum dan aturan sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Nasib sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah nasib sama. Ketahuilah nasib sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang bernasib sama. Jikalau engkau katakan tentang nasib sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa nasib itu berasal dari Tuhan. Maka aku tahu bahwa ketentuan nasib dari Tuhan yang satu itu berlaku untuk semuanya. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai nasib yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi nasib sama yang dipikirkan manusia adalah nasib sama relatif. Sedangkan sebenar-benar nasib sama adalah nasib sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Sifat-sifat sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah sifat-sifat sama. Ketahuilah sifat-sifat sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang mempunyai sifat-sifat sama. Jikalau engkau katakan suatu sifat dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa semua sifat-sifat yang ada berasal dari Tuhan. Maka aku tahu bahwa sifat-sifat sama dari Tuhan yang satu itu berlaku untuk semuanya. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai sifat-sifat yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi sifat-sifat sama yang dipikirkan manusia adalah sifat-sifat sama relatif. Sedangkan sebenar-benar sifat-sifat sama adalah sifat-sifat sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tanda sama:<br />Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah tanda sama. Ketahuilah tanda sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang tidak dapat menggunakan tanda sama. Jikalau engkau gunakan tanda sama untuk sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan sebagai sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi tanda sama yang dipikirkan manusia adalah tanda sama relatif. Sedangkan sebenar-benar tanda sama adalah tanda sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Para beda protes:<br />Wahai para sama, janganlah engkau mengacaukan rencanaku. Aku telah proklamasikan bahwa tiadalah sesuatu di muka bumi ini tidak berbeda. Tetapi mengapa engkau sekarang proklamasikan bahwa tiadalah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada itu tidak ada yang sama?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Maaf aku datang tepat setelah pertanyaanmu. Mungkin kita perlu rencanakan pertemuan lanjutan untuk membahas masalah ini.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-25501311850583695852009-05-10T11:47:00.001+07:002009-05-10T11:47:53.926+07:00Elegi Perbincangan Para TepatOleh Marsigit<br /><br />Para tepat:<br />Aku merasa dimana-mana terdapat perbedaan tentang tepat. Diantara para anggotaku sudah mulai transparan menampilkan egonya masing-masing, sehingga terjadi keresahan. Tidaklah salah bila sekali waktu aku juga ingin mengundang para anggotaku itu untuk secara transparan pula menyampaikan visi dan misinya tentang tepat. Silahkan.<br /><br />Tepat waktu:<br />Aku adalah tepat waktu. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat waktu jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat waktu keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan waktu yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat waktu itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat waktu yang dipikirkan manusia itu adalah tepat waktu relatif. Maka sebenar-benar tepat waktu adalah tepat waktu absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan. <br /><br />Tepat ruang:<br />Aku adalah tepat ruang. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat ruang jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat ruang keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan ruang yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat ruang itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi ruang yang dipikirkan manusia itu adalah tepat ruang relatif. Maka sebenar-benar tepat ruang adalah tepat ruang absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan. <br /><br />Tepat logos:<br />Aku adalah tepat logos. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat logos jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat logos keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan logos yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat logos itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat logos yang dipikirkan manusia itu adalah tepat logos relatif. Maka sebenar-benar tepat logos adalah tepat logos absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat hati:<br />Aku adalah tepat hati. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat hati jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat hati keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan hati yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat hati itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat hati yang dipikirkan manusia itu adalah tepat hati relatif. Maka sebenar-benar tepat hati adalah tepat hati absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat tindakan:<br />Aku adalah tepat tindakan. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat tindakan jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat tindakan keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan tindakan yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat tindakan itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat tindakan yang dipikirkan manusia itu adalah tepat tindakan relatif. Maka sebenar-benar tepat tindakan adalah tepat tindakan absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat kesimpulan:<br />Aku adalah tepat kesimpulan. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat kesimpulan jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat kesimpulan keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan kesimpulan yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat kesimpulan itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat kesimpulan yang dipikirkan manusia itu adalah tepat kesimpulan relatif. Maka sebenar-benar tepat kesimpulan adalah tepat kesimpulan absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat subyek:<br />Aku adalah tepat subyek. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat subyek jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat subyek keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan subyek yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat subyek itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat subyek yang dipikirkan manusia itu adalah tepat subyek relatif. Maka sebenar-benar tepat subyek adalah tepat subyek absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat obyek:<br />Aku adalah tepat obyek. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat obyek jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat obyek keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan obyek yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat obyek itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat obyek yang dipikirkan manusia itu adalah tepat obyek relatif. Maka sebenar-benar tepat obyek adalah tepat obyek absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat sifat:<br />Aku adalah tepat sifat. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat sifat jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat sifat keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan sifat yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat sifat itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat sifat yang dipikirkan manusia itu adalah tepat sifat relatif. Maka sebenar-benar tepat sifat adalah tepat sifat absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat metode:<br />Aku adalah tepat metode. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat metode jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat metode keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan metode yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat metode itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat metode yang dipikirkan manusia itu adalah tepat metode relatif. Maka sebenar-benar tepat metode adalah tepat metode absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat sasaran:<br />Aku adalah tepat sasaran. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat sasaran jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat sasaran keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan sasaran yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat sasaran itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat sasaran yang dipikirkan manusia itu adalah tepat sasaran relatif. Maka sebenar-benar tepat sasaran adalah tepat sasaran absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat program:<br />Aku adalah tepat program. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat program jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat program keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan program yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat program itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat program yang dipikirkan manusia itu adalah tepat program relatif. Maka sebenar-benar tepat program adalah tepat program absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat bicara:<br />Aku adalah tepat bicara. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat bicara jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat bicara keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan bicara yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat bicara itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat bicara yang dipikirkan manusia itu adalah tepat bicara relatif. Maka sebenar-benar tepat bicara adalah tepat bicara absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat mendengar:<br />Aku adalah tepat mendengar. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat mendengar jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat mendengar keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan mendengar yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat mendengar itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat mendengar yang dipikirkan manusia itu adalah tepat mendengar relatif. Maka sebenar-benar tepat mendengar adalah tepat mendengar absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat melihat:<br />Aku adalah tepat melihat. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat melihat jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat melihat keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan melihat yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat melihat itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat melihat yang dipikirkan manusia itu adalah tepat melihat relatif. Maka sebenar-benar tepat melihat adalah tepat melihat absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat menulis:<br />Aku adalah tepat menulis. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat menulis jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat menulis keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan menulis yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat menulis itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat menulis yang dipikirkan manusia itu adalah tepat menulis relatif. Maka sebenar-benar tepat menulis adalah tepat menulis absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat perintah:<br />Aku adalah tepat perintah. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat perintah jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat perintah keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan perintah yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat perintah itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat perintah yang dipikirkan manusia itu adalah tepat perintah relatif. Maka sebenar-benar tepat perintah adalah tepat perintah absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.<br /><br />Tepat memilih:<br />Aku adalah tepat memilih. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat memilih jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat memilih keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan memilih yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat memilih itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat memilih yang dipikirkan manusia itu adalah tepat memilih relatif. Maka sebenar-benar tepat memilih adalah tepat memilih absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-31936027143583190642009-05-10T10:17:00.001+07:002009-05-10T10:19:09.068+07:00Elegi Perbincangan Bukan Benar dan Bukan SalahOleh Marsigit<br /><br />Bukan benar dan bukan salah:<br />Kami-kami ini adalah bukan benar dan bukan salah. Kami bukan benar tetapi kami juga bukan salah. Selama ini memang kami merasa terpinggirkan oleh hak istimewa yang diperoleh benar dan salah. Tetapi tidak apalah, kami juga ingin selalu menjaga silaturahim diantara bukan benar dan bukan salah. Setelah saya identifikasi, ternyata cukup banyak juga anggotaku itu.<br /><br />Pertanyaan:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah pertanyaan. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat pertanyaan yang benar atau pertanyaan yang salah. Padahal aku sekedar bertanya. Menurutku pertanyaanku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara anggotamu. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan pertanyaan-pertanyaanku, karena pertanyaanku itu sesungguhnya bukanlah benar dan bukanlah salah. <br /><br />Keadaan:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah keadaan. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat keadaan yang benar atau keadaan yang salah. Padahal aku sekedar keadaan. Menurutku keadaanku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara anggotamu. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan keadaan-keadaanku, karena keadaanku itu sesungguhnya bukanlah tentang keadaanbenar dan bukanlah tentang keadaan salah. <br /><br />Waktu:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah waktu. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat waktu yang benar atau waktu yang salah. Padahal aku sekedar waktu. Menurutku waktuku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan waktu-waktuku, karena waktuku itu sesungguhnya bukanlah tentang waktu benar dan bukanlah tentang waktu salah. <br /><br />Ruang:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah ruang. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat ruang yang benar atau ruang yang salah. Padahal aku sekedar ruang. Menurutku ruangku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan ruang-ruangku, karena ruangku itu sesungguhnya bukanlah tentang ruang benar dan bukanlah tentang ruang salah. <br /><br />Persepsi:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah persepsi. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat persepsi yang benar atau persepsi yang salah. Padahal aku sekedar persepsi. Menurutku persepsiku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan persepsi-persepsiku, karena persepsiku itu sesungguhnya bukanlah tentang persepsi benar dan bukanlah tentang persepsi salah. <br /><br />Logika:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah logika. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat logika yang benar atau logika yang salah. Padahal aku sekedar logika. Menurutku logika itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan logika-logikaku, karena logika itu sesungguhnya bukanlah tentang logika benar dan bukanlah tentang logika salah. <br /><br />Benar:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah benar. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat benar yang benar atau benar yang salah. Padahal aku sekedar benar. Menurutku benar itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan benar-benar, karena benar itu sesungguhnya bukanlah tentang benar benar dan bukanlah tentang benar salah. <br /><br />Salah:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah salah. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat salah yang benar atau benar yang salah. Padahal aku sekedar salah. Menurutku salah itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan salah-salah, karena salah itu sesungguhnya bukanlah tentang salah benar dan bukanlah tentang salah salah. <br /><br />Bukan benar:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah bukan benar. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat bukan benar yang benar atau bukan benar yang salah. Padahal aku sekedar bukan benar. Menurutku bukan benar itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan bukan benar-bukan benar, karena bukan benar itu sesungguhnya bukanlah tentang bukan benar benar dan bukanlah tentang bukan benar salah. <br /><br />Bukan salah:<br />Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah bukan salah. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat bukan salah yang benar atau bukan salah yang salah. Padahal aku sekedar bukan salah. Menurutku bukan salah itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan bukan salah-bukan salah, karena bukan salah itu sesungguhnya bukanlah tentang bukan salah benar dan bukanlah tentang bukan salah salah. <br /><br />Benar dan salah protes:<br />Wahai semuanya, sungguh lihai engkau mengelabuiku. Bagiku tiadalah ada di dunia ini yang tidak termasuk ke dalam benar atau salah. Aku tidak mempercayaimu. Ketidakpercayaanku terhadap dirimu, itu adalah pertanda bahwa engkau itu tidak benar. Wahai bukan benar dan bukan salah, kendalikanlah anggota-anggotamu itu, supaya tidak melampaui batas. Tetapi aku juga sedikit ragu apakah protesku ini benar atau salah?<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Nantikan elegi berikutnya, mungkin akan ada jawaban dari para logos.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-5809908462345366362009-05-08T14:34:00.002+07:002009-05-08T14:51:11.309+07:00Elegi Konferensi Para BedaOleh Marsigit<br /><br />Logos:<br />Ternyata urusanku itu tidak habis-habisnya. Satu persoalan dapat aku selesaikan, maka muncul persoalan yang lainnya. Sekarang aku menyaksikan fenomena lagi yang mungkin perlu kontribusiku untuk penyelesaiannya. Aku melihat sedang terjadi kegelisahan luar biasa dari para “BEDA”. Setelah aku cermati ternyata kegelisahan tersebut hampir erjadi di mana-mana. Oleh karena itu aku akan selenggarakan konferensi para beda. Wahai para beda, silahkan engkau presentasi karya-karyamu dalam konferensiku ini.<br /><br />Ontologi Beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah ontologi beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuati itu tidak berbeda. Dua orang kembar sekalipun, mereka adalah berbeda. Jikalaupun segala sesuatu tidak berbeda, maka bukankah mereka terlahir pada menit yang beda. Jika mereka toh terlahir pada menit yang tidak berbeda, maka begitu lahir mereka juga menempati ruang yang berbeda. Tidaklah mungkin mereka itu diletakkan semuanya di kiri, semuanya di kanan, semuanya di atas, semuanya di bawa. Begitu lahir mereka juga telah diperlakukan dengan berbeda. Mereka disentuh oleh tangan bidan yang berbeda. Tangan bidan itu meyentuh kedua bayi itu secara bergantian, atau jika waktunya sama maka tidaklah mungkin mereka menyentuhnya dengan kedia tangan kirinya secara bersamaan untuk kedua kembar tadi. Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Waktu beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah waktu beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat waktu beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Tiadalah waktu itu tidak berbeda. Waktu itu tidak dapat menempati dan mengulangi waktu sebelumnya. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Ruang beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah ruang beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat ruang beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuati itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada suatu ruang yang sama di dunia ini? Jika engkau menunjuk tempat tinggalmu sebagai suatu ruang yang sama, apakah engkau tidak menyadari bahwa ruangmu itu secara bersama-sama melakukan pergerakan relatif terhadap yang lebih besar, yaitu pergerakan bumi dan tata surya ini. Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Bernasib beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah nasib beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat nasib beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuati itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada suatu nasib yang sama di dunia ini? Jika engkau dapat menunjuk suatu nasib sebagai suatu nasib yang sama, apakah engkau tidak menyadari bahwa nasibmu itu benar-benar tentang dirimu, padahal engkau tidak dapat menemukan dirimu yang lainnya. Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berpikir beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berpikir beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berpikir beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuati itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada suatu berpikir yang yang tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berpikir sebagai suatu berpikir yang tidak berbeda, misalnya memikirkan “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua “A” yang dipikirkan itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berbicara beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berbicara beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berbicara beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuati itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada suatu berbicara yang yang tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berbicara sebagai suatu berbicara yang tidak berbeda, misalnya berbicara tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua pembicaraan tentang “A” yang dibicarakan itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berkarya beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berkarya beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berkaryabeda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada suatu berkarya yang yang tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berkarya sebagai suatu berkarya yang tidak berbeda, misalnya berkarya tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua berkarya tentang “A” yang berkarya itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berpenampilan beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berpenampilan beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berpenampilan beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada dua orang berpenampilan tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berpenampilan sebagai suatu berpenampilan yang tidak berbeda, misalnya berpenampilan tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua berpenampilan tentang “A” yang berpenampilan itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Beraktivitas beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah beraktivitas beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat beraktivitas beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada dua orang beraktivitas tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang beraktivitas sebagai suatu beraktivitas yang tidak berbeda, misalnya beraktivitas tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua beraktivitas tentang “A” yang beraktivitas itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berpakaian beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berpakaian beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berpakaian beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada dua orang berpakaian tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berpakaian sebagai suatu berpakaian yang tidak berbeda, misalnya berpakaian tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua berpakaian tentang “A” yang berpakaian itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Berperasaan beda:<br />Wahai logos, terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepadaku untuk menyampaikan pikiran-pikiranku. Kenalkan, aku adalah berpakaian beda. Ketahuilah bahwa aku adalah hakekat berperasaan beda. Perbedaanku itu bersifat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya. Tetapi banyak orang tidak menyadarinya bahkan mereka tidak mau tahu atau sengaja tidak mau tahu tentang diriku. Selama ini aku merasa telah di dholimi oleh banyak manusia. Orang-orang yang paling banyak mendholimi diriku justeru adalah orang-orang yang mempunyai kekusaaan, yaitu kekuasaan dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Maka pada kesempatan ini aku ingin protes kepadamu. Tiadalah di dunia ini segala sesuatu itu tidak berbeda. Coba carikan dan tunjukkan kepadaku jika engkau mampu, apakah ada dua orang berperasaan tidak beda di dunia ini? Jika engkau menunjuk dua orang berperasaan sebagai suatu berperasaan yang tidak berbeda, misalnya berperasaan tentang “A”, dapatkah engkau membuktikannya bahwa kedua berperasaan tentang “A” yang berperasaan itu tidaklah berbeda? Ini adalah hanya satu dari contoh yang aku berikan. Jadi sekali lagi, tiadakan sesuatu di dunia ini itu tidak berbeda. Ketahuilah aku mempunyai banyak anggotaku. Aku akan mempersilahkan para anggotaku untuk menghadap kepadamu semua, untuk melakukan protesnya masing-masing.<br /><br />Orang tua berambut putih:<br />Baiklah wahai para beda, aku telah menghayati pemikiranmu semua. Itulah sebenar-benar beda, yaitu tidaklah ada di dunia ini sesuatu yang tidak berbeda. Maka aku ingin menyampaikan pesanku kepada para logos dan para kuasa untuk berhati-hatilah menjaga kuasamu. Para logos mempunyai kuasa untuk mengharapkan semua yang ada dan yang mungin ada sebagai tidak berbeda. Sedangkan para kuasa akan sangat tergoda menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan dunia ini tidak berbeda, yaitu tidak berbeda dengan hidupnya dan kekuasaannya. Jika engkau betul-betul melaksanakan harapanmu itu maka serta merta engkau terancam oleh mitos-mitosmu sendiri. Sedangkan jika engkau betul-betul melaksanakan kegiatanmu berusaha membuat tidak beda maka engkau itulah sebenar-benar para mitos itu. Terutama hati-hatilah bagi para guru terhadap para siswa-siswanya. Tiadalah dua siswa di dunia itu yang tidak berbeda. Jika engkau para guru mengharapkan para siswa-siswamu untuk menjadi siswa-siswa yang tidak berbeda maka engkau terancam oleh mitos-mitosmu. Apalagi jika engkau para guru telah melakukan usaha-usaha atau ikhtiar-ikhtiar untuk mengusahakan agar para siswa-siswamu tidak berbeda, maka dengan ini aku proklamasikan bahwa engkau para guru tidak lain tidak bukan adalah mitos-mitos belaka yang siap menerkam dan menelan bulat-bulat para siswa-siswamu sebagai korbannya.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-8617870612000619568.post-3625967593739483172009-05-05T23:56:00.000+07:002009-05-05T23:57:19.461+07:00Elegi Konferensi Para KeliruOleh Marsigit<br /><br />Keliru:<br />Aku sedang berada dipersimpangan jalan. Aku dalam keadaan ragu-ragu antara harus berbicara atau diam saja. Tetapi aku melihat bahwa para anggotaku ternyata sama seperti saya. Mereka juga tampak mulai gelisah. Ternyata aku mengetahui sebabnya. Sebabnya adalah adanya konferensi yang baru saja diselenggarakan oleh para benar. Konferensi para benar telah mengusikku dan mengusik semua pengikutku, para keliru. Baiklah kalau begitu aku juga ingin mengadakan konferensi para keliru agar para anggotaku bisa mempresentasikan pemikirannya. Wahai para keliru, aku akan segera mengadakan konferensi. Maka dengan ini aku mengundang engkau semua untuk hadir. Silahkan aku memberi kesempatan kepada dirimu semua untuk menyampaikan pemikiranmu.<br /><br />Kekeliruan generalisasi:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari enggotamu. Aku adalah kekeliruan generalisasi. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan atau sengaja melakukan kekeliruan menggunakan generalisasi. Ketika aku bertemu dengan beberapa orang Indonesia dan ternyata mereka melakukan korupsi, maka aku mengambil generalisasi bahwa semua orang indonesia melakukan korupsi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Itulah sebenar-benar aku, yaitu kekeliruan generalisasi. Maka kekeliruan generalisasi merupakan tempat persembunyianku. Aku akan selalu menggoda manusia baik mereka menyadari atau tidak, untuk melakukan kesalahan generalisasi. Itulah permohonanku kepadamu.<br /><br />Kekeliruan spesifikasi:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan spesifikasi. Banyak orang melakukan kekeliruan spesifikasi baik sengaja ataupun tidak sengaja. Ketika aku mengatakan bahwa negara telah makmur, belum tentu si Suto atau si Noyo telah makmur. Ketika aku katakan bahwa organisasi telah maju, belum tentu anggota-anggotanya juga telah maju. Ketika aku katakan kelas kuliah ini telah sukses, belum tentu si Udin di dalamnya juga telah sukses. Itulah sebenar-benar kekeliruan spesifikasi, yaitu kekeliruan dimana oarng sengaja atau tidak sengaja keliru menganbil spesifikasi. Itulah temapt persembunyianku. Maka aku selalu berusaha untuk menggoda manusia agar mereka selalu melakukan kekeliruan spesifikasi. Itulah permohonanku kepadamu.<br /><br />Kekeliruan arti karena sama bunyi :<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan arti karena sama bunyi . Banyak orang-orang mengalami kekeliruan atau sengaja melakukan kekeliruan menggunakan ku. Ketika aku bunyikan pengertian yang berbeda dengan hal-hal yang sama maka sebagian dari mereka mengalami kekeliruan. Mereka ternyata salah paham terhadap hal-hal yang aku bunyikan sama. Misal ketika aku berkata “bisa”, maka sebagian orang berpikir bahwa yang aku maksud adalah racun, padahal aku berkehendak mengatakan dapat. Maka “bisa” merupakan salah satu tempat persembunyianku. Itulah sebenar-benar diriku. Diriku adalah kekeliruan sama bunyi. Aku akan selalu menggoda manusia agar mereka selalu mengalami kekeliruan. Itulah permohonanku kepadamu.<br /><br />Kekeliruan karena lupa:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan karena lupa. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan karena lupa, atau sengaja melupakan sesuatu hal. Ketika aku tidak dapat menelponmu, itu karena aku lupa nomor HP mu. Maka lupa adalah tempat persembunyianku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu lupa. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan logika:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan logika. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan logika, atau sengaja melakukan kekeliruan logika. Aku sebetulnya masihlah bermacam-macam bentukku. Kekeliruan logika itu meliputi kekeliruan deduksi, kekeliruan indukasi, kekeliruan mengurutkan, kekeliruan menjumlah, kekeliruan mengurangi, kekeliruan mengalikan, kekeliruan membagi, kekeliruan menghitung, kekeliruan menyimpulkan, kekeliruan memilih, kekeliruan mengambil keputusan dan kekeliruan matematika. Maka kekeliruan logika adalah tempat persembunyianku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan logika. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan persepsi:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan persepsi. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan persepsi baik disengaja atau tidak. Ketika aku mengiyakan isi surat perjanjian ini, padahal terdapat kesalahan tanggal, bulan dan tahun, maka itu karena aku salah melihat. Ketahuilah bahwa diriku itu bermacam-macam. Kekeliruan persepsi itu meliputi kekeliruan melihat, kekeliruan mendengar, dan kekeliruan mempersepsi dengan panca indera. Maka kekeliruan persepsi adalah tempat persembunyianku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan persepsi. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan komitmen:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan komitmen. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan komitmen baik disengaja atau tidak. Ketika aku telah berjanji kemudian aku mengingkarinya, maka itulah kekeliruan komitmen. Ketika aku berkomitmen kemudian aku tidak dapat memenuhi komitmenku maka itulah kekeliruan komitmen. Maka kekeliruan komitmen adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan komitmen. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan tindakan:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan tindakan. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan tindakan baik disengaja atau tidak. Segala macam tindakan tak terpuji adalah kekeliruan tindakan. Ketahuilah bahwa tidak bertindak juga belum tentu bukan kekeliruan tindakan. Salah menunjuk adalah juga kekeliruan tindakan. Kekeliruan menulis, kekeliruan menyebut, dst adalah kekeliruan tindakan. Maka kekeliruan tindakan adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan tindakan. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan niat:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan niat. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan niat baik disengaja atau tidak. Semua niat buruk adalah kekeliruan niat. Kekeliruan doa adalah juga kekeliruan niat. Kekeliruan misi, visi atau tujuan adalah kekeliruan niat. Maka kekeliruan niat adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan niat. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan metode:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan metode. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan metode baik disengaja atau tidak. Diriku itu bermacam-macam misal kekeliruan metode langsung, tidak langsung, kuantitatif, kualitatif, menyelesaikan persoalan, dst. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan metode. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan individu:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan individu. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan individu baik disengaja atau tidak. Kekeliruan individu adalah kekeliruan diriku sendiri, dan tidak melibatkan orang lain. Maka kekeliruan individu adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan individu. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan kolektif:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan kolektif. Banyak orang-orang mengalami kekeliruan kolektif baik disengaja atau tidak. Kekeliruan kolektif adalah kekeliruan yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok orang. Maka kekeliruan kolektif adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan kolektif. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan sistemik:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan sistemik. Banyak kekeliruan sistemik terjadi baik disengaja atau tidak. Kekeliruan sistemik adalah kekeliruan yang dilakukan secara kelembagaan atau oleh institusi atau oleh negara. Membiarkan korupsi meraja lela adalah kekeliruan sistemik. Merambah hutan adalah kekeliruan sistemik. Tidak menyantuni rakyat miskin adalah kekeliruan sistemik. Maka kekeliruan sistemik adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda sistem-sistem atau institusi agar selalu melakukan kekeliruan sistemik. Itulah permohonanku.<br /><br />Kekeliruan umum:<br />Wahai keliru, aku adalah salah satu dari anggotamu. Aku adalah kekeliruan umum. Banyak orang-orang mengalami mengalami kekeliruan umum baik disengaja atau tidak. Kekeliruan umum adalah kekeliruan yang umum terjadi. Kekeliruan umum sering juga disebut sebagai salah kaprah. Para koruptor, penjahat, pembunuh berdarah dingin ditayangkan di TV untuk diwawancara adalah kekeliruan umum, sehingga justeru mereka itu seakan menjadi pahlawan atau selebritis. Maka kekeliruan umum adalah rumahku. Itulah sebenar-benar diriku. Aku akan selalu menggoda manusia agar selalu melakukan kekeliruan kolektif. Itulah permohonanku.<br /><br />Hati dan logos bersama-sama protes dan membuat perjanjian:<br />Wahai para keliru, baiklah aku telah mendengarkan presentasimu semua. Adalah hakmu untuk bicara untuk menunjukkan bahwa engkau itu memang benar-benar ada. Tetapi ketahuilah bahka sebenar-benar musuhmu adalah hati dan logosku. Maka jangan coba-coba menggoda para anggotaku semua selagi mereka itu selalu berikhtiar mencari kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dan jangan sekali kali engkau menggoda para anggotaku selagi mereka khusuk berdoa. Inilah perjanjianku terhadapmu semua. Dalam kesempatan ini aku ingin berpesan kepada para hati dan para logos, kenalilah dan ketahui sifat dan perilaku para keliru agar engkau selalu terhindar dari bujuk rayunya. Berikhtiarlah selalu seraya melantunkan doa-doa dalam hatimu. Niscaya Allah SWT akan selalu mendengar dan mengabulkan doa-doa kami. Amien.Dr. Marsigit, M.Ahttp://www.blogger.com/profile/06822765917290736454noreply@blogger.com20