Monday, December 22, 2008

Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Pecahan di SMP

Oleh: Marsigit
Sebagaimana telah kita ketahui, Matematika Realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Benda-benda konkret dan obyek-obyek lingkungan sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran matematika dalam membangun keterkaitan matematika melalui interaksi sosial. Benda-benda konkrit dimanipulasi oleh siswa dalam kerangka menunjang usaha siswa dalam proses matematisasi konkret ke abstrak. Siswa perlu diberi kesempatan agar dapat mengkontruksi dan menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Diperlukan kegiatan refleksi terhadap aktivitas sosial sehingga dapat terjadi pemaduan dan penguatan hubungan antar pokok bahasan dalam struktur pemahaman matematika.
Menurut Hans Freudental matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi horisontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses terjadi pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika yang kehidupan / situasi nyata. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri; misalnya: penemuan strategi menyelesaiakn soal, mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus/temuan rumus.
Kita dapat menelaah Bilangan Pecah dalam pembelajaran matematika SMP melalui 2 (dua) sisi yaitu kedudukan formal Bilangan Pecah dalam konteks kurikulum dan silabus, dan kajian substantif bilangan pecah itu sendiri. Di dalam Pedoman Pengembangan KTSP disebutkan bahwa dalam pembelajaran matematika dapat dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Tujuan pembelajaran bilangan pecahan di SMP dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Memecahkan masalah kontekstual dan menemukan konsep bilangan pecah dari masalah kontekstual yang dipecahkan.
2. Memahami konsep bilangan pecah, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep bilangan pecah, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
3. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi dan membuat generalisasi tentang bilangan pecah.
4. Mengomunikasikan konsep dan penggunaan bilangan pecah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan bilangan pecah dalam kehidupan sehari-hari.
Standar Kompetensi yang berkaitan dengan pembelajaran pecahan adalah agar siswa memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah. Dengan Materi Pokok berupa Bilangan Bulat dan Bilangan Pecah maka diharapkan dapat dicapai menggunakan 2 (dua) Kompetensi Dasar yaitu: Melakukan operasi hitung bilangan pecahan, dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan pecahan dalam pemecahan masalah.
Tipe realistik mempunyai ciri pendekatan buttom-up dimana siswa mengembangkan model sendiri dan kemudian model tersebut dijadikan dasar untuk mengembangkan matematika formalnya. Ada dua macam model yang terjadi dalam proses tersebut yakni model dari situasi (model of situation) dan model untuk matematis (model for formal mathematics). Di dalam realistik model muncul dari strategi informal siswa sebagai respon terhadap masalah real untuk kemudian dirumuskan dalam matematika formal, proses seperti ini sesuai dengan sejarah perkembangan matematika itu sendiri.
Berikut merupakan contoh pengembangan Masalah Realistik berkaitan dengan Bilangan Pecahan: Suatu Bahan Diskusi Untuk Para Guru
1. Pecahan dan bentuknya
Diskusikan seberapa jauh anda dapat menggunakan ilustrasi atau gambar sebagai sarana agar siswa dapat menggali atau menemukan konsep dan bentuk pecahan?
2. Pecahan Sederhana
Buatlah masalah kontekstual yang dapat menunjang pembelajaran Pecahan Sederhana !
3. Membandingkan Pecahan
Diskusikan bagaimana mengembangkan alat peragayang cukup memadai agar siswa mampu membandingkan pecahan? Jelaskan bagaimana menggunakannya 5. Mengurutkan Pecahan-pecahan
4. Pecahan Desimal
Diskusikan adakah suatu proses yang cukup memadai agar siswa mampu memahami pecahan desimal?
Penulis dapat menyimpulkan bahwa di dalam pembelajaran Bilangan Pecahan melalui pendekatan Realistik kiranya dapat disimpulkan bahwa:
1. Siswa perlu diberi kesempatan untuk menggali dan merefleksikan konsep alternatif tentang ide-ide bilangan pecahan yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2. Siswa perlu diberi kesempatan untuk menggali dan memperoleh pengetahauan baru tentang bilangan pecahan dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3. Siswa perlu diberi kesempatan untuk memperoleh pengetahuan sebagai proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
4. Siswa perlu diberi kesempatan untuk memperoleh pengetahuan baru tentang bilangan pecahan yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman
5. Siswa perlu diberi kesempatan untuk memahami, mengerjakan dan mengimplementasikan bilangan pecahan.
Guru perlu merevitalisasi diri sehingga:
1. Mendudukan dirinya sebagai fasilitator
2. Mampu mengembangkan pembelajaran secara interaktif
3. Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif.
4. Mampu mengembangkan kurikulum dan silabus dan secara aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
5. Mampu mengembangkan skenario pembelajaran:
a. Skema Interaksi: Klasikal, Diskusi Kelompok, Kegiatan Individu
b. Skema Pencapaian Kompetensi: Motivasi, Sikap, Pengetahuan, Skill, dan Pengalaman

BAHAN BACAAN
......... 2003. The PISA 2003 Assessment Framework- Mathematics, Reading, Science and Problem solving Knowledge and Skill.
Koeno Gravemeijer. 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD  Press.
Marsigit, dkk, 2007, Matematika SMP Kl VII, Bogor: Yudistira
Sutarto Hadi. 2002. Effective Teacher Profesional Development for Implemention of Realistic Mathematics Education in Indonesia. Disertasi. Enschede: PrintPartners Ipskamp

9 comments:

LENNY P DEWI said...

i like your articel,
it is so wonder, if you herewith are to tell us about how to develop our quality in mathematic educational method
thanks sir

alkusaeri said...

pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika, merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang relevan dengan kebanyakan kondisi dekolah yang ada di Indonesia, dimana secara umum dari segi sarana dan prasarana terutama yang terkait dengan media belajar masih terbatas, lebih-lebih sekolah swasta yang terletak di pelosok.

Pertanyaan:
setelah dilakukannya observasi dan wawancara dengan beberapa guru di salah satu SD yang ada di Lombok NTB, teridentifikasi beberapa masalah :
1. Latar belakang pendidikan orang tua siswa sebagian besar petani dan TKI, sehingga bimbingan orang tua terhadap tugas belajar anak kurang
2. rata-rata pendidikan ortu SLTP
3. fasilitas sekolah yang masih kurang terutama dengan media belajar
4. kemandirian siswa masih kurang karna terbatasnya fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh siswa
5. jumlah siswa dalam satu kelas melebihi standar yang telah ditetapkan
6. jarangnya menggunakan media belajar dalam menjelaskan materi matematika
7. kurangnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika dalam bentuk cerita.

dari beberapa masalah tersebut, apakah cocok kalau kita melakukan penelitian eksperimen, dengan judul :
1. Penerapan model problem solving dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal matematika dalam bentuk cerita di SD....
2. atau dengan model realistik.
3. atau mungkin ada pertimbangan lain dari Bapak.
sekian...
terima kasih sebelumnya

Iwan Sumantri said...

Pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika secara teori itu mudah, tapi kenyataan dilapangan ternyata banyak kendala dan hambatan terutama sekolah-sekolah di daerah yang masih terbatas sarana dan prasarananya, di tambah dengan kemalasan guru untuk berinovasi banyak kendalanya, siswa yang kurang kreatif dan mandiri dan hal-hal lainya. Yang jelas dengan tulisan bapak saya berupaya untuk berbuat dan melaksanakan PBM lebih baik lagi!!

Melly Andriani said...

saya mencoba memberikan suatu persoalan yang menurut saya dapat dijadikan persoalan untuk pendekatan matematika realistik.
jika ada 10 kue, dibagi kepada 2 siswa maka masing-masing siswa mendapat 5 kue. jika ada 1 kue dibagikan kepada dua siswa,pembagian harus adil/rata maka masing-masing siswa mendapat 1/2 bagian. Dalam pembelajaran sebaiknya siswa disuruh membagi sendiri kue tersebut.

dIE_wanasaba said...

Penggunaan pedekatan matematika realistik pada pembelajaran matematika memiliki tingkat keefektifan yang tinggi, terlebih pada materi-materi yang banyak terjadi pada siswa dalam kehidupannya sehari-hari.
Pada hal yang lain, siswa-siswa sekarang terlihat lebih merasa tertarik untuk belajar ketika pembelajaran tersebut dibawakan oleh guru dengan cara yang biasa mereka (siswa) lakukan dan lihat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan pendekatan realistik, tidak saja mengaitkan secara langsung materi-materi pelajaran dengan hal-hal yang ada dalam kehidupan nyata. Akan tetapi guru dan siswa harus benar-benar menjalin suatu kerjasama yang kuat. Untuk guru hal-hal yang perlu diperhatikan adalah KTSP, karakteristik siswa, memiliki media dan dapat menggunakannya, memiliki daya inovasi terhadap pembelajaran.

SABINA NDIUNG S2 DIKDAS said...

Menurut hemat saya, pendekatan realistik yang akhir-akhir ini masih proses pengembangannya di wilayah pulau jawa dan sumatra sangat relevan dengan situasi pembelajaran yang dituntut oleh kebanyakan masyarakat(kalangan pendidikan). saya sangat mendukung dengan hadirnya berbagai ide yang dapat mengembangkan model pembelajaran yang cocok terutama bersasarkan klasifikasi jenjangnya. karena sekarang ini matematika itu masih saja dianggap hal yang mengkwatirkan bagi sebagian siswa dan kalangan yang tidak suka matematika. pendekatan realistik yang berkonteks nyata kiranya lebih meningkatkan daya kreativiatas dan pemahaman siswa. untuk mengajarkan materi pecahan memang dibutuhkan sebuah pendekatan yang sangat relevan, dan seperti yang ada sekarang ini, yaitu pendekatan realistik, maka melalui peragaan dengan benda kongkrit saya yakin siswa tidak merasa bingung untuk memahami arti pecahan. pada intinya saya mendukung bahwa pembelajaran pecahan bagi siswa SMP dapat diterapkan melalui pendekatan realistik.
pertanyaan:
berdasarkan observasi di lapangan bahwa setelah realistik dikembangkan matematika masih banyak guru yang belum mempelajari secara benar apa sesungguhnya pendekatan realistik itu sendiri sehingga masih menerapkan konsep yang keliru khususnya pada pokok bahasan yang diangap sulit di sekolah dasar yaitu pecahan.

Mulyati said...

Sangat bagus sekali, tulisan yang Bapak yang Bapak posting. Alhamdulillah saya kemarin sudah mencoba mengajarkan pecahan dengan mengintegrasikan seni (mewarnai dan menempel) sehingga anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya untuk memahami pecahan. Selain itu anak-anak juga belajar matematika tidak hanya belajar menggunakan otak kirinya saja, tetapi juga mengoptimalkan otak kanannya karena anak berkreasi dan menggunakan intuisi mereka. Murid-murid saya sangat antusias sekali. Dan Alhamdulillah hasilnya sudah saya tulis dalam bentuk PTK dan sudah "menghasilkan" karena masuk menjadi 120 finalis (dari 1483 naskah) LKG Tk Nas 2008. Meskipun belum juara tapi banyak pengalaman yang saya peroleh. Insyallah rangkumannya kapan-kapan saya posting. Semoga tulisan Bapak bisa menambah pengetahuan saya dan semangat saya untuk berkarya. Terimakasih Pak Marsigit.

Agus supranto,S.Pd said...

Pendekatan dalam pembelajaran matematika yang realistik memang cocok. karena hal ini sesuai dengan pola pikir peserta didik. Pembelajaran terhadap konsep bila tidak terjangkau oleh nalar anak tentunya akan menyulitkan untuk terbangunnya pengetahuan dalam diri anak/siswa tersebut.Disamping itu pengalaman memang dirasakan bahwa anak akan lebih termotiuvasi, dan minat terhadap matematika tumbuh. Bagaimana dengan yang lain ?

Anonymous said...

Matematika realistik, apakah sebuah pendekatan?